Jauhi Sombong dan Putus Asa, Khidmat di NU Butuh Kesungguhan
Rabu, 14 Agustus 2024 | 08:46 WIB

Ngaji hadits keempat dalam Kitab Syarhun Lathifun di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (13/8/2024) malam. (Foto: NUOB/Mutho)
Tangerang Selatan, NU Online Banten
Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin menyampaikan, seseorang jika memahami dan menyadari betul aktivitas sebagai makhluk, tidak terjebak sombong dan nglokro (putus asa). ‘’Di sini pentingnya kasab, iktiar,’’ ujar pria yang pernah ngangsu kaweruh di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, itu saat membahas hadits keempat Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (13/8/2024) malam.
Dijelaskan, dalam hadits berbunyi i’malu fakullun muyassarun lima khuliqa lahu yang diriwayatkan Imam At Thabrani menyuguhkan terkait amal perbuatan atau aktivitas seseorang dimudahkan sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh Allah.’’Kalau kita ditakdirkan masuk surga, tanda-tandanya mudah melakukan hal-hal yang baik, yang bisa mengantarkan ke surga. Sebaliknya, jika ditakdirkan masuk neraka, tanda-tandanya mudah melakukan hal-hal jelek, yang dapat mengantarkan ke neraka,’’ jelas pria yang suka wayang itu di hadapan sekitar 20 jamaah.
Disebutkan dalam syarah (komentar/penjelasan), lanjutnya, Allah sudah menentukan tempat manusia kelak, baik masuk surga atau neraka. Kelompok Jabariyah meyakini, karena semua sudah ditentukan oleh Allah, manusia ibarat wayang.’’Tidak melakukan apa-apa. Bertolak belakang dengan Kelompok Qadariyah, manusia menentukan dirinya sendiri. Mau masuk surga atau neraka, tergantung manusia itu sendiri,’’ terang pria berkacamata yang malam itu seperti biasa mengenakan baju putih lengan panjang, sarung bermotif batik, dipadu peci hitam.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Nah, Ahlussunnah wal Jama’ah, lanjut pria asal Sragen, Jawa Tengah, yang saat ini sebagai dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan itu, posisinya di antara Jabariyah dan Qadariyah.’’Allah sudah menetukan sesuai qadla dan qadar. Manusia sudah ditentukan, nantinya akan masuk ke surga atau neraka, tapi butuh berikhtiar, kasab semaksimal mungkin. Ini sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an. Memahami ayat-ayat yang tampak bertentangan As Shaffat ayat 96, An Nisa ayat 78 dan 79, serta Ar Ra’du ayat 11 dengan jalan al jam’u wat taufiq,’’ jelasnya pada ngaji yang malam itu membahas halaman 26 hingga 28.
Hadits tersebut, imbuh pria yang sedang menyelesaikan S3 itu, mendorong manusia untuk mengharap kebaikan dan berbaik sangka kepada Allah, bukan mengharapkan kejelekan dan berburuk sangka.’’Oleh karena itu, wajib bagi kita bersungguh-sungguh, baik urusan dunia maupun akhirat dengan usaha maksimal dan optimal serta manajemen yang baik. Kemudian baru tawakal kepada Allah,’’ ungkapnya dalam ngaji rutin yang dilaksanakan setelah istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang malam itu dipimpin Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangsel Kiai Himam Muzzahir itu.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Dan khususnya, terkait berkhidmat di Nahdlatul Ulama (NU), demi kemajuan umat dalam urusan keagamaan maupun kemasyarakatan dan dunia, juga harus sungguh-sungguh berikhtiar dengan maksimal.’’Terkhusus menjaga ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, ‘’ pungkas pria yang baru mengakhir masa lajang tersebut, saat waktu menuju tengah malam.
Sekadar diketahui, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama sendiri merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jamiyyah Nahdatil Ulama itu, memiliki kekhasan tersendiri. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.
Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai pondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atau komentar atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, salah seorang santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, pengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND