Keislaman

Belajar Ikhlas agar Tidak Stres dan Bingung

Rabu, 24 Juli 2024 | 15:27 WIB

Belajar Ikhlas agar Tidak Stres dan Bingung

Ngaji Kitab Syarhun Lathifun yang diasuh Kiai Muhammad Hanifuddin (tengah) di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (23/7/2024) malam. (Foto: NUOB/Mutho)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Ikhlas memang sesuatu yang tak mudah dilakukan. Namun, bukan berarti tidak mungkin dijalani, khususnya bagi umat Islam.’’Dengan ikhlas, seseorang tidak mudah stres, tidak bingung. Karena semua dari Allah, dikembalikan ke Allah lagi,’’ ujar Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin saat ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (23/7/2024) malam.


Hanya, lanjutnya, bukan berarti tidak disertai usaha. Sesuai yang diajarkan Ahlussunnah wal Jama’ah, harus tetap ikhtiar dengan maksimal. Seperti jualan makanan, jumlah pembeli tidak sesuai ekpektasi. Setelah dievaluasi, bumbunya ada yang kurang.’’Ya, diperbaiki dulu. Bukan lalu, tidak ada pembeli, ikhlas,’’ imbuhnya.


Dan juga hendaknya memakai ikhlas, bukan dijadikan untuk berbuat maksiat. ’’Saya ditakdir mencuri, ya sudah. Bukan seperti itu. Memang ridla akan ketetapan Allah, qadla dan qadarnya Allah, tetapi harus diingat, harus berusaha. Kita diajarkan ada Islam, Iman, dan Ihsan. Juga ada syariat, tarekat, dan hakekat,’’ ungkap pria berkacamata yang malam itu mengenakan baju putih lengan panjang dipadu sarung motif dominan gelap dan peci hitam.


Ikhlas sempat dibahas, karena tersebut di halaman 18 bagian bawah dengan narasi, wal ikhlasi fi jami’il umuri; ikhlas dalam segala hal. Malam itu, mengaji bagian haditsul awwal; hadits pertama di kitab tersebut.’’Addinu annsashihatu; agama sebagai nasihat,’’ imbuh pria yang sejak kecil suka wayang itu saat mengawali ngaji.


Perlu diketahui, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama sendiri merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jamiyyah Nahdatil Ulama itu, memiliki kekhasan tersendiri. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.


Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah  Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai pondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.



Sedangkan Syarhun Lathif merupakan komentar atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, salah satu pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, pengajar di Ma’had Aly Situbondo.’’Hadratussyekh menulis Arbain Haditsan, mengumpulkan 40 hadits, pasti ada maksud yang dikehendaki, ada korelasi dengan pondasi jam’iyyah, NU. Di dalamnya ada mutiara yang berfaedah, ringkasan pokok pikiran, bagi landasan jam’iyyah. Oleh karena itu, bagi Nahdliyin, hendaknya memperhatikannya dengan maksimal,’’ demikian salah satu kalimat dalam pengantar yang ditulis Kiai Afif di Kitab Syarhun Lathifun. (Mutho)