
Ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Muqaddimatil Qanunil Asasiyyi li Jam’iyyati Nahdatil Ulama di Lantai 2 Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (12/8/2025) malam. (Foto: NUOB/Mutho)
Tangerang Selatan, NU Online Banten
Warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin wajib menjaga keseimbangan dalam mengajak kebaikan dengan memberikan kabar gembira dan peringatan.’’Ahlil jam’iyyah harus bisa basyiran wa nadhiran,’’ ujar Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin saat ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Muqaddimatil Qanunil Asasiyyi li Jam’iyyati Nahdatil Ulama di Lantai 2 Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (12/8/2025) malam.
Dijelaskan pada halaman ke-40, Nahdliyin jangan hanya mengajak manusia dengan menyampaikan bahwa rahmat Allah luas dan Maha Pengampun saja. Juga tidak hanya menyampaikan dengan membuat orang putus asa dengan banyaknya ancaman, siksa, dan sejenisnya.
’’Hendaklah mengajak dengan jalan, motode yang memadukan, menyinergikan antara khauf dan raja’ yang menunjukkan cara tarbiyah nubuwwah. Metode pendidikan yang diajarkan Nabi Muhammad saw, yakni tawazun, seimbang,’’ kata kiai berkacamata asal Sragen, Jawa Tengah, tersebut.
Malam itu, Kiai Hanif membaca kitab mulai halaman 39, al ayat ar rabiat. Ayat ke-45-46 Surat Al Ahzab tersebut dijadikan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, sebagai rujukan dalam Qanun Asasi. Ya ayyuhannabiyyu inna arsalnaka syahidan wa mubasysyiran wa nadhiran. Wa da’iyan ilallahi bi idznihi wa sirajan muniran.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Dalam tafsir ayat disebutkan, kata Nabi yang dimaksud adalah Nabi Muhammad saw. ’’Nabi diutus oleh Allah seraya menjadi saksi, orang yang memberi kabar gembira, dan memberi peringatan. Mengajak kepada Allah dengan izin Allah, sebagai penerang dan menerangi,’’ ucap pria yang pernah sembilan tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, itu membacakan maksud ayat tersebut.
Syahidan maksudnya, lanjut Kiai Hanif, kelak di hari kiamat menjadi saksi baik orang yang merima dakwah maupun yang tidak menerima. Wa mubasysyiran mengandung makna memberi kabar gembira berupa surga bagi mereka yang menerima dakwah dengan beriman dan beramal saleh.
Adapun wa nadhiran, maksudnya menyampaikan peringatan akan masuk neraka bagi mereka yang berpaling, tidak beriman dan beramal saleh.’’Ayat tersebut memberi isyarat, wajib menjaga keseimbangan dalam dakwah antara tabsyir wal indzar,’’ tegas santri almaghfurlah KH Ali Mustafa Yakub, pendiri Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Tangsel, itu.
Ditambahkan, Sahabat Ibnu Abbas berkata, ketika ayat tersebut turun, Nabi Muhammad saw sedang memerintahkan Sahabat Ali dan Mu’adz berangkat ke Yaman. ’’Nabi bersabda, yang artinya kurang lebih, ’berangkatlah kalian berdua, beri kabar gembira, jangan membuat orang lari, bikin mudahlah kalian berdua, dan jangan membuat kesulitan. Sesungguhnya telah turun kepadaku ayat Ya ayyuhannabiyyu inna arsalnaka syahidan wa mubasysyiran wa nadhiran. Wa da’iyan ilallahi bi idznihi wa sirajan muniran’. Maksud sirajan muniran adalah Al-Qur’an,’’ pungkas dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah, itu.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini dilaksanakan setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangsel.
Perlu diketahui juga, Mukaddimah Qanun Asasi disusun Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Dalam menulis qanun asasi itu, Hadratussyekh merujuk sebanyak 39 ayat dan 9 hadist sebagai pijakan. Sedangkan Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Muqaddimatil Qanunil Asasiyyi li Jam’iyyati Nahdatil Ulama ditulis Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab ini diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND