Banten Raya

Dakwah NU Relevan Sepanjang Zaman

Selasa, 12 Agustus 2025 | 09:49 WIB

Dakwah NU Relevan Sepanjang Zaman

Ketua PCNU Kabupaten Serang KH Muhammad Robi Ulfi Zaini Thohir (dua dari kanan). (Foto: Ist)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Serang KH Muhammad Robi Ulfi Zaini Thohir mengatakan, dakwah NU adalah warisan mulia dari para ulama yang terbukti relevan sepanjang zaman. ’’Tugas kita adalah menjaga kemurnian prinsipnya, mengemasnya dengan metode kekinian, dan menghidupkannya di tengah masyarakat,’’ ujarnya saat menjadi pembicara pada Pembinaan Dai/Daiah Tingkat Kabupaten Serang di Greenotel Cilegon, Cibeber, Cilegon, Banten, Selasa (12/8/2025).


Dijelaskan, NU berdiri pada 1926 dengan misi menjaga ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di bumi Nusantara. ’’Namun akar dakwah NU jauh lebih tua, tumbuh dari pesantren-pesantren yang didirikan ulama terdahulu,’’ katanya seperti disampaikan kepada NUOB melalui aplikasi perpesanan.

 


Gus Robi—sapaan KH Muhammad Robi Ulfi Zaini Thohir—melanjutkan, di Banten, ada Syekh Nawawi Al-Bantani, ulama internasional, mufti di Makkah, penulis puluhan kitab. Selain itu, Syekh Abdul Karim dari Tanara, tokoh sufi dan pejuang Geger Cilegon 1888, Ki Ageng Tirtayasa, ulama sekaligus sultan yang memimpin jihad melawan kolonial.’’Mereka berdakwah dengan ilmu, akhlak, dan aksi nyata, menyatukan agama dan perjuangan bangsa,’’ terang pria yang pernah menimba ilmu di Yaman dan Malaysia itu.


Pada kesempatan itu, pria yang pernah belajar di Lirboyo, Jawa Timur, itu juga menyampaikan prinsip-prinsip dakwah NU yang relevan sepanjang zaman. ’’NU memiliki empat prinsip dakwah utama yang dirumuskan para masyayikh. Tawassuth (moderasi). Islam yang seimbang antara teks dan konteks. Lalu tasamuh (toleransi). Menghargai perbedaan mazhab, budaya, dan pendapat,’’ kata pengasuh Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan itu.


Selain itu, lanjutnya, ada tawazun (keseimbangan). Seimbang antara hablum minallah dan hablum minannas, antara ibadah ritual dan kepedulian sosial. Kemudian i’tidal (keadilan). Menegakkan kebenaran tanpa diskriminasi. ’’Seorang dai harus menjadi suara keadilan sosial,’’ imbuhnya di hadapan 52 peserta.

 


Ditambahkan, supaya dakwah selalu hidup dan relevan, ada beberapa strategi yang bisa dipegang. Di antaranya, berbasis Ilmu. Dai harus menguasai sumber otentik. Yakni, Al-Qur’an, hadits, ijma’, qiyas, serta turats ulama. ’’Jangan sampai dakwah menjadi “asal bicara” yang menyesatkan,’’ ucapnya.


Tak hanya itu. Hendaknya, kontekstual. Menjawab tantangan zaman. Lalu memberdayakan umat. Dakwah tidak berhenti di mimbar, tapi juga menggerakkan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.’’Juga memanfaatkan media. Gunakan media sosial sebagai ladang pahala, bukan sumber fitnah. Isi dunia digital dengan konten yang menguatkan iman dan persatuan,’’ tambahnya.

 


Gus Robi juga mengingatkan agar menjadi dai yang mengajak, bukan menghakimi.’’Sampaikan Islam dengan hikmah dan mau’idhah hasanah, perbanyak belajar, karena zaman berubah cepat. Juga jaga akhlak, karena akhlak adalah pintu hati mad’u. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU, pernah berpesan, ‘Barangsiapa ingin menjadi dai, hendaklah dia memperbaiki dirinya sebelum memperbaiki orang lain’,’’ ungkapnya.


Dia juga sempat bercerita. Suatu ketika, Syekh Nawawi Al-Bantani ditanya muridnya soal rahasia dakwah sehingga diterima.’’Beliau menjawab, ‘Jaga hati, jaga lisan, dan jaga adab. Maka ilmu akan bercahaya’. Itulah sebabnya, meski hidup di Makkah, namanya harum di Nusantara dan karya-karyanya menjadi rujukan dunia,’’ jelasnya. (Mutho)