• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Banten Raya

Toleransi di Kampung Cikeusik, Lebak, Nonmuslim Partisipasi Maulid hingga Rajaban

Toleransi di Kampung Cikeusik, Lebak, Nonmuslim Partisipasi Maulid hingga Rajaban
Lena berbincang dengan tetangganya, Rita. Meski beda agama, mereka rukun. (Foto: NUOB/Mursyid Arifin)
Lena berbincang dengan tetangganya, Rita. Meski beda agama, mereka rukun. (Foto: NUOB/Mursyid Arifin)

Lebak, NU Online Banten

Salah satu hal penting yang dipegangi bangsa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Itu setidaknya dapat mencerminkan kehidupan masyarakat Kampung Cikeusik Timur, Malingping Selatan, Malingping, Lebak, Banten. Di sana terdapat satu keluarga yang memiliki kepercayaan dan keyakinan berbeda. Namun dalam hubungan lintas agama dan bertetangga tetap harmonis.

 


Keharmonisan itu dirasakan keluarga Anton Darmaji dan Teresia Martalena, 50. Pasangan suami istri itu pemeluk Katolik. Keduanya mengaku, sejak tinggal di kampung tersebut merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menjalankan kehidupan sosial-agama. Bahkan tidak pernah merasa minder walaupun dikelilingi tetangga yang berbeda kepercayaan dan agama. Sebab, keberagaman sudah terbentuk di lingkungan keluarganya sejak lama. Sehingga perbedaan agama bukanlah hal yang baru dialami.


 

’’Saya satu keluarga Bhinneka Tunggal Ika. Mulai mertua agamanya Buddha. Kakak ipar saya sudah masuk Islam bahkan sudah naik haji. Jadi keluarga berbeda-beda. Makanya kalau Lebaran ikut, Natalan ikut. Imlek juga ikut merayakan. Jadi sudah hal biasa,’’ kata Lena-- sapaan akrab Teresia Martalena-- saat ditemui NU Online Banten di toko miliknya, di Malingping, Lebak, Senin (18/12/2023).



Lena mengatakan, dia menjalankan rumah tangga dan usahanya sudah hampir 30 tahun. Sepanjang ingatannya, sejak menjadi warga Kampung Cikeusik Timur tidak pernah mendapat perlakuan yang tidak senonoh atau diasingkan. Apalagi kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Selama ini, hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persatuan, dan keharmonisan antaragama yang dirasakan semuanya berjalan berbarengan.

 


’’Sejak saya masuk sini (Kampung Cikeusik Timur) tidak merasakan minder. Kalau saya orangnya mudah bergaul. Silakan saja tanya ke tetangga, gimana saya gitu? Saya giliran diminta sumbangan (partisipasi) buat kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi, Rajaban, juga suka ikut partisipasi,” ujar perempuan kelahiran Rangkasbitung, Lebak, itu.

 


Prinsip hidup yang dia pegang dan selalu ditanamkan kepada putra-putrinya sejak dini adalah  jangan saling menjelekkan agama. Apalagi anak kandung dari pasangan Lena dan Anton sekarang ini telah memasuki usia dewasa, usia pernikahan, sehingga diberikan kebebasan untuk menikah dengan siapa pun dan pemeluk agama apa pun tanpa adanya kekangan orang tua. Dia meyakini anak-anaknya sudah bisa memilah dan memilih yang terbaik karena sudah dewasa dan tentunya memiliki prinsip sendiri.



’’Saya ngajari ke anak juga kalau sudah meninggal itu tujuannya satu (surga, Red). Cuma kepercayaannya doang yang beda-beda. Anak saya saja sekarang nikahnya sama Islam. Makanya perbedaan dan keberagaman itu sudah terbiasa di keluarga saya,’’ ucap suami dari Anton Darmaji itu.



Salah seorang warga Cikeusik Timur, Rita Hastarita, 39, mengatakan, meskipun secara agama berbeda, keberadaanya diakui lantaran orangnya baik, suka membantu dan selalu menjaga hubungan antartetangga. Sehingga, selama puluhan tahun menjalani hidup berdampingan dengan yang berbeda kepercayaan dan keyakinan, tidak pernah memcicu konflik antaragama.

 


’’Teh Lena itu orangnya baik, bertetangga juga. Nggak pernah mendengar orang-orang yang mencela juga. Terus sering membantu juga sesama tetangga. Jadi nggak pernah ada yang aneh-aneh. Ya, walaupun berbeda agama, beda keyakinan, namun tetap bergaul juga,” imbuhnya.



Terpisah, Rustam, ketua RT 05 Kampung Cikeusik Timur, mengamini bahwa warganya hidup berdampingan dengan pemeluk agama yang berbeda kepercayaan. Dan, itu sudah berlangsung lama. Sejauh ini juga hubungan masyarakat lintas agama terlihat adem ayem alias harmonis. Baik dengan tetangga yang ada di samping kanan, kiri, belakang, dan depan rumahnya terjalin baik. Oleh karena itu, kuncinya adalah masyarakat mayoritas mengedepankan sikap toleransi dalam beragama.


’’Setahu saya kalau mereka (Lena dan Anton, Red) kalau mau ibadah juga suka ke Rangkasbitung. Alhamdulillah nggak pernah ada kejadian apa-apa, masih saling toleransi. Terus kalau keagamaan kita yang Islam ada kegiatan, malahan dia suka ikut membantu sebagai donatur. Ya, dalam kegiatan apa pun itu. Dia suka membantu,” ucapnya seraya menyebutkan di Kampung Cikeusik Timur ada dua warga yang agamanya berbeda.



Rustam berpendapat, dalam menjalani kehidupan bertetangga dan bersosial sudah seharusnya hidup berbarengan, rukun. Dia pun berpesan kepada masyarakat agar selalu menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama, bertetangga. Artinya, jika ada warga nonmuslim atau berbeda tidak harus dipermasalahkan, apalagi sampai muncul permusuhan.



“Di sini mayoritas Islam. Harus saling toleransi. Jadi tidak usah ada perdebatan antaragama. Paling penting harus saling jaga toleransi untuk anak-anak muda, khususnya yang ada di Cikeusik Timur ini,’’ pesannya.



Sedangkan tokoh agama setempat, H Uyung Badrudin, 63, menjelaskan, perbedaan agama tidak harus dipermasalahkan selagi tidak mengganggu kehidupan sosial-agama. Apalagi hubungan masyarakat di kampunya selama ini sudah terjalin harmonis dan mengedepankan toleransi. Menurutnya, agama merupakan sarana untuk mencapai kedamaian dan kasih sayang. Sehingga tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan atau diskriminasi.

 


’’Alhamdulillah, selama ini hubungan umat Islam di sini dengan nonmuslim juga baik-baik saja. Bahkan setiap mau ada kegiatan keagamaan mereka selalu mengasih sumbangan. Jadi mereka itu lebih mengedepankan kemanusiaan dan persaudaraan sesame tetangga,” jelasnya.

 


Ditambahkan, demi menjaga keharmonisan yang sudah lama terjalin ini, dirinya kerapkali memberikan pesan moral dan mengingatkan agar selalu mengedepankan sikap toleransi dengan warga yang bukan seaqidah atau seagama.



’’Selama ini setiap ada kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan sini, selalu kompak. Terus ketika ada riungan Muludan juga yang bukan nonmulim suka dikasih (besek). Jadi, tidak dibeda-bedain,’’ tutup pri kelahiran Pandeglang itu. (Mursyid Arifin)


Banten Raya Terbaru