Internasional

Wahai Dunia, karena Kelaparan Gaza Akan Binasa

Selasa, 22 Juli 2025 | 08:23 WIB

Wahai Dunia, karena Kelaparan Gaza Akan Binasa

Krisis kelaparan di Gaza, Palestina, seorang bayi enam bulan malnutrisi.(Foto: UNRWA)

Jakarta, NU Online Banten

Seorang bocah lelaki tampak mengais tumpukan sampah, mencoba menemukan barangkali ada makanan yang dapat ia kunyah hari itu. Plastik demi plastik dibuka, tetapi tak ia temukan barang sesuap saja. Demikian gambaran yang tampak dalam video yang ditayangkan akun Instagram trtworld , Sabtu (19/7/2025). Sementara itu, di trotoar Khan Younis dan Rafah, Gaza selatan, warga Palestina ambruk di bawah tekanan perut kosong. Seorang perempuan berusia 50-an jatuh ke tanah. Tubuhnya yang ringkih tak sanggup menahan perutnya yang kosong.



Kholoud Al-Arqan, seorang saksi yang melihat kejadian itu, bercerita bahwa perempuan tersebut telah berhari-hari perutnya tak terisi. "Dia berjalan pelan, hampir tidak bisa berdiri. Lalu dia pingsan. Orang-orang bergegas menolong, memercikkan air ke wajahnya. Dia sudah berhari-hari tidak makan," ujar Kholoud, dikutip NU Online dari Anadolu Agency, Ahad (20/7/2025). Perempuan ringkih itu kemudian berbisik lirih, “Saya hanya ingin sepotong roti untuk anak-anak saya.”

 

Ahmed Abu Nada, seorang warga setempat, mengaku bahwa rakyat Palestina hanya bertahan hidup, tetapi tidak benar-benar hidup. “Kami tidak lagi mencari makanan. Kami mencari cara untuk bertahan hidup. Kami memimpikan roti. Bahkan itu pun sudah tidak nyata lagi. 2,4 juta penduduk Gaza tidak hidup. Kami hanya bertahan," ujarnya.


Menyaksikan fenomena itu, beberapa warga Palestina telah menggunakan media sosial untuk berbagi tentang apa yang sesungguhnya mereka alami hari-hari ini. 


Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza Munir Al-Bursh menulis bahwa makanan tak dapat terpenuhi di kota tersebut. “Di Gaza, makanan bukan lagi hak. Makanan hanyalah keinginan yang tak terpenuhi yang dibisikkan para ibu di malam hari dan terbayang di mata anak-anak yang kelaparan yang tidur memeluk udara, bukan susu. Roti telah menjadi harta yang hilang.” “Kelaparan tak lagi mengetuk, ia menetap di rumah kita, menuai jiwa kita, dan menggerus martabat kita di bawah beban keheningan dunia.”



Dari jurnalis hingga guru dari Gaza, semua merasakan kepedihan yang sama. Mahmoud Assaf, seorang guru, juga menyuarakan keresahannya melalui media sosialnya. "Tidak ada lagi pembicaraan tentang perang. Hanya kelaparan. Itulah tajuk utama setiap percakapan," tulisnya.



Pada Ahad, seorang jurnalis Palestina, Hani Abu Rezeq, turut memberikan alarm kepada seluruh dunia bahwa Gaza sedang berada titik kritisnya. Dalam video yang dirilisnya di Instagram, Hani mengikat perut dengan dua buah batu bata.  "Wahai dunia, karena kelaparan Gaza akan binasa," tulisnya dalam takarir unggahannya tersebut. 


Setelahnya, Hani menampilkan rekaman berisi anak-anak Gaza yang saling tumpang tindih berebut makanan, membawa wadah yang kosong dengan berderai air mata. 


Melansir Anadolu Agency, sejak Maret, Gaza telah terjerumus ke dalam apa yang disebut oleh para pejabat kesehatan sebagai krisis kelaparan. Sejak Israel menutup akses bantuan, tidak ada makanan, susu formula bayi, atau bantuan medis yang masuk ke wilayah kantong itu selama lebih dari empat bulan. 


Rumah sakit di seluruh Gaza melaporkan banyaknya jumlah orang yang pingsan di jalan akibat kelelahan dan kekurangan gizi. Fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya.



Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa tak ada lagi kekuatan yang tersisa di tubuh mereka. Ratusan orang menghadapi kematian hanya karena tubuh mereka tak mampu lagi menahan rasa lapar.


Kantor Media Pemerintah di Gaza melaporkan bahwa setidaknya 69 anak meninggal karena kekurangan gizi sejak Oktober 2024, dengan kematian sebab kelaparan mencapai 620. Sementara sebanyak 650 ribu anak lainnya di bawah usia 5 tahun berada dalam kondisi malnutrisi yang kritis dengan puluhan ribu wanita hamil yang kekurangan makanan dan perawatan prenatal.


Sementara itu, di sisi lain, serangan di berbagai titik masih terus dilancarkan Israel. Bom-bom masih menghujani, bahkan di kamp pengungsian. (NUO/Husnul Khotimah)


Editor: M Izzul Mutho Masyhadi