• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 30 April 2024

Keislaman

Haruskah Memakai Tenda saat Iktikaf pada 10 Hari Terakhir Ramadhan?

Haruskah Memakai Tenda saat Iktikaf pada 10 Hari Terakhir Ramadhan?
Ilustrasi bagian dalam masjid. (Foto: Freepik)
Ilustrasi bagian dalam masjid. (Foto: Freepik)

GAUNG iktikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan selalu bergema. Seperti saat ini, Ramadhan 1445 H yang sudah di pengujung. Lalu, apa iktikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan harus memakai tenda? Apakah hal itu merupakan sunah Rasulullah?   

 
Seperti dilansir NU Online, dalam hadits memang disebutkan Nabi Muhammad saw membuat tenda ketika iktikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Antara lain adalah hadits riwayat Aisyah ra. Ia berkata sebagaimana dirilis Imam Muslim:
 
   كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يعتكف صلى الفجر ثم دخل معتكفه. وإنه أمر بخبائه فضرب. أراد الاعتكاف في العشر الأواخر من رمضان. فأمرت زينب بخبائها فضرب. وأمر غيرها من أزواج النبي صلى الله عليه وسلم بخبائه، فضرب. فلما صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم الفجر نظر. فإذا الأخبية. فقال: آلبر تردن فأمر بخبائه فقوض. وترك الاعتكاف في شهر رمضان حتى اعتكف في العشر الأول من شوال
 
Artinya: “Ketika Nabi Muhammad saw ingin iktikaf, maka beliau Shalat Subuh, kemudian menuju tempat iktikafnya. Ia memerintah mengambil tenda lalu memasangnya. Nabi saw pernah hendak iktikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, lalu Zainab memerintah mengambil tenda, lalu tendanya dipasang.   Begitu juga istri-istri Nabi saw yang lain memerintah mengambil tenda, lalu dipasang. Setelah Nabi saw Shalat Subuh dan melihat tenda-tenda itu, lalu beliau bertanya: "Apa kebaikan yang kalian inginkan?" Kemudian Nabi memerintah mengambil tenda itu dan melepasnya. Nabi meninggalkan iktikaf di bulan Ramadhan sehingga iktikaf di 10 hari awal Bulan Syawal.” (HR Muslim)   
 

Ketentuan Pemasangan Tenda saat Iktikaf 
Namun menurut kutipan Imam An-Nawawi, perintah pemasangan tenda tersebut ketika tidak mengganggu orang lain, dipasang di bagian belakang masjid atau halamannya.  
Dalam Kitab Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Imam An-Nawawi menjelaskan: 
 
وأنه أمر بخبائه فضرب: قالوا فيه دليل على جواز اتخاذ المعتكف لنفسه موضعا من المسجد ينفرد فيه مدة اعتكافه مالم يضيق على الناس واذا اتخذه يكون في آخر المسجد ورحابه لئلا يضيق على غيره وليكون أخلى له وأكمل في انفراده
 
Artinya: “Nabi memerintah mengambil tenda, lalu dipasang". Kata ulama, dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya mengambil tempat di masjid untuk ditempati sendirian selama iktikaf asalkan tidak mengganggu orang lain. Jika mengambil tempat untuk mendirikan tenda, maka di bagian belakang masjid dan halamannya, agar tidak mengganggu orang lain dan agar lebih fokus dan sempurna menyendirinya.” (An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, [Mesir: Al-Mathba'atul Mishriyah bil Azhar: 1928], juz VIII, halaman 69).   
 
Perintah Nabi saw Mencopot Tenda di Masjid 
Perintah Nabi Muhammad saw untuk mencopot tenda istri-istrinya di masjid sebagaimana diriwayatkan dalam hadits di atas, juga tidak lepas dari alasan mengganggu orang lain di masjid. Hal ini sebagaimana penjelasan Al-Qadhi ‘Iyadh dan dikutip oleh Badruddin Al-'Aini dalam Kitab 'Umdatul Qari sebagaimana berikut:
 
   وقال القاضي عياض: إنما قال هذا الكلام إنكارا لفعلهن. لأنه خاف أن يكن مخلصات في الاعتكاف بل أردن القرب منه المباهاة به ...  أو لأنهن ضيقن المسجد بأخبيتهن ونحوها   
 
Artinya: "Al-Qadhi ‘Iyadh berpendapat: "Perkataan Nabi saw itu (Apa kebaikan yang kalian inginkan? kemudian Nabi memerintah mengambil tenda itu dan mencopotnya), sebagai bentuk penolakan terhadap tindakan istri-istrinya. Karena Nabi mengkhawatirkan keikhlasan mereka dalam beriktikaf. Mereka ingin dekat untuk pamer kepada Nabi … atau karena mereka mengganggu masjid dengan tenda-tenda yang dipasang dan alasan lain.” (Badruddin Al-'Aini, 'Umdatul Qari Syarhul Bukhari, [Lebanon: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2001], halaman 211).   
 
Argumentasi Larangan Memasang Tenda di Masjid 
Faktor mengganggu ini yang kemudian menjadi salah satu 'illat para ulama memutuskan hukum makruh memasang tenda ketika iktikaf di masjid. Ibnu Rajab dalam Fathul Bari menyatakan:
   وقد اختلف العلماء في ذلك فكره أحمد للمعتكف أن يضرب خيمة ونحوها في المسجد إلا لشدة البرد   
 
Artinya: “Ulama beda pendapat mengenai pemasangan tenda di masjid untuk iktikaf. Imam Ahmad menghukumi makruh orang yang iktikaf memasang tenda dan semisalnya di masjid, kecuali karena sangat dingin.” (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Fathul Bari, [Madinah, Maktabatul Ghuraba: 1996], halaman 364)  
 
Kebolehan Memasang Tenda di Masjid saat Cuaca Sangat Dingin 
Kebolehan menggunakan tenda ketika iktikaf saat cuaca sangat dingin ini sejalan dengan kondisi saat Nabi Muhammad saw memasang tenda, yaitu musim hujan. Hal itu tergambar dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri. Ia berkata:
 
   من كان اعتكف معى فليعتكف العشر الاواخر وقد رأيت هذه الليلة ثم انسيتها وقد رأيتنى في صبيحتها اسجد في ماء وطين فالتمسوها في العشر الاواخر والتمسوها في كل وتر قال أبو سعيد فامطرت السماء تلك الليلة
 
Artinya: ”Barangsiapa iktikaf denganku, maka iktikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Malam ini saya bermimpi lailatul qadar kemudian lupa. Sungguh kamu telah melihatku di pagi harinya aku sujud di air dan lumpur. Karenanya, carilah lailatul qadar di 10 hari terakhir dan carilah lailatul qadar di setiap hari ganjil. Kata Abu Sa’id: "Lalu langit hujan pada malam itu.”  (HR Al-Bukhari)
 
Ketika hujan, maka lantai masjid basah, karena atap masjid pada saat itu hanya dari tanah liat yang tidak terlalu padat. Sebagaimana dijelaskan oleh As-Samhudi. Tiang masjid dibuat dari batang kurma (judzu’). Atapnya terbuat dari pelepah (jarid) dan daun kurma (khush), dan ditambal dengan tanah liat yang tidak terlalu padat. Apabila hujan, lantai masjid yang dari tanah menjadi basah. (As-Samhudi As-Syafi’i Al-Hasani, Khulashatul Wafa bi Aakhbari Daril Musthafa, [Lebanon: Books-Publisher,], halaman 193).   
 
Dengan demikian, pemasangan tenda di musim hujan ketika Nabi Muhammad saw iktikaf  tidak tepat menjadi rujukan untuk pemasangan tenda dalam kondisi cuaca normal. Apalagi di era sekarang di mana bangunan masjid secara fisik sudah lebih maju daripada masa Nabi.   
 
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa iktikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan tidak diharuskan memakai tenda. Bahkan hukumnya makruh karena dapat mengganggu orang lain. 
Wallahu a'lam.   
 

Ustadz Muqoffi, Guru Ponpes Gedangan & Dosen IAI NATA Sampang, Madura, Jawa Timur 


Keislaman Terbaru