Nasional

Dari Kongres KMN, Pakta Komitmen Relasi Maslahat Suami-Istri Dibacakan setelah Akad Nikah

Sabtu, 8 Februari 2025 | 10:35 WIB

Dari Kongres KMN, Pakta Komitmen Relasi Maslahat Suami-Istri Dibacakan setelah Akad Nikah

Ketua PBNU Alissa Wahid saat Munas Alim Ulama NU dan Konbes NU 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Banten

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesejahteraan Rakyat Alissa Wahid mengatakan Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (KMNU) yang digelar pada 31 Januari hingga 1 Februari 2025 menelurkan rekomendasi. Rekomendasi ini bertujuan untuk membangun kualitas keluarga yang lebih baik dengan landasan Islam, khususnya untuk keluarga Islam.


"Kami merekomendasikan Kementerian Agama terutama Kantor Urusan Agama (KUA) untuk membacakan pakta komitmen relasi maslahat suami-istri," kata Alissa ditemui NU Online usai Konferensi Pers Munas Konbes 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (6/2/2025).


Alissa menyebutkan, selama ini ikrar yang ada di KUA hanya pembacaan sighat ta'liq, yaitu perjanjian yang diucapkan oleh suami setelah akad nikah, yang berisi janji talak bersyarat saja. 



Dia mengusulkan agar KUA menambahkan pakta relasi yang maslahat untuk suami-istri. "Jadi ada ikrar untuk menghargai perkawinan sebagai janji suci dan menghargai komitmen yang mengikat atau mitsaqan ghalizha," imbuhnya.


Alissa berharap, dengan penambahan ikrar ini, pasangan suami istri tidak gampang berpikir kalau tidak cocok langsung cerai. Ikrar itu berisi lima poin.


Pertama, soal menghargai komitmen akad nikah sebagai komitmen janji suci. Kedua, relasi yang bemitra (zawaj). Sebagai suami-istri, kata Alissa, pasangan harus melihat segala sesuatu dengan perspektif sebagai pasangan, bukan hanya berdasarkan ego masing-masing.



Ketiga, ikrar bahwa suami-istri akan selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan dalam banyak hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Keempat, ikrar untuk saling berlaku baik satu sama lain, yaitu pasangan suami-istri saling merawat dengan baik.


Kelima, ikrar bahwa dalam hubungan suami-istri, sikap ridha antarpasangan harus diutamakan. "Jadi, tidak boleh memikirkan kepentingan pribadi, tetapi harus memikirkan apakah pasangan saya akan ridha atau tidak terhadap apa yang kita lakukan," jelasnya.


Ia mencontohkan, ketika suami ingin berpoligami, dia akan berpikir ulang apakah istrinya setuju atau tidak. "Jadi ikrar itu yang kita ingin dibaca oleh pasangan suami istri pada saat selesai akad nikah bersama penghulu," ucap wakil Satuan Tugas Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) itu.


Mengenai kewajiban nafkah dan hal-hal teknis lainnya, Alissa menekankan bahwa hal yang lebih penting adalah bagaimana memperlakukan pernikahan sebagai sesuatu yang sakral. "Jadi ikrar itu sudah diteken pada saat sighat ta’liq. Jika akad nikah sekaligus bisa berikrar untuk memperlakukan pasangan dengan baik menghargai komitmen dan seterusnya," jelasnya.


Kongres Keluarga Maslahat NU menganggap bahwa ikrar ini sangat penting, agar pasangan suami-istri tidak melakukan perkawinan dengan meremehkan komitmen pernikahan itu sendiri. "Inilah hal-hal yang menjadi perhatian kami," terangnya, dilansir NU Online.


Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 bahwa 1 dari 5 perempuan masih mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Kongres KMNU memandang salah satu akar penyebabnya adalah relasi dalam keluarga yang tidak maslahat. 


Ketidakmaslahatan relasi ini berakar dari pandangan bahwa perempuan adalah pelayan keluarga, KDRT adalah cara mendisiplinkan perilaku yang menyimpang (nusyuz). Untuk menegakkan pilar-pilar keluarga maslahat, yakni perkawinan sebagai ikatan tanggung-jawab yang kokoh (mitsaqan ghalizhan), relasi yang bemitra (zawaj), ruang saling bebuat baik (mu'asyarah bil ma’ruf), dan keputusan diambil secara musyawarah (syura). (Suci Amaliyah)

Â