Nasional

Ketum PBNU: NKRI Harus Terus Tegak Berdiri, Apa pun Harganya

Senin, 19 Mei 2025 | 16:03 WIB

Ketum PBNU: NKRI Harus Terus Tegak Berdiri, Apa pun Harganya

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Kota Semarang, Jateng, Ahad (18/5/2025). (Foto: Rauyan)

Semarang, NU Online Banten

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan, perjuangan Nahdlatul Ulama dalam membangun peradaban global berakar dari perjuangan politik yang mendalam. Bukan politik praktis, melainkan siyasah haqiqiyyah. Dalam konteks itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan markas utama perjuangan peradaban NU.


Hal tersebut disampaikan Gus Yahya—sapaan karib KH Yahya Cholil Staquf-- saat memberikan pengarahan dalam Silaturahim dan Upgrading Instruktur Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU) Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten di Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Ahad (18/5/2025).


Dijelaskan, dimensi utama dari peradaban adalah politik. Karenanya, perjuangan NU dalam ranah kebudayaan, ekonomi, dan sosial pun harus dibangun di atas konstruksi politik yang kokoh dan berpihak pada kemaslahatan umat. “Peradaban itu harus menyelesaikan konstruksi politiknya terlebih dahulu sebelum menyentuh aspek-aspek lainnya,” imbuhnya, dilansir NU Online.


NKRI, lanjutnya, bukan sekadar negara, tetapi simbol dan instrumen perjuangan NU di level internasional. Oleh karena itu, NU harus terus memperkuat komitmennya terhadap eksistensi negara. “Apa pun yang terjadi dalam pergolakan sejarah, dalam dinamika masyarakat, NKRI harus terus tegak berdiri. Apa pun harganya,” tegas kiai asal Rembang, Jawa Tengah, itu.


Semboyan 'NKRI harga mati', menurutnya, bukan slogan kosong, tetapi prinsip yang lahir dari pemahaman mendalam terhadap peran strategis Indonesia sebagai basis peradaban Islam rahmatan lil alamin yang diusung Nahdlatul Ulama.


"Semboyan NKRI harga mati konon yang menciptakan Mbah Lim ini tidak bisa ditawar. Kenapa? karena ini adalah markas perjuangan peradaban kita," ucapnya.


Warga NU Harus Teguh pada Mazhab Aswaja

Pada kesempatan itu, Gus Yahya juga menegaskan bahwa seluruh warga Nahdlatul Ulama harus teguh mengikuti mazhab para muassis NU, yakni Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), dan tidak boleh membuat mazhab sendiri. “Barang siapa bergabung ke dalam jam’iyyah ini maka harus mengikuti mazhabnya para muassis, nggak boleh bikin madzhab sendiri,” tegasnya.



NU, lanjutnya, sejak awal didirikan sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah yang dilabeli sebagai jam’iyyah-nya para ulama. Maka dari itu, pendirian NU membawa misi untuk mengajak umat mengikuti ajaran para muassis, bukan untuk menempuh jalan baru yang menyimpang dari risalah Aswaja. "Para muassis telah menjelaskan mazhab beliau-beliau itu dengan gamblang di dalam berbagai maraji' (rujukan) yang masih kita simpan sampai sekarang yang semua dapat kita pelajari sampai sekarang," ujarnya. 


Selain itu, dia mengingatkan bahwa seluruh permasalahan yang dihadapi umat, baik dalam konteks organisasi maupun masyarakat luas, harus diselesaikan melalui sudut pandang Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.


“Apa pun yang kita hadapi, apa pun masalah yang kita temui, sepanjang pergulatan jam’iyyah ini harus dilihat dan dicarikan jalan keluarnya melalui sudut pandang Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Tidak boleh ngarang madzhab sendiri,” terangnya.


Gus Yahya juga mengingatkan para instruktur Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU) agar berhati-hati terhadap berbagai wacana dan ideologi kontemporer yang tidak bersumber dari nilai-nilai keislaman. Salah satunya adalah feminisme, yang menurutnya dibangun dari perspektif konflik, bukan keseimbangan dan kesetaraan dalam Islam.


“Awas kalau sampai mengajarkan feminisme, tidak boleh. Feminisme itu ideologi yang dibangun dari perspektif yang bukan agama. Itu sebagian besar dibangun dari perspektif Marxis, yang melihat relasi antarpihak sebagai relasi konflik,” ungkapnya.


Meski demikian, dia mengatakan, NU tetap mendukung akses setara bagi laki-laki dan perempuan dalam pengembangan kapasitas diri. Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw, mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.


“Akses untuk mendapatkan fasilitas pengembangan kapasitas diri wajib dibuka untuk semua orang baik laki-laki maupun perempuan, nggak boleh ada pembatasan,” katanya.


Gus Yahya juga mengingatkan agar setiap program dan pelatihan NU senantiasa memperkuat orientasi keilmuan dan madzhab Aswaja. Hal ini agar kader NU tidak terjebak pada ideologi luar yang bisa melemahkan jati diri organisasi.

 

 

Sekadar diketahui, acara ini diikuti oleh para instruktur PD-PKPNU dari lima provinsi. Yakni Jawa Tengah, DI Jogjakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Selain itu, dihadiri sejumlah pengurus dari Pengurus Wilayah NU hingga Pengurus Cabang NU se-Jawa Tengah. (Lukman Kun Hakim)