• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 6 Mei 2024

Opini

Dakwah Itu Mengajak Kesadaran

Dakwah Itu Mengajak Kesadaran
Ilustrasi. (Foto: NU Online)
Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Latar Masalah
Belakangan ada fenomena sekolompok orang atau perorangan melakukan dakwah atau ceramah di dalam kendaran bus, ini memang cara baru atau metode baru dalam upaya menyampaikan ajaran Islam ke orang-orang yang kebanyakan tengah sibuk pulang pergi bekerja. Secara prinsip tidak ada larangan dalam hal mendakwahkan agama, sebab itu diperintahkan untuk menyampaikannya meskipun dengan menceramahai orang-orang di dalam kendaraan. 


Kita, melihat ini adalah yang baru dalam hal strategi dakwah. Entah efektif atau tidaknya kita juga belum bisa lihat hasilnya. Tapi apakah yang diceramahainya itu rela, tentu juga kita belum tahu. Bukankah di antara penumpang itu ada yang nonmuslim, jika iya, lalu apakah tidak timbul penolakan atas ceramah tersebut?


Ide kreatif seperti itu tidak selalu mengantarkan keadilan, kesenangan atau kerelaan, tetapi juga perlu ada sikap menghormati, dan bila perlu harus sopan dan meminta izin barangkali nonmuslim keberatan. Artinya dakwah yang ramah adalah pilihan utama. 


Metode Dakwah 
Dakwah bil lisan yang berarti seseorang berdakwah dengan menggunakan lisannya, dan hal yang seperti ini hanya bisa disampaikan oleh orang yang ahli dalam bidangnya contoh seperti ustadz, kiai, syekh, dan ulama. 


Dakwah bil kitabah, disebut juga seseorang berdakwah dengan tulisan, baik menulis ajakan kebaikan di kehidupan nyata ataupun maya, atau juga menulis sebuah kitab dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu. 


Dakwah bil hal, ini adalah seseorang berdakwah dengan perbuatannya, fokus pada amal usaha atau pun karya nyata. Berbeda dengan metode dakwah sebelumnya, dakwah bil hal merupakan dakwah yang dapat dilakukan oleh semua orang, dan juga termasuk dakwah yang paling efektif.


Prinsip Berdakwah 
1. Bi Thariqil Hikmah
Dijelaskan dalam Tafsir Al-Muyassar dan Tafsir Qur’anul Adhim bahwa bi thariqil hikmah adalah jalan lurus yang telah diberikan Allah kepada semua manusia yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah, kemudian dijelaskan juga al-hikmah adalah hendaklah bercakap-cakap dan berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh orang diajak bicara. 


Oleh karena itu, bagi para penyeru atau dai, setiap ucapan dan perkataan yang dilontarkan haruslah berlandaskan Al-Qur’an dan Sunah, terlebih pada sikap dan tingkah lakunya haruslah sesuai dan cocok dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunah, Karena setiap ucapan, perkataan, sikap, dan tingkah laku seorang dai itu akan selalu dilihat dan dipantau oleh orang lain untuk kemudian dijadikan teladan bagi mereka. 


Dakwah bil hikmah, yaitu metode dakwah dengan memberi perhatian yang teliti terhadap keadaan dan suasana yang melingkungi para mad’u (orang-orang yang didakwahi), juga memperhatikan materi dakwah yang sesuai dengan kadar kemampuan mereka dengan tidak memberatkan mereka sebelum mereka bersedia untuk menerimanya. Metode ini juga membutuhkan cara berbicara dan berbahasa yang santun dan lugas. Sikap ghirah yang berlebihan serta terburu-buru dalam meraih tujuan dakwah sehingga melampaui dari hikmah itu sendiri, lebih baik dihindari oleh seorang pendakwah.


2. Mauidhotil Khasanah
Artinya nasihat yang baik. Dijelaskan dalam Tafsir Al-Muyassar bahwa “al-mauidhah khasanah” adalah memberi nasihat yang baik sehingga orang akan suka kepada kebaikan dan menjahui kejelekan. Sedangkan Tafsir Qur’anul Adhim menjelaskan bahwa “al-mauidhah khasanah’’ adalah memberi nasihat menggunakan perasaan hati dan memahami konteks keadaan, agar mereka menjadi takut dengan siksaan Allah. Dakwah dengan cara mau’idhah khasanah, yaitu metode dakwah dengan pengajaran yang meresap hingga ke hati para mad’u. 


Pengajaran yang disampaikan dengan penuh kelembutan akan dapat melunakkan kerasnya jiwa serta mencerahkan hati yang kelam dari petunjuk dien. Pada beberapa da’i, ada yang masih saja menggunakan metode dakwah yang berseberangan dengan hal ini, yaitu dengan cara memaksa, sikap yang kasar, serta kecaman-kecaman yang melampaui batas syari.


3. Wajadilhum bil Lati Hiya Ahsan
Artinya berdebat dengan cara yang baik. Dijelaskan dalam Tafsir Al-Muyassar “wajadilhum bil lati hiya ahsan” adalah berdebat dengan cara lemah lembut dan rasa kasih sayang. 


Sedangkan makna “wajadilhum bil lati hiya ahsan” dalam Tafsir Qur’anul Adhim adalah jika ada orang yang berhujjah atau mengajak berdebat hendaklah melawan dengan raut muka yang manis, sikap yang lembut, dan ucapan yang baik.


Selain metode dakwah yang diajarkan oleh Al-Qur’an, Rasulullah mengajarkan metode dakwah sebagaimana dalam hadistnya: 


“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan lisan, jika hal itu tidak bisa maka gunakan tangan, jika hal itu masih tidak bisa maka gunakan hati, tapi hal ini adalah selemah-lemahnya iman.”


Dakwah dengan perdebatan yang baik, yaitu metode dakwah dengan menggunakan dialog yang baik, tanpa tekanan yang zalim terhadap pihak yang didakwahi, tanpa menghina dan tanpa memburuk-burukkan mereka. Hal ini menjadi penting karena tujuan dakwah adalah sampai atau diterimanya materi dakwah tersebut dengan kesadaran yang penuh terhadap kebenaran yang haq dari objek dakwah. Metode ini menghindari dari semata karena ingin memenangkan perdebatan dengan para mad’u.


Pendekatan Budaya
Saya kira, kendaran bus bukanlah tempat yang tepat untuk dijadikan tempat dakwah. Meskipun belum kita temukan larangan atasnya.  


Banyak pendekatan yang bisa diperankan dalam upaya mendakwahkan kebaikan dan kebenaran ajaran Islam. Terutama bagaimana budaya selalu membersamai dengan ajaran, tapi tidak dengan mukholith (berbaur saling menggantikan), intinya adalah agar dakwah terpoles keindahan dengan tutur kata yang baik, bijak, dan toleran.  
Ajaran ya ajaran, budaya ya budaya. Keduanya saling melengkapi dan tidak pernah saling gantikan.


Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Opini Terbaru