• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Nahdlatut Turats : Kebangkitan Sastra Pesantren

Nahdlatut Turats : Kebangkitan Sastra Pesantren
Nahdlatut Turats Kebangkitan Sastra Pesantren
Nahdlatut Turats Kebangkitan Sastra Pesantren

Oleh Muhammad Sabilul Aslam

 

Ikhtiar yang dilakukan filolog dalam negeri maupun luar negeri baik secara individu maupun organisasi lembaga untuk menyelamatkan manuskrip dan khazanahnya dalam dua dekade terakhir sangat memberi dampak bagi para kalangan akademisi khususnya mahasiswa. 

 

Teks kuno yang memuat beragam tema khususnya sejarah dan ajaran agama akan memberikan sense akademisi untuk kembali mengkaji salah satu sumber primer ini.

 

Meski begitu, memang usaha untuk mengumpulkan dan melestarikan manuskrip namun minim publishing terutama kepada masyarakat umum khususnya santri pesantren. 

 

Padahal jika kita meneliti begitu banyak manuskrip yang berisikan tentang ajaran islam utamanya teks teks klasik. Dengan demikian kita memafhumi bahwa jejak transmisi keislaman pesantren memang terekam dengan detil dan dapat dibuktikan dengan rimbun dan banyaknya manuskrip Islam Nusantara terutama manuskrip milik para masyayikh.

 

Manuskrip Islam Nusantara

 

Ada perbedaan dalam proses Islamisasi di Nusantara dengan Islamisasi jazirah Arab dan sekitarnya baik secara instrumen yang digunakan maupun pendekatan gerakan. Bila tersebarnya Islam di jazirah Arab, Mesir, Syiria, Iran, Iraq dan sebagainya menggunakan metode ghazwun (perang) namun berbeda ketika para syaikh menyebarkan Islam di Nusantara. 

 

Syekh Jumadil Kubro sebagai salah satu dari banyaknya wali di Nusantara menyebarkan Islam melalui pendekatan kultural baik itu pendidikan, pernikahan hingga budaya lokal atau yang biasa kita sebut local wisdom.

 

Menyoal metode pendidikan, para ulama Nusantara sebelum membentuk pesantren atau lembaga pendidikan pada zaman itu, mereka melakukan riset dengan cara berdakwah melalui pendekatan budaya dan pernikahan. Sehingga mereka memperoleh gambaran jelas bagaimana pola kehidupan bermasyarakat pribumi saat itu. 

 

Proses pendidikan melalui pesantren dimulai sejak adanya Sunan Ampel. Beliau membuat pesantren Ampel Denta yang terletak di Surabaya pasalnya pada zaman itu pendidikan keagamaan hanya ada di surau atau padepokan saja.

 

Bahkan tak hanya ada di Jawa, pesantren juga berkembang di luar Jawa. Kita dapat menemukan buktinya pada manuskrip pesantren yang ada di Surau Calau, Sumbar, Aceh, hingga Sulawesi.

 

Dengan metode mendidik ala ulama klasik Nusantara yang beragam, tidak monolitik dan membaur dengan budaya setempat menghasilkan ragam kesenian atau corak beragama yang baru nan ramah akan local wisdom. Dialektika yang intens dalam pesantren baik di Jawa maupun luar Jawa disertai dengan beragamnya ajaran Islam baik syara’ maupun fan keilmuan lain.

 

Misalnya dalam manuskrip yang dapat kita temui di Leiden mencatat bahwa ada pengejawantahan makna Wahdataul Wujud dalam sebuah keris. Catatan ini dapat kita temukan dalam manuskrip Tuḥfatul Mursalah ila an-Nabi karya Muḥammad bin Faḍlullah al-Hindi al-Burhanfuri.

 

Ajaran Wahdatul Wujud banyak dipelajari oleh kalangan muslim Jawa era itu menjadi salah satu suluk, karena budaya batiniyah dan budaya hindu yang masih sangat kental, selain itu hal ini menandakan lenturnya ajaran Islam di Jawa. Mudahnya, kita biasa mengenalnya dengan istilah Manungaling Kawula Gusti.

 

Selain ajaran tasawuf Wahdatul Wujud dan tarekat, ada pula manuskrip yang berisi surat surat kesultanan seperti yang dimiliki oleh Kesultanan Buton, Sulawesi. 

 

Ada juga yang menjelaskan tentang adab shalat, salah satunya ialah mengucap puji-pujian sebelum shalat yang selama ini ada di pojok-pojok surau, pesantren dan kita mafhumi sebagai tradisi. Ilmu nahwu tak luput dalam catatan pena ulama Nusantara. 

 

Manuskrip Cirebon yang disimpan oleh keraton kanoman ini menjelaskan tentang pengajaran nahwu klasik ala pesantren zaman itu. Dari sekian banyak manuskrip yang ada, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya tulis menulis kita sudah maju. 

 

Manuskrip Islam tentu juga harus dipahami sebagai salah satu mozaik dengan apa yang disebut Islam Nusantara. Budaya tulis menulis ini menandai bahwa proses transmisi Islam di Nusantara berjalan dengan ramah tentunya dengan beragam metode yang sudah disebutkan tadi.

 

Peran Pesantren dan Kebangkitan Sastra Pesantren

 

Pesantren sebagai ahli waris dan lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia tentunya memberi andil besar dalam pendidikan bangsa khususnya keagamaan. 

 

Begitupun dengan manuskrip Islam kuna yang kita temui juga menjadi bukti bahwa jejaring atau sanad keilmuan pesantren sudah menggunakan medium tulis menulis yang biasa kita kenal dengan metode sorogan dan bandongan (mendengar dan memaknai kitab).

 

Maka dari itu, sudah seharusnya para santri atau akademisi yang beralatar belakang tumbuh dan besar di Pesantren untuk turut andil dalam melestarikan dan menjaga khazanah manuskrip baik fisik dan pengajarannya. 

 

Terlebih lagi relasi kultur maupun sosial antara entitas pesantren dan local wisdom masyarakat begitu harmonis. Menilik kembali pada peran pesantren, kajian tentang teks manuskrip kuno khususnya milik masyayikh pesantren harus kembali digalakkan. 

 

Dengan demikian kita bisa lebih yakin tentang pentingnya konektivitas manuskrip yang berhubungan dengan budaya Nusantara khususnya ajaran pesantren dan Islam. Buktinya ada pada tersebarnya ajaran wali songo diluar jawa dengan adanya manuskrip yang tersebar di seluruh Nusantara.

 

Dengan demikian apa yang kita maknai sebagai Nahdlatut Turats atau kebangkitan teks pesantren tak hanya menjadi wacana belaka. Kajian manusrkip pesantren bisa melalui struktur teks, isi teks, hingga anatomi teks maupun menelisik sumber atau sejarah teks manuskrip yang terdapat di Pesantren. Begitupun dengan khazanah sastra pesantren yang begitu rimbun akan ragam topik dan wacana yang ada.

 

 

Muhammad Sabilul Aslam, Santri Denanyar Jombang, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidyatullah Jakarta

 

 

 

 


Opini Terbaru