• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 25 April 2024

Syariah

Cara Menyamak Kulit Bangkai Binatang

Cara Menyamak Kulit Bangkai Binatang
Ilustrasi (Foto: NU Online)
Ilustrasi (Foto: NU Online)

Berbicara mengenai bangkai dari hewan yang sudah mati, kebanyakan dari kita mendefinisikannya sebagai sesuatu benda yang najis dan haram hukumnya untuk dimakan. Hal ini senada dengan firman Allah swt  tentang keharaman memakan bangkai ataupun hewan yang disembelih tanpa menyebutkan nama Allah.

 

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah : 3)

 

Kendati demikian bukan berarti seluruh bagian dari bangkai tersebut hanya bisa dibuang secara sia-sia dan menjadi mubazir. Nyatanya, Islam telah menawarkan kita dengan memberikan alternatif untuk memanfaatkan salah satu bagian dari bangkai hewan, bagian tersebut adalah kulit yang bisa disucikan dengan cara disamak.

 

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW :

 

إذَا دُبِغَ الإهَابُ فَقَدْ طَهرَ (رواه المسلم وأبو داود)

 

Artinya : Apabila kulit (bangkai) disamak, maka ia akan telah menjadi suci.

 

Prof. Dr. Musthafa Dib al-Bugha dalam kitabnya yang berjudul at-Tadzhib fii Adillah Matn al-Gayyah wa at-Taqrib menjelaskan bahwasanya lafaz al-Ihaab pada hadis diatas bermakna kulit.

 

Adapun tata cara menyamak kulit bangkai sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abi Qosim dalam kitab Fathul Qorib adalah dengan cara menghilangkan fudlul (hal-hal yang melekat pada kulit yang bisa membuat busuk yaitu berupa darah atau sejenisnya) dengan cara mengunakan sesuatu yang mempunyai rasa pahit dan sepet baik dari benda suci atau najis seperti kotoran burung, daun salam atau daun akasia.

 

Lantas apakah boleh menyamak dengan cara dikeringkan di bawah terik matahari?

 

Syekh Abu Yahya Zakaria al-Ansori berpendapat bahwasanya menyamak mengunakan debu, atau dikeringkan di bawah sinar matahari tidaklah cukup, karena sinar matahari tidak bisa menghilangkan fudlul atau kotoran yang menempel pada kulit meskipun kulit yang telah menjadi kering dan berbau harum, hal ini dibuktikan tatkala kulit tersebut dicelupkan lagi ke dalam air maka kulit itu akan tetap bisa membusuk karena fudlul-nya masih menempel disana. (Hasyiyah al-Bujairomi ‘Ala al-Khotib, Beirut: Dar al-Khutub al-‘Ilmiyah, 2020, juz 1, halaman 143)

 

Namun menurut pendapat Imam Abu Hanifah, mengeringkan kulit bangkai dengan cara dipanaskan di bawah terik matahari dihukumi telah cukup. (Syekh ‘Alawi bin Ahmad, Tarsyih al-Mutafidin, Maktabah al-Haramain, halaman 43)

 

Kemudian ketika kulit bangkai binatang telah disamak dan menjadi suci, apakah kulit tersebut halal hukumnya untuk dikonsumsi?

 

Dalam kitab Majmu’ Syarah al-Muhadzab Syaikh Abu Zakariya Yahya bi Syaraf al-Nawawi berkata :

 

جِلْدُ الْمَيْتَةِ الْمَدْبُوغُ فِي أَكْلِهِ ثَلاثَةُ أَقْوَالٍ أَوْ أَوْجُهٍ سَبَقَتْ فِي بَابِ اْلآنِيَةِ أَصَحُّهَا أَنَّهُ حَرَامٌ وَالثَّانِيْ حَلالٌ وَالثَّالِثُ إنْ كَانَ جِلْدَ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ فَحَلالٌ وَإِلاَّ فَلاَ

 

Syekh Nawawi menjelaskan bahwasanya ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengkonsumsi kulit bangkai binatang yang telah disamak, ada 3 pendapat ulama dalam hal ini: Pertama, pendapat yang paling kuat yaitu haram mengkonsumsinya. Kedua, mutlak boleh memakannya. Ketiga, diperinci; apabila hewan yang disamak boleh dimakan maka halal untuk mengkonsumsinya, apabila tidak boleh maka haram mengkonsumsinya.

 

Terakhir, perlu kita ketahui bahwa tidak semua kulit bangkai binatang dapat disamak, Ulama bersepakat bahwa bangkai babi dan anjing serta spesies yang lahir dari keduanya tidak dapat disamak, keduanya dikecualikan karena sudah jelas hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Hadis.

 

Muhammad Afzainizam, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Jakarta dan Aktifis PMII FDI


Editor:

Syariah Terbaru