• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 5 Mei 2024

Banten Raya

Dari Ngaji Bersama Fatayat Tangsel, Jangan Mudah Mengafirkan

Dari Ngaji Bersama Fatayat Tangsel, Jangan Mudah Mengafirkan
Fatayat NU Tangsel dan jamaah usai mengkaji Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. (Foto: NU Online Banten/Mona Rosdiana)
Fatayat NU Tangsel dan jamaah usai mengkaji Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. (Foto: NU Online Banten/Mona Rosdiana)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Bagi warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin sangat penting mengaji kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Ini dalam rangka menguatkan pemahaman kaidah dasar tentang Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Demikian ditegaskan Nyai Hj. Atiqoti Minarika, fasilitator sekaligus pembicara pengajian kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari  yang digelar Divisi Dakwah dan Forum Da’iyah (Fordaf) Fatayat NU Tangerang Selatan (Tangsel) dalam rangka menguatkan kader-kader NU dan masyarakat.

Dia menjelaskan, Mbah Hasyim—panggilan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari-- merupakan salah satu pendiri NU. ’’Memang kita dituntut harus mengetahui bagaimana paradigma dan cara pandang Mbah Hasyim terhadap maksud dari Aswaja itu sendiri. Sebagai warga Nahdliyin sepatutnya kita harus mengetahui apakah sejatinya Aswaja itu,” terangnya kepada NU Online Banten di Jl. Semanggi II RT. 03 RW. 03 Cempaka Putih Ciputat Timur, Tangsel, Jumat (13/1/2023).

Mbah Hasyim, lanjutnya, mewariskan ilmunya dalam bentuk kitab. Jadi seyogyanya sebagai Nahdliyin mempelajari pemikirannya dari kitabnya langsung. “Secara garis besar pesan yang terkandung dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah agar kita dapat memahami dan tidak mudah mengafirkan atau menyalahkan suatu praktik-praktik yang baru dilakukan, umumnya disebut dengan istilah bid’ah atau hal-hal yang baru dalam agama. Dalam kitab tersebut, Mbah Hasyim memaparkan apa saja yang menjadi ukuran-ukuran bid’ah, macam-macam bid’ah, serta pembahasan mengenai perkembangan bid’ah pada zaman dahulu hingga sekarang, di mana bid’ah-bid’ah lainnya sudah mulai bermunculan,” jelasnya panjang lebar.

Mengerjakan hal-hal baru, imbuhnya, tapi punya landasan yang kuat, seperti kegiatan Maulidan, pernah dilakukan oleh ulama-ulama salaf seperti Shaluhuddin Al-Ayyubi. ’’Dari sini kita punya dasar, bahwa itu bukan bid’ah. Tapi kita juga tidak serta-merta mengerjakan sendiri dalam praktik-praktik yang tidak diajarkan agama. Artinya bahwa, agar kita tidak mudah mengafirkan, menyalahkan, dan lebih bijak menyikapi perbedaan. Selain itu, kita juga punya landasan terhadap amaliah-amaliah NU itu sehingga memantapkan kita dalam mengerjakannya,’’ ungkapnya.

Hadir dalam pengajian itu antara lain Ketua Fatayat NU Tangsel Nurul Mudrika, Ketua Fordaf Fatayat NU Tangsel Iffaty Zamimah, dan Ketua Divisi Dakwah Fatayat NU Tangsel Atifatul Uyun.

Kontributor: Mona Rosdiana, M. Najib Tsauri


Banten Raya Terbaru