Banten Raya

IPNU-IPPNU Kota Tangerang Galang Aksi Cegah Perundungan di Lingkungan Pendidikan

Senin, 16 Desember 2024 | 23:02 WIB

IPNU-IPPNU Kota Tangerang Galang Aksi Cegah Perundungan di Lingkungan Pendidikan

Penyuluhan dan sosialisai pencegahan perundungan di MA Jabal Nur. (NUOB/Arfan)

Kota Tangerang, NU Online Banten
Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kota Tangerang Ariq Hasanudin menyampaikan, sosialiasi dan penyuluhan anti perundungan merupakan ikhtiar pihaknya sebagai pelajar NU. Setelah diluncurkannya satuan tugas (Satgas) Penggerak Anti Perundungan (Pentungan) sebagai upaya dalam menekan angka kekerasan di lingkungan pendidikan.

 

"Ini menjadi komitmen IPNU-IPPNU Kota Tangerang mencegah perundungan untuk menekan angka kekerasan di lingkungan pendidikan," katanya saat Penyuluhan dan Sosialisasi Anti Perundungan, di Madrasah Aliyah Jabal Nur, Senin, (16/12/2024)

 

Ia berharap, kegiatan ini bisa dilakukan ke setiap sekolah di Kota Tangerang. Menurut Ariq, isu pencegahan pendidikan masih dianggap sepele. Padahal, isu ini menjadi pintu penyebab kekerasan di lingkungan sekolah. Disamping itu, kegiatan ini juga bisa didukung oleh berbagai stakeholder, terutama pemerintah daerah.

 

"Masih ada yang menganggap isu ini sepele, padahal dampaknya sangat luar biasa. Karena pencegahan perundungan perlu dukungan semua pihak, terutama pemerintah daerah dan stakeholder lainnya," tandas Ariq.

 

Sementara, Pengasuh Pondok Pesantren Jabal Nur, KH Khoirul Fatihin, menegaskan pentingnya menjaga ukhuwah islamiyah. Serta melarang keras perilaku perundungan dalam bentuk apa pun. Menurut beliau, ajaran agama secara tegas melarang tindakan memberi laqob atau julukan yang tidak disukai oleh orang lain.

 

“Masalah perundungan dilarang oleh agama, bahkan Allah melarang kita membuat laqob atau julukan kepada orang lain. Misalnya ada yang dirkulit hitam hitam lalu dipanggil dengan sebutan kurang baik. Mengganti nama seseorang dengan julukan yang tidak diridai olehnya termasuk perbuatan fasik,” jelas Kiai Khoirul Fatihin.

 

Ia juga mengingatkan, bahwa perintah Allah SWT begitu jelas kepada umat muslim untuk saling menghormati, baik dari segi ucapan, maupun perilaku. Tidak hanya dalam tindakan fisik, bahkan pemberian julukan yang menyakitkan hati pun tidak diperbolehkan dalam Islam.

 

“Apalagi sampai tindakan fisik. Jika julukan saja dilarang, maka sudah seharusnya kita menghindari segala bentuk perundungan, baik verbal maupun fisik,” tambahnya.

 

Kiai Khoirul Fatihin berharap melalui pemahaman ini, seluruh santri dan masyarakat dapat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan saling menghormati. Dengan demikian, lingkungan pesantren dapat menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh dengan nilai-nilai persaudaraan Islam.

 

Disisi lain, Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), Badrus Samsul Fata, menyampaikan, merujuk data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ditemukan sebanyak 2.355 kasus pelanggaran perlindungan anak, di mana 861 kasus terjadi di lingkungan satuan pendidikan sepanjang tahun 2023, dan mengalami peningkatan hingga akhir tahun 2024.

 

"Bermula dari perundungan di sekolah, baik fisik maupun verbal, hingga berujung pada kekerasan. Sebanyak 80 persen terjadi di sekolah umum dan 20 persen terjadi di sekolah keagamaan," ungkapnya saat Penyuluhan dan Sosialisasi Anti Perundungan, di Pondok Pesantren Jabal Nur, Senin, (16/12/2024)

 

"Alhamdulillah, lembaga pendidikan keagamaan mencatat angka perundungan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan adanya ajaran agama, moral, serta panduan dari kiai atau guru kita atas teladan Rasulullah SAW yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari," imbuh Dosen STAI Bina Madani ini.

 

Dalam sosialisasi ini, Badrus menjelaskan perbedaan antara gojlokan dan bullying. Menurutnya, gojlokan atau bercanda biasa tidak menjadi masalah selama tidak berulang-ulang dan tidak dilandasi niat kebencian. Namun, jika dilakukan terus-menerus dengan kebencian, maka itu termasuk perundungan yang harus dicegah, terlebih, di era digital saat ini.

 

"Perilaku bullying melalui gadget dan media sosial jika terus-menerus dikonsumsi tanpa pengawasan dapat memberikan pengaruh buruk. Oleh karena itu, pencegahan perlu dilakukan, terutama di lingkungan pesantren, agar perilaku ini tidak semakin meningkat," tandas Peneliti Senior Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) ini.

 

Kendati begitu, Kepala Seksi Madrasah (Kasi Penma) Kementerian Agama Kota Tangerang, Abdurrahman, memberikan apresiasi tinggi terhadap kegiatan sosialisasi pencegahan perundungan yang diselenggarakan oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), IPNU-IPPNU dan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) PCNU Kota Tangerang.

 

“Kegiatan ini sangat positif dan patut diapresiasi. Pencegahan perundungan adalah upaya yang harus dilakukan secara masif dan kolaboratif. Karena telah menunjukkan komitmen yang luar biasa dalam melindungi generasi muda kita dari perilaku bullying,” ujar pria yang akrab disapa Haji Oman ini.

 

Lebih lanjut, ia menyampaikan, bahwa lembaga pendidikan keagamaan, termasuk madrasah dan pesantren, memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa melalui pendekatan nilai-nilai agama. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan semua pihak, baik tenaga pendidik, orang tua, maupun siswa, dapat memahami perbedaan antara bercanda sehat dan perilaku perundungan yang merugikan.

 

“Pendidikan keagamaan memiliki keunggulan dalam menanamkan akhlak mulia dan nilai-nilai moral yang kuat. Jika nilai-nilai ini ditanamkan sejak dini, maka perilaku perundungan dapat diminimalisir,” tambahnya.