Banten Raya

Kode Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, Peduli Fakir-Tidak Jadi Pendusta

Rabu, 16 Oktober 2024 | 10:31 WIB

Kode Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, Peduli Fakir-Tidak Jadi Pendusta

Ngaji Kitab Syarhun Lathifun yang diampu Ketua LBM PCNU Tangsel Kiai Muhammad Hanifuddin (kiri) di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (15/10/2024) malam. (Foto: NUOB/Mutho)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan Kiai Muhammad Hanifuddin mengatakan, peduli sesama, khsususnya kepada anak yatim, fakir, miskin, dan orang yang membutuhkan, ditekankan oleh pendiri NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Juga tidak jadi pembohong atau pendusta, apalagi saat mengurus NU. Kode atau pesan itu dapat dilihat dalam kumpulan hadits yang dipilih, yakni hadits ke-14 dalam salah satu karyanya,  Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama.


’’Pelajaran yang dapat diambil dari syarah kitab tersebut, menjelang hari akhir, kiamat, banyak pendusta agama, tidak simpati dan empati kepada orang fakir dan miskin,’’ ujar
pria yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, tersebut saat ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Lantai 2 Graha Aswaja NU Tangerang Selatan (Tangsel), Ciputat, Tangsel, Selasa (15/10/2024) malam.

 


Hadits yang disajikan dari Sahabat Jabin bin Samurah yang diriwayatkan Imam Muslim. Inna baina yadayis sa’ati kadzdzabina fahdzaruhum. Artinya kurang lebih, sesungguhnya di antara tanda hari kiamat adalah banyaknya pendusta, maka takutlah. ’’Dalam syarah atau penjelasan hadits diterangkan, hal tersebut menunjukkan di antara syarat kiamat adalah tampaknya banyak pendusta. Di antara kemungkinan yang dimaksud adalah banyak kebodohan dan sedikit ilmu. Kemungkinan lain, mendustakan agama seperti dalam Surat Al Ma’un. Bisa juga maksudnya adalah adanya orang mengaku Nabi setelah Nabi Muhammad dan kemungkinan lain mengajak menuruti hawa nafsu dan keyakinan yang salah,’’ ungkap pria yang hobi wayang itu di hadapan jamaah, termasuk Ketua PCNU Tangsel H Abdullah Mas’ud.


Oleh karena itu, umat Islam hendaknya bersiap membentengi diri di antaranya dengan ilmu dan memahami sehingga tidak terbelok. Berpegang Ahlussunnah wal Jama’ah. ’’Khususnya Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah,’’ imbuh pria asal Sragen, Jawa Tengah, itu. 



Selain hadits tersebut, malam itu juga dibahas hadits ke-15, dari Sahabat Mu’adz bin Jabal dan diriwayatkan Imam Thabrani. ’’Hadits ini menekankan agar menyembunyikan kesuksesan karena setiap orang yang diberi kenikmatan itu ada orang yang hasud, dengki. Ini bukan kontraproduktif dengan tahadduts bin ni’mah, karena dalam syarah diterangkan, lebih kepada proses menuju sukses. Kalau tahadduts bin ni’mah sudah berupa hasil. Tahaddust bin ni’mah ini juga tidak hanya omongan saja, tapi lebih dari itu, bersyukur dengan menampakkan dampaknya, seperti dapat rezeki lalu bersedekah,’’ terang dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah Jakarta di Ciputat, Tangsel, tersebut yang malam itu mengupas halaman 50 hingga 54.


Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini digelar setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang malam itu dipimpin Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Tangsel Kiai Himam Muzzahir.



Perlu diketahui juga, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jam’iyyah NU itu, memiliki kekhasan. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.


Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah  Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai pondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.



Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)