• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 16 Mei 2024

Keislaman

Al-Qur'an itu Qothi' Tsubuti

Al-Qur'an itu Qothi' Tsubuti
Ilustrasi. (Foto: NU Online)
Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Al-Qur'an itu wahyu dari Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada ‎Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dan diperuntukkan untuk ‎umat manusia sebagai petunjuk, sebagai hujjah, dan sebagai rahmat. ‎Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang qodim (dahulu) juga disebut Kalam ‎Nafsi, yaitu kalam Allah yang tidak berhuruf, tidak berharkat, tidak ‎juga bersuara. ‎
‎ 

Bahasa Al-Qur'an itu bahasa yang sama dengan Arab, tetapi bukan ‎bahasa Arab. Bahasa Al-Qur'an mengandung makna tafsir juga ‎mengandung maksud (murod) tertentu yang orang biasa tidak bisa ‎memahami kecuali bagi hamba Allah yang memiliki kategori ulul ‎albab. Secara lafadz (kata) dari setiap ayat dalam Al-Qur'an punya arti, ‎dan mengandung banyak tafsir, di setiap huruf dari lafadz tersebut ada ‎makna simbolik, dan ada makna yang khusus, hanya Allah saja yang ‎tahu. ‎
‎ 

Pengertian
Menurut Syekh Ali al-Shobuni dalam kitabnya At-Tibyan fi Ulumi Al-‎Qur’an mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: ‎
‎ 

القران هو كلام الله المعجز المنزل على خاتم الانبياء والمرسلين بواسطة الأمين جبريل عليه ‏السلام المكتوب في المصاحف المنقول الينا بالتواتر المتعبد بتلاوته المبدوء  بسورة ‏الفاتحة المختتم بسورة الناس‎ ‎
‎ 

Sedangkan Syekh Ali Hasbullah dalam kitabnya Ushul at-Tasyri' al-‎Islami mendefinisikan Al-Qur'an: ‎
‎ 

القران هو كلام الله تعالى المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم بلسان عربي تبيانا لما به ‏صلاح للناس في دنياهم واخراهم‎ ‎
‎ 

Al-Qur'an Dalil Qoth'i
Semua isi dari Al-Qur'an adalah qoth'i tsubuti, suatu kepastian ‎kedudukan Al-Qur'an sebagai sumber utama agama Islam, sebagai ‎rohnya Islam. Keqoth'ian Al-Qur’an menjadikannya sebagai dalil ‎utama dan pertama dalam hirarki dalil-dalil lainnya yang menjadi ‎penopang kuat ajaran Islam. ‎
‎ 

Al-Qur'an juga bersifat qoth'i addilalah karena ayatnya mengandung ‎petunjuk yang benar dan pasti, tentang pokok pokok keimanan atau ‎pokok agama (ushuluddin), kepastian Al-Qur’an terkait ketentuan ‎hukum syara, seperti halal, dan haramnya suatu perkara, tidak banyak ‎makna karena keqothi'an dari ayat yang menunjukkan qoth'i ‎addilalah tersebut. ‎
‎ 

Dalam Al-Qur'an tidak semua qoth'i addilalah semata, akan tetapi ada ‎pula dhonni addilalah, ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk dhonni ‎addilalah tersebut tentu banyak makna, ada banyak dugaan makna ‎atas lafadz dari suatu ayat yang digolongkan sebagai yang dhonniyah. ‎
‎ 

Bisa kemungkinan dari ayat mengandung makna musytarak (banyak ‎arti), atau lafadz yang masih 'aam (umum), ada yang termasuk khos ‎‎(khusus), ada pula bermakna muthlaq yaitu berlaku umum pasti dan ‎tidak bisa diubah-rubah, juga muqoyyad, suatu ayat yang masih bisa ‎dikaitkan atau terkait pada muqtadlol hal, atau dikaitkan pada sebab ‎musabab, terkait juga pada arodl (sifat sesuatu), dan terkait pada ‎akibat. Biasanya ayat Qur'an yang termasuk dhonni addilalah ini bisa ‎dinasakh (diganti atau disalin) dengan ayat lainnya, meski yang telah ‎ternasakh tetap berlaku. ‎
‎ 

Al-Qur'an itu Qiroah (bacaan)
Ibadah yang utama termasuk di antaranya membaca Al-Qur'an, ‎karena itu Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang dibaca secara variatif, ‎tartil, indah, dan mampu menggetarkan hati. ‎
‎ 

Membaca Al-Qur'an juga menggunakan seninya agar enak didengar, ‎indah dirasakan. Ini kemudian disebut seni tilawah. Meski harus tetap ‎berpegangan pada qiroah masyhur yang disanadkan oleh para imam ‎qiroah yang berjumlah 7 imam yang dikenal mutawatir. Para imam ‎qiroah inilah yang sangat menjaga keotentikan Al-Qur’an sebagai ‎wahyu Allah untuk penutup para Nabi. ‎
‎ 

Saat Rasulullah masih hidup, wahyu dari Allah yang  diterimanya ‎masih berupa suara yang kemudian ditulis oleh para sahabat terutama ‎sahabat Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Haritsah, Ibnu Abbas, ‎dan lainnya di media tulisan berupa daun kurma, kulit onta, tulang ‎belulang dan dedaunan lainnya. Itupun masih berupa huruf yang ‎tersusun menjadi lafadz tanpa rasm, tanpa syakl atau tanpa harkat. ‎
‎ 

Ada banyak riwayat hadits sahih yang menerangkan keutamaan ‎membaca Al-Qu’an, satu di antara yang paling populer adalah riwayat ‎dari Ibnu Mas’ud:‎
‎ 

عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ ‏كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ ‏حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ‎.‎
‎ 

Artinya: ’’Kata Abdullah ibn Mas‘ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi ‎wasallam bersabda, ’’Siapa saja membaca satu huruf dari Kitabullah ‎‎(Al-Qur'an), maka dia akan mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu ‎kebaikan dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. Aku tidak ‎mengatakan alif lâm mîm satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, lâm ‎satu huruf, dan mîm satu huruf.’’ (HR. At-Tirmidzi)‎
‎ 

Al-Qur'an Itu Ayat Tafsir
Dari para sahabat Rasulullah itulah, sanad Al-Qur'an, baik bentuk ‎ayatnya maupun bacaan ayatnya diajarkan kepada para tabiin dengan ‎sanad yang tersambung langsung. Dari generasi tabiin yang telah ‎diajarkan oleh para sahabat Rasulullah yang utama itu maka ‎bermunculan ahli-ahli tafsir di sejumlah pusat-pusat penyebaran dan ‎pengajaran Islam, semisal di Irak, Makkah, dan Madinah.‎

‎ 
Berdasarkan hadits inilah kemudian di abad kedua hijriah ‎bermunculan ahli tafsir. ‎
‎ 

لمَّا نزلت الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ شَقَّ ذلِكَ علَى المسلِمينَ فقَالوا : يا رسولَ ‏اللَّهِ وأيُّنا لا يظلِمُ نفسَهُ ؟ قالَ : ليسَ ذلِكَ إنَّما هوَ الشِّركُ ألَم تسمَعوا ما قالَ لقمانُ لابنِهِ : ‏يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ‏‎.‎
‎ 

Di antara para ahli tafsir terkemuka, lantas tersebutlah tiga yang ‎utama, yang karya-karya kitabnya telah memberikan pengaruh besar ‎bagi ulama mufassirin berikutnya. Mereka adalah Muhammad bin ‎Jarir Ath-Thabari (224 - 310 H), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad ‎Al-Qurtuby (w 671 H), dan Imaduddin Abul Fida' Ismail bin Amr bin ‎Katsir (w 774 H). ‎
‎ 

Penutup
Agama Islam didasarkan pada Al-Qur’an, yaitu wahyu Allah yang ‎diturunkan kepada Nabi Muhammad, nabi akhir zaman, penutup nabi ‎dan rasul. Juga Al-Qur'an adalah pedoman umat manusia terutama ‎umat Islam, karena Al-Qur’an adalah sintesa akhir dan pamungkas dari ‎sekian wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi dan atau rasul ‎sebelumnya. ‎
‎ 

Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten; Ketua PW ‎Rijalul Ansor Banten; Sekretaris Komisi HAUB MUI Banten; Idaroh ‎Wustho Jatman Banten
 


Keislaman Terbaru