• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 5 Mei 2024

Keislaman

Bolehkah Uang Wakaf Guna Pembangunan Masjid Digunakan untuk Upah Pekerja?

Bolehkah Uang Wakaf Guna Pembangunan Masjid Digunakan untuk Upah Pekerja?
Ilustrasi. (NUO)
Ilustrasi. (NUO)

SEPERTI pernah diangkat oleh NU Online, para ahli fiqih mendefinisikan wakaf sebagai praktik sedekah harta secara permanen dengan membekukan pemanfaatannya (tasaruf) untuk hal-hal yang diperbolehkan syariat. Semisal mewakafkan tanah untuk yayasan tertentu—status wakaf ini menjadikan tanah tersebut tidak diperbolehkan untuk dijual atau dihibahkan, pengelolanya hanya diperkenankan mengatur pemanfaatan tanah tersebut untuk kemaslahatan yayasan.   



Ulama sepakat bahwa wakaf merupakan ibadah yang dianjurkan syariat. Sebelum ijma (konsensus ulama), terdapat banyak dalil yang menjelaskan pensyariatan dan keutamaan wakaf.  Di antaranya firman Allah:


 

   لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ  فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ  

 

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran: 92)

 


Sahabat Abu Thalhah saat mendengar ayat tersebut bergegas mewakafkan kebun “Bairuha”, kebun kurma miliknya yang paling disukai. Nabi pun sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Abu Thalhah, hingga beliau bersabda “Bagus sekali. Itu adalah investasi yang menguntungkan (di akhirat)” (HR Al-Bukhari).  

Nabi bersabda:

 


  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ  صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ    



“Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim).  



Anak saleh yang dimaksud dalam hadits tersebut minimal adalah seorang Muslim yang mendoakan kedua orang tuanya. Lebih sempurna lagi bila ia juga merupakan pribadi yang memenuhi hak-hak Allah dan hamba-hamba-Nya, saleh secara spiritual dan saleh secara sosial.   



Menurut para ulama sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya) dalam konteks hadits di atas, diarahkan kepada makna wakaf, karena wakaf adalah satu-satunya bentuk sedekah yang dapat dimanfaatkan secara permanen oleh pihak penerimanya, sebab syariat memberi aturan agar benda yang diwakafkan dibekukan tasarufnya; murni untuk dimanfaatkan oleh pihak yang diberi wakaf. Semisal mewakafkan tanah menjadi masjid, pahalanya akan terus mengalir untuk pewakaf seiring dengan kelestarian pemanfaatan masjid oleh orang-orang Islam selaku pihak yang berhak memanfaatkan masjid tersebut.   Hal ini berbeda dengan sedekah atau hibah biasa, misalnya menghibahkan tanah kepada pihak tertentu, pahalanya tidak dapat dijamin bisa lestari, sebab bisa saja pihak penerima hibah menjualnya. Di sisi lain, kepemilikan tanah tersebut menjadi hak penerima hibah, berbeda dengan harta wakafan yang status kepemilikannya kembali kepada Allah.



Pembaca yang dimuliakan Allah. Kali ini NU Online Banten menyuguhkan pertanyaan, bagaimana pendapat muktamar tentang uang wakaf guna pembangunan masjid digunakan untuk pengongkosan upah pekerja pembangunan, bolehkah?



Muktamar Nahdlatul Ulama ke-4 di Semarang, Jawa Tengah, yang dilaksanakan 14 Rabius Tsani 1348/19 September 1929, seperti dikutip dari Juz Awal Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Mu’tamirat Nahdlatil Ulama, Kumpulan Masalah Diniyah dalam Muktamar Nahdlatul Ulama PBNU, Penerbit CV Toha Putra Semarang, menjawab sebagai berikut:



Boleh, karena penggunaan demikian itu telah menjadi kebiasaan yang berlaku.

Rujukan: Kitab Fatawi Kubra Bab Wakaf

 


نعم يجوز لان التصرف لذلك من العرف العام المطرد . قال فى الفتاوى الكبرى فى باب الوقف ما نصه: (وسئل) عن مال موقوف لم يدر على اى جهة لكن اشتهر واستفيض انه موقوف على كذا وجرت نظاره على ذلك من قديم الزمان فهل يجب على الناظر المتأخر اتباعهم فى ذلك (فاجاب) يجب صرفه على ماجرت به عادة الاولين فيه ويجرى على الحال المعهود من اهل ذلك المحل فيه من غير نكير من عمارة وغيرها ويتبع فى جميع ذلك العرف المطرد العام المعلوم فيما تقدم الآن من غير نكير فان العرق المطرد بمنزلة المشروط كما قاله العز عبد السلام وغيره ويحمل ذلك المتعارف على الجواز والصحة اه.


Wallahu a’lam bisshawab


Keislaman Terbaru