Presiden Konfederasi Sarbumusi: Tapera Bisa Mengubur Mimpi Buruh Punya Rumah
Jumat, 31 Mei 2024 | 23:51 WIB
Banten, NU Online Banten
Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) angkat bicara soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Menurut organisasi buruh yang didirikan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dalam upaya memberi perlindungan kepada kaum buruh itu, Tapera dapat semakin menjauhkan mimpi buruh untuk memiliki rumah. Tapera dinilai dapat mengubur mimpi buruh mempunyai rumah.
’’Beban pengeluaran buruh yang besar dan tidak sebanding dengan kenaikan upah tahunan akan semakin bertambah berat dengan iuran program Tapera,’’ ujar Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin dalam keterangan tertulis yang diterima NUOB, Kamis (31/5/2024) malam.
Dijelaskan, sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan PP No 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). PP tersebut mengatur agar pekerja membayar iuran untuk perumahan dengan ketentuan iuran sebesar 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja. Sementara untuk pekerja mandiri sebesar 3 persen dan ditanggung sendiri.
Irham melihat adanya perhatian dari pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah seperti buruh untuk memiliki hunian, tetapi langkah yang diambil tidak tepat dan justru akan berpotensi semakin membebani buruh.
“Program Tapera ini baik dari sisi normatif, tetapi membebani buruh dalam praktik pelaksanaannya nanti. Kenaikan upah minimum tidak sebanding dengan kebutuhan hidup layak buruh saat ini. Selain itu, kebutuhan buruh akan rumah adalah kebutuhan saat ini, bukan kebutuhan untuk 20 atau 30 tahun mendatang ketika iuran Tapera mereka bisa diambil,” terangnya.
Irham menambahkan, dalam PP No 21 Tahun 2024 juga belum mengatur penghitungan nominal yang akan didapatkan buruh nantinya. “PP baru tentang Tapera ini tidak menjelaskan entitlements apa saja yang akan didapatkan buruh nantinya. Apakah hanya akumulasi 3 persen dari kontribusi buruh dan pemberi kerja, atau ada penyertaan dan dari pemerintah dan/atau dana tambahan dari pengelolaan BP (Badan Pengelola) Tapera. Hal ini tentu dapat berpotensi adanya misconduct dalam pelaksanaan program ini,” terangnya.
Penghitungan yang ada di peraturan pemerintah, lanjutnya, juga tidak jelas dasar penghitungannya. Secara nominal tidak dijelaskan secara rinci rumah seperti apa yang akan didapatkan pekerja nantinya. ’’Skema menyediakan rumah melalui skenario hipotek konvensional atau penyediaan rumah bersubsidi jauh lebih baik dan masuk akal karena bisa langsung dinikmati oleh pekerja,’’ jelasnya.
Oleh karena itu, Konfederasi Sarbumusi memberikan saran kepada pemerintah untuk program pemenuhan kebutuhan hunian untuk buruh melalui dua strategi. “Pertama, optimalisasi fungsi BPJS Ketenagakerjaan melalui program manfaat layanan tambahan (MLT) yang di dalamnya mencakup rumah buruh serta perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang inklusif, termasuk bagi buruh informal,’’ ungkapnya.
Selain itu, melalui penguatan program perumahan rakyat oleh negara melalui skema pembiayaan khusus atau skema khusus untuk buruh dengan penghasilan rendah. ’’Ini lebih visible dibanding dengan mengumpulkan dana dari buruh di depan dan baru akan diambil setelah sekian tahun. Ini belum lagi mempertimbangkan kenaikan lahan dan bahan bangunan dalam 10-30 tahun mendatang, sehingga bisa jadi dana yang diiur buruh melalui Tapera tidak akan ada nilainya,” imbuhnya.
Jika pemerintah tetap memberlakukan PP Tapera tersebut, Konfederasi Sarbumusi mengingatkan adanya risiko instabilitas ekonomi di masa depan dan adanya public distrust terhadap pengelolaan dana publik. “Kondisi ekonomi global saat ini penuh ketidakpastian dan fragile. Globalisasi, perubahan iklim, postur demografi dan situasi geopolitik serta keamanan global akan membuat dana iuran buruh ini akan berada dalam situasi ketidakpastian dan rentan,” ungkapnya.
Disebutkan dalam PP, kata Irham, Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. ’’Jika jangka waktu minimal iuran yang diberlakukan selama 20 tahun, maka kepemilkan rumah oleh pekerja akan sangat sulit direalisasikan. Mengingat adanya risiko inflasi dan ketidakpastian ekonomi di masa depan. Kebutuhan buruh akan hunian adalah kebutuhan saat ini. Bukan kebutuhan yang bisa ditunda 20-30 tahun lagi. Mimpi buruh punya rumah jangan semakin dikubur,’’ tegasnya. (*)
Terpopuler
1
Menyemai Kader IPNU-IPPNU Curug melalui Makesta III
2
Coffee Morning dan Bersih-Bersih Masjid Sudah, Kini MWCNU Serut Siap Gelar PD-PKPNU Lagi
3
Dari PD-PKPNU Angkatan II PCNU Lebak, Sebarkan NU, Jangan Malu
4
Sekretaris PWNU Banten: Kader NU Harus Menjadi Katalis Global
5
Ketum PBNU: Butuh Konsolidasi Gerakan untuk Mencapai Kemaslahatan
6
Khutbah Jumat: Asyura
Terkini
Lihat Semua