• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 29 April 2024

Opini

Kesalehan Anak dan Kekeramatan Ibu

Kesalehan Anak dan Kekeramatan Ibu
Ilustrasi Keluarga. (Foto: NU Online)
Ilustrasi Keluarga. (Foto: NU Online)

Sosok ibu begitu melegenda sepanjang masa, karena ia adalah ‘pengandung’ ‎keberlangsungan umur bumi. Tak cukup tinta dalam menulis peran ibu, tak ‎cukup kata dalam menceritakan laku kehidupannya, hingga Al-Qur’an pun ‎mengabadikannya dalam firman Allah dalam Surat Luqman Ayat 14, ‎‎“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-‎tambah.” Ayat tersebut berisikan nasihat Luqman kepada anaknya untuk ‎senantiasa berbakti kepada orang tua, terutama ibu karena telah susah ‎payah dalam mengandung. Kesusahpayahan juga berlanjut ketika seorang ‎ibu menyusui seperti tercermin dalam Surat Al-Baqarah: 233, “Para ibu ‎hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi ‎yang ingin menyempurnakan penyusuan.” Para ulama berkesimpulan, ‎bahwa waktu minimal ibu mengandung adalah 6 bulan. Seperti ditegaskan, ‎‎“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS Al-‎Ahqaf:15). Ayat ini berkepahaman bahwa jika dihitung total waktu dari ‎mengandung hingga menyapih adalah 30 bulan. Jika waktu menyapih ‎adalah 2 tahun, yang artinya sama dengan 24 bulan, maka diperlukan ‎waktu 6 bulan bagi seorang ibu untuk mengandung. Sebuah pengorbanan, ‎penuh kesusahpayahan yang berkepanjangan.‎

‎ 
Gambaran tersebut adalah, bukti keramat seorang ibu yang wajib dijunjung ‎tinggi oleh mereka yang terlahir dari rahimnya. Kebaikan-kebaikan harus ‎terus ditebar dan disuguhkan kepada seorang ibu. Allah memberikan ‎panduan bagaimana bersikap kepada orang tua, ketika masih hidup seperti ‎pada Surat Al-Isra’ Ayat:23-24, yakni dengan berbuat baik, memelihara ‎dan mengasuh, tidak berkata ‘ah’ atau ketika mereka sudah renta dan buang ‎air besar, hendaknya kita tidak menutup hidung lantaran jijik dengan ‎kotoran mereka, berkata dengan lemah lembut, tidak membentaknya. ‎Intinya, memperlakukan orang tua dengan penuh kasih sayang, ‎sebagaimana mereka menyayangi dan mendidik kita pada saat kecil. ‎Meskipun memang perbuatan baik kita terhadap orang tua—terutama ibu—‎tidaklah mungkin akan sebanding dengan pengorbanannya. ‎

‎ 
Rasulullah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Umar ‎menceritakan ketika Nabi ditanya oleh seorang laki-laki yang hendak ‎berjihad. “Apakah engkau memiliki kedua orang tua?, Tanya Rasulullah, ‎‎“Iya”,  Kata laki-laki tersebut. Apa kata Rasulullah? “Pada diri kedua ‎orang tuamu, maka berjihadlah.” Imam Nasr bin Muhammad bin Ibrahim ‎al-Samaqandi, menerangkan bahwa hadits ini menunjukkan berbuat baik ‎kepada orang tua lebih utama daripada jihad fi sabilillah, karena ‎sesungguhnya Nabi Muhammad memerintahkan untuk meninggalkan jihad ‎dan mengganti dengan sibuk bergumul sembari berbuat baik kepada orang ‎tua. Begitu juga dengan menaati orang tua agar tidak berperang ketika tidak ‎mendapatkan izin (Kitab Tanbihul ghafilin, hal: 65).‎

‎ 
Ketika orang tua telah meninggal pun, kewajiban berbakti kepada mereka ‎masih melekat kepada para anaknya. Seorang laki-laki dari Bani Salamah ‎mendatangi Rasulullah, dan menceritakan bahwa kedua orang tuanya telah ‎meninggal. “Apakah kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua saya ‎masih melekat? Rasulullah menjawab, “iya” seraya mengatakan ‎mohonkanlah ampun dengan membaca istigfar, menunaikan janji-janji yang ‎belum terpenuhi, memuliakan sahabat-sahabat mereka, dan meneruskan ‎menyambung silaturahim keduanya (Kitab Tanbihul ghafilin, hal: 69)‎
‎ 

Akhirnya, manusia tak akan pernah bisa memilih dari rahim mana ‎dilahirkan. Tetapi, satu hal yang pasti, ibu adalah wanita terhebat yang ‎pernah terlahir demi menjaga keberlangsungan umur bumi. Berbaktilah ‎dengan tulus kepada kedua orang tuamu (ibu), karena cepat atau lambat ‎engkau akan mendapatkan kejutan-kejutan dari Allah dan menjadilah ‎bagian dari warisan terbesar dalam sejarah dari kedua orang tuamu—anak ‎saleh.‎

‎ 
Masya Allah

‎ 
Wallahu a’lamu bisshawab
‎ 

K Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah Majelis Wakil ‎Cabang NU Bayah; Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak; Pengurus MUI ‎Kabupaten Lebak; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot & Sabilillah dan ‎Madrasah Aliyah Nahdlatul Muslimin Kudus; serta Universitas Diponegoro ‎Semarang.‎


Opini Terbaru