• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 3 Mei 2024

Opini

Mencintai Rasul Paripurna

Mencintai Rasul Paripurna
Ilustrasi. (Foto: NU Online)
Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Dalam ajaran Islam dikenal adanya rukun iman. Kepercayaan kita kepada para Rasul—termasuk ‎Baginda Sayyidina Muhammad—adalah rukun keempat dari enam rukun iman yang harus ‎dipercayai oleh seorang Mukmin. Jadi, sebagai seorang Muslim yang Mukmin wajib mencintai ‎Sayyida Muhammad. Lantas, mengapa kita harus mencintai beliau melebihi cinta terhadap diri ‎kita sendiri?‎

‎ 
Cinta kasih Baginda Rasulullah kepada umat-Nya memang tidak diragukan lagi, bahkan terhadap ‎umat manusia karena eksistensi Rasulullah diutus oleh Allah adalah sebagai rahmat bagi alam ‎semesta. “wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil’aalamiin”. Beliau diutus bukan hanya kepada ‎manusia, tetapi juga kepada kaum Jin dan kaum Malaikat. Sebagai utusan paripurna Allah, ‎Baginda Rasulullah jelas dibekali dengan piranti-piranti kemanusiaan, sebagai manusia dan juga ‎sebagai Rasul. Baginda adalah manusia, tetapi tidak seperti manusia. Ini artinya, Rasulullah ‎memiliki sifat manusia, seperti; makan, minum dan sakit. Tetapi, memiliki sifat-sifat extraordinary ‎yang tidak dimiliki manusia biasa, karena Baginda Nabi adalah utusan dan kekasih Allah. Pujian ‎atas sifat dan perilaku Baginda Nabi datang dari para Nabi dan Rasul terdahulu, para Malaikat ‎bahkan dari Allah dengan firman-Nya dalam Al-Quran “Wa innaka la’alaa Khuluqin ‘Adzim” ‎‎(Sesungguhnya Engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung).‎
‎ 

Bagaimana sejatinya akhlak Baginda Nabi?‎
Banyak sekali akhlak Nabi Muhammad yang patut dianut dan diteladani. Akhlak Baginda Nabi ‎adalah Al-Qur’an. Satu akhlak Nabi Muhammad adalah kasih sayang (cinta kasih) kepada ‎manusia (umat Islam). Dalam sejarah disebutkan ketika dalam perjuangan menyebarkan agama ‎Islam sepeninggalan pamannya, Abu Tholib dan istri Nabi, Khadijah, dan pemboikotan kaum ‎Quraisy terhadap Bani Hasyim (Rasulullah) selama tiga tahun, tidak ada lagi orang yang ‎dijadikan pelindung oleh Rasul dalam berdakwah, karena kaum kafir Quraisy dengan leluasa ‎berbuat jahat kepada Rasul dan para pengikut-Nya dengan melempari kotoran di kepala Nabi ‎ketika sedang salat di dekat Kabah sehingga Siti Fatimah sembari bercucur air mata, harus ‎membersihkan kotoran yang mereka lempar. Perlakuan keji kaum Kafir Quraisy menjadi brutal ‎hari demi hari. Sehingga, Nabi memutuskan untuk hijrah ke Tha’if dengan harapan para pemuka ‎suku Tsaqif mau menolong dan memberikan perlindungan kepada Nabi dan kaum Muslimin. ‎

‎ 
Namun, ketika Nabi tiba di kota tersebut, bukannya penyambutan hangat yang didapat, ‎melainkan perlakuan yang tak kalah brutalnya dengan yang dilakukan oleh kaum Kafir Quraisy. ‎Mereka mengejar dan melempari Rasulullah dengan batu, sehingga kaki terluka dan berdarah. ‎Setelah itu, Nabi menyingkir dan berlindung di sebuah kebun milik seorang tokoh Quraisy, Utbah ‎bin Rabiah. Sembari mengusap keringat dan menyeka darah yang keluar dari kaki, Rasulullah ‎berdoa dengan lirih memohon pertolongan dari Allah. ‎

‎ 
Tak lama kemudian, Malaikat Jibril datang membawa pesan. “Wahai Muhammad, Tuhan-Mu ‎menyampaikan salam kepada-Mu dan Malaikat yang mengurus gunung-gunung telah ‎diperintahkan oleh Allah untuk mematuhi seluruh perintahmu.” Dan, malaikat penjaga gunung ‎pun berkata, “sesungguhnya Allah telah memerintahkanku untuk berkidmat kepadamu. Jika ‎engkau mau akan kujatuhkan gunung itu kepada mereka. Jika engkau mau akan kulempari mereka ‎dengan bebatuan. Dan, jika engkau mau akan kuguncangkan bumi di bawah kaki mereka.” ‎Tetapi, apa jawaban Rasulullah dalam keadaan terjepit dan membutuhkan pertolongan, ‎sedangkan malaikat sudah mengiyakan? “ Wahai malaikat gunung, aku datang kepada mereka ‎karena berharap mudah-mudahan akan keluar dari keturunan mereka, orang-orang yang ‎mengucapkan La Ilaha Illallah.” Malaikat gunung pun menjawab, “Engkau seperti disebutkan ‎oleh Tuhanmu, sangat penyantun dan penyayang.”‎

‎ 
Dari Sirah Nabawiyyah tersebut, sangat jelas cinta kasih yang Rasulullah ajarkan sungguh luar ‎biasa. Apa jadinya jika Rasul menerima tawaran malaikat penjaga gunung? Tidak akan ada ‎keturunan umat manusia yang akan mengenal Allah. Apa jadinya jika Rasulullah adalah seorang ‎pendendam, pemarah, dan tidak menyayangi umatnya? Bahkah, rasa cinta dan kasih Rasulullah ‎kepada umatnya, ditunjukkan ketika hendak menghadap Sang Khalik. Ummatii, Ummatii, ‎Ummatii (umatku, umatku, umatku). Akankah kita sebagai umat Rasulullah tidak mencintai dan ‎menyanyanginya? Berpikirlah, wahai manusia cerdas /ulul albaab?‎

‎ 
Allahumma sholli ‘ala habiibina, wa qurroti a’ayunina, wa maulana sayyidina Muhammad.‎
‎ 

Wallahu A’lamu Bisshawaab.‎
‎ 

K Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang  NU Bayah; ‎Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; Alumnus Pondok ‎Pesantren Al-Khoirot & Sabilillah dan Madrasah Aliyah Nahdlatul Muslimin Kudus; serta ‎Universitas Diponegoro Semarang


Opini Terbaru