• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Muktamar Teduh, Cerita di Balik Layar Peran Sentral Prof Nuh dan Kiai Niam dalam Persidangan 

Muktamar Teduh, Cerita di Balik Layar Peran Sentral Prof Nuh dan Kiai Niam dalam Persidangan 
Pimpinan Sidang pada forum Muktamar NU Ke-34. (Foto : Istimewa)
Pimpinan Sidang pada forum Muktamar NU Ke-34. (Foto : Istimewa)

Oleh : Abdullah Muhdi

 

Nahdlatul Ulama pada 22-23 Desember 2021 telah berhasil menyelenggarakan muktamarnya yang ke-34. Hasilnya sudah diketahui bersama, KH Miftahul Akhyar sebagai Rais Am Syuriyah PBNU dan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. 

 

Setiap muktamar memiliki dinamikanya yang khas, baik aspek teknis maupun isu-isu strategis yang dibahas. Muktamar yang ke-34 memiliki ciri khas, karena dinamika muktamar terasa sejak sebelum pelaksanaan, mulai dari penentuan waktu penyelenggaraan. 

 

Saya termasuk orang yang beruntung dapat menjadi saksi proses penyelenggaraan muktamar, mulai dari proses penyiapan materi, komunikasi informal untuk mengurai masalah yang potensial menjadi hambatan penyelenggaraan muktamar, hingga proses persidangan muktamar, mulai awal sampai akhir. Usai penutupan, saya masih bertahan di Lampung hingga Ahad 26 Desember 2021. 

 

Berikut ini catatan kecil saya selama menemani SC, khususnya Ketua dan Sekretaris SC dalam menyelenggarakan Muktamar, mulai awal hingga akhir, yang nampak maupun yang di belakang layar, behind the scane yang mungkin bermanfaat bagi muktamirin, muhibbin dan khalayak umum.

 

Ikhitar Membangun Komunikasi 

Hawa panas muktamar mulai terasa saat dilaksanakannya Munas dan Konbes NU di Hotel Sahid Jakarta pada 25-26 September 2021, khususnya terkait dengan penentuan waktu muktamar. Akhirnya disepakati waktu penyelenggaraannya pada 23 – 25 Desember 2021. Tahap berikutnya adalah soal penentuan kepanitiaan Muktamar. Sebelum Munas, PBNU sudah menyepakati kepanitiaan Muktamar, Panitia Pengarahnya Gus Yahya dan Panitia Pelaksananya Kiai Robikin Emhas. 

 

Namun, untuk menjaga netralitas panitia dan efektifitas kinerja, maka disepakati adanya perombakan. Pada 20 Oktober 2021, diselenggarakan Rapat Khusus antara Rais Am, Ketua Umum, Katib Am dan Sekretaris Jenderal PBNU membahas dan menyepakati panitia muktamar yang baru. 

 

Dengan pertimbangan netralitas dan akselerasi kinerja, maka Rapat menyepakati 4 orang untuk memegang amanah kepanitiaan; Prof Nuh dan Yai Niam sebagai Ketua dan Sekretaris SC, serta Pak Imam Aziz dan Dokter Syahrizal sebagai Ketua dan Sekretaris OC. Tanggal 27 Oktober SK Kepanitiaan secara resmi ditandatangani. Untuk mengakselerasi kinerja panitia, Yai Niam membentuk Tim Asistensi, dan saya diberi amanah sebagai koordinatornya.

 

SC terus meng-ikhtiarkan penyelenggaraan muktamar yang guyub, teduh dan sejalan dengan makna muktamar sebagai wadah permusyawaratan tertinggi organisasi. Idealnya, sebagai wadah permusyawaratan, maka muktamar harus berjalan sesuai dengan spirit musyawarah; ada kebersamaan, ada penghargaan terhadap perbedaan dengan penuh respek, membangun harmoni, penuh ukhuwwah.

 

Sebesar mungkin mencari titik temu dan menghindarkan diri dari perselisihan, pertentangan, dan syiqaq. Jika memang ada perbedaan yang tidak bisa disatukan, maka ada penghormatan atas dasar tafahum (saling memahami) dan tasamuh (mentoleransi). 

 

Dalam prakteknya, hal ideal tersebut bisa terkesampingkan karena faktor kepentingan subyektif yang bersifat kelompok. 

 

Bahkan, hasil muktamar tidak jarang membawa luka, duka, perselihisan, dan perpecahan. Ini yang terus dijaga dan dihindari oleh Panitia. Spirit kebersamaan terus menjadi tema utama dalam rapat-rapat, baik formal maupun informal.

 

Dalam upaya untuk terus merawat dan mengikhtarkan agar muktmar berjalan sesuai semangat dan spiritnya, yakni musyawarah dengan guyub dan rukun, maka SC berupaya untuk melakukan tahrir mahallin niza'; mengdentifikasi beberapa titik kritis yang potensial menjadi masalah krusial dan memicu perdebatan selanjutnya diurai dan dicarikan jalan keluar, dengan jalan al-jam' wa al-taufiq.

 

Beberapa titik kritis yang teridentifikasi antara lain; (i) penentuan validasi kepesertaan, (ii) penyusunan jadwal dan lokasi sidang-sidang, (iii) penentuan pimpinan sidang; (iv) pelaksanaan laporan pertanggngjawaban, (v) penentuan AHWA dan mekanismenya, (vi) pemilihan mide formatur; serta (vii) teknis pemilihan Ketua Umum. Untuk mengurainya, SC melalui kepemimpinan Prof Nuh dan Yai Niam membangun komunikasi dengan para pihak, khususnya yang menjadi “tim inti” calon Ketua Umum Tanfidziyah.

 

Pertemuan antar “Juru Runding” ini dilaksanakan beberapa kali di beberapa tempat. Masing-masing diwakili oleh tiga delegasi. Ada Nusron Wahid, Amin Said Husni, dan Miftah Faqih serta Ishfah Abidal Aziz. Ada juga Kiai Marsyudi Syuhud, Robikin, Andi Najmi, dan Ulil Abshor.

 

Dari ketujuh masalah tersebut, tiga masalah berhasil disepakati di pertemuan pertama. Empat masalah masih alot dan ditunda. Pertemuan berikutnya, menyepakati satu hal dan satu hal krusial, yaitu kepesertaan, dimandatkan kepada wakil-wakil Sekjen untuk menuntaskan.  Dua masalah, validasi kepesertaan serta teknis pemilihan, merupakan dua maslah yang akhirnya “lepas” dan memicu diskusi cukup panjang di forum sidang pleno pertama.

 

Diskusi terbatas tersebut tidak jarang dilksanakan dengan tensi tinggi, namun tetap terkendali dan terkonsolidasi. Prinsipnya, lebih baik panas di dalam, tapi terselesaikan, atau setidaknya terkomunikasikan.

 

Mengawal Materi 

Bukan hanya komunikasi informal untuk mengantisipasi jalannya sidang-sidang muktamar yang menjadi konsentrasi SC. Juga, mengawal materi yang sudah ditugaskan kepada masing-masing penanggung jawab komisi. Rapat-rapat konsolidasi dilaksanakan. Awalnya, salah seorang pimpinan komisi muktamar menyatakan bahwa SC itu biasanya sebagai pengarah aja, terima laporan kalau sudah beres.

 

“Tetapi SC sekarang ini hadir mengawal dan benar-benar mengarahkan. Bahkan memfasilitasi rapat-rapat hingga konsinyiring”, ujarnya. 

 

Saya pun tersenyum melihat ungkapan Sekretaris Komisi yang juga hadir full dalam pelaksanaan konsinyiring selama tiga hari untuk finalisasi materi. Kegiatan bahkan difasilitasi oleh SC, tanpa membebani panitia pelaksana. Rapat-rapat konsolidasi antara SC dengan Komisi yang ditugaskan dilaksanakan, termasuk memberikan timeline.

 

Secara internal, SC juga membagi diri dalam tanggung jawab bidang koordinasi. Namun, ternyata tidak efektif. Ada yang jalan dan ada yang tidak. Maka, rapat-rapat koordinasi dan konsolidasi langsung dipimpin Ketua dan Sekretaris SC. 

 

Strategi dan Dinamika Persidangan

Pembukaan Muktamar dilaksanakan 22 Desember di Pesantren Darussadah, pukul 9.00 hingga pukul 11. Usai pembukaan, sesuai jadwal, adalah Sidang Pleno I pukul 15.30 bertempat di Gedung Serba Guna UIN Raden Intan Bandar Lampung. Butuh kurang lebih dua jam perjalanan dari Pesantren Darussaadah. 

 

Sidang Pleno Pertama molor hampir lima jam, yang berdampak pada pergeseran agenda-agenda berikutnya. Jika tidak diantisipasi, maka muktamar dipastikan molor. Dampak lanjutnya adalah soal komitmen terhadap protokol kesehatan. SC putar otak. Usai sidang pleno pertama, Rabu, jam 23.45, SC konsolidasi untuk mengatur ulang jadwal persidangan. 

 

Kiai Niam secara khusus rapat virtual dengan Tim Persidangan, dari penginapan masing-masing. Prinsipnya, agenda harus terus dijalankan dan Muktamar tidak boleh molor. Harus ada strategi khusus. Akhirnya disepakati skenario; (i) rapat LPJ disampaikan dengan pembatasan waktu; (ii) sidang tabulasi AHWA dilakukan secara paralel dengan sidang-sidang komisi; (iii) sidang pleno Komisi dilaksanakan secara paralel dengan Sidang AHWA. 

 

Solusi ini bisa mengifisienkan waktu yang luar biasa tanpa memotong agenda masing-masing sidang. Demikian, solusi ini berdampak efisiensi waktu, tanpa mengurangi waktu pembahasan yang sudah dijadwalkan masing-masing. Skenario berjalan mulus. Tindak lanjutnya adalah mengkomunikasikan kepada OC untuk menyiapkan teknis dan perangkat pendukungnya. Alhamdulillah berhasil, meski awalnya tersendat. 

 

Jadwal tabulasi AHWA yang semula terjadwal pukul 13.00, mundur karena belum tuntasnya kepastian kepesertaan yang sebelumnya sudah dibahas, juga soal saksi proses tabulasi. Setelah proses diskusi, akhirnya tabulasi dimulai jam 15.00, dengan menerima seluruh saksi yang akan berpartisipasi. Solusi lanjutannya, tabulasi dilakukan dengan paralel di lima majelis, masing-masing dihadiri oleh saksi minimal 3 orang. Dengan demikian, pelaksanaanya bisa lebih singkat. Sebelum Maghrib sudah bisa dituntaskan.

 

Bersamaan dengan itu, sidang komisi yang membahas masalah organisasi, program, rekomendasi, dan Bahtsul Masail Waqiiyah, Maudluiyyah, dan Qanuniyah berhasil merampungkan pembahasannya. Bahkan, komisi bahtsul masail memulai pembahasan paralel dengan sidang pleno laporan pertanggungjawaban. Simple dan efisien, tanpa mengamputasi waktu dan mengurangi makna pembahasan. 

 

Kamis malam (23/12/2021), pukul 19.30 dilaksanakan Sidang Pleno pengumuman hasil tabulasi AHWA yang berasal dari usulan PW/PC/PCI serta penetapan 9 nama AHWA. Setelah penetapan, pleno meminta AHWA untuk melaksanakan sidang untuk menentapkan Rais Am PBNU dengan musyawarah mufakat. Di sela- sela persidangan AHWA, dilaksanakan sidang pleno laporan hasil sidang komisi. 

 

Sidang Pleno II dimulai yang sedianya jam 20.00 digeser ke Kamis Jam 9.00. Begitu waktu menunjukkan jam 9.00 tepat, sidang dimulai meski peserta belum kuorum. Setelah itu, sidang diskors, hingga akhirnya, penyampaian LPJ dilaksanakan 9.40. Penyampaian LPJ dan pemandangan umumnya dibatasi hingga jam 12.00. dan berjalan tepat sesuai rencana. 

 

Manajemen Waktu dan Kekompakan

Salah satu rahasia kesuksesan penyelenggaraan muktamar ke-34 NU Lampung ini, di samping soal komunikasi informal yang dibangun oleh SC sejak awal untuk mendiskusikan berbagai masalah krusial yang berpotensi menjadi titik kritis dengan para pihak, juga soal kekompakan serta kesdisiplinan pimpinan sidang.

 

Prof Nuh sebagai Ketua Sidang memiliki kematangan emosional yang luar biasa, dengan pendekatan akomodasi. Sementara, Sekretaris Sidang KH Asrorun Niam Sholeh mampu merumuskan berbagai pandangan dengan memberi alternatif jalan keluar yang bisa diterima para pihak; dan menyodorkan dalam bentuk redaksi yang sudah jadi, termasuk penempatannya dalam ayat atau pasal. 

 

Kiai Niam juga tidak jarang membisiki dan memberi referensi kepada Ketua Sidang terkait dengan aturan yang sudah disepakati dalam AD/ART atau Tata Tertib, jika ada peserta yang hendak menyampaikan pandangan tetapi tidak sejalan dengan aturan. Keduanya juga disiplin soal waktu selama persidangan.

 

Pleno pertama terjadwal jam 15.30. Pada jam tersebut, keduanya sudah duduk di meja pimpinan sidang. Sidang molor, baru selesai jam 23.45. itupun akhirnya dilanjutkan konsolidasi untuk membuat skenario lanjutan agar jadwal persidangan tidak molor. 

 

Rapat konsolidasi ini berdampak pada jam tidur Ketua dan Sekretaris SC, Kiai Niam, nyaris begadang semalaman. Dan paginya, jam 9.00, sdah harus kembali mempimpin sidang.  Di hari kedua, sidang pleno ke-2, dijadwalkan mulai jam 9.00. Tepat jam 9.00 sidang pleno dibuka oleh pimpinan Sidang, dalam hal ini Kiai Niam. 

 

Prof Nuh dapat mengendalikan forum dengan pendekatan komunikasi publik yang baik dengan berbagai pertimbangan rasional tentang pentingnya kekompakan, dilengkapi Kiai Niam dengan diksi-diksi keagamaan yang menyentuh sisi emosional dan spiritualitas peserta. Di sidang pertama yang sempat agak memanas dijadikan refleksi bagi pimpinan sidang untuk mengambil pelajaran. Sebelum masuk ke sidang pleno kedua, Prof Nuh dan Kiai Niam berdiskusi.

 

Kiai Niam menyampaikan beberapa berita media online yang menggambarkan muktamar panas dan ricuh. Akhirnya disepakati, berita media yang mengulas tentang memanasnya sidang pleno pertama dikompilasi dan ditampilkan. Kiai Niam segera men-screenshoot berita-berita tersebut dan meminta tim asistensi untuk menampilkan ke layar besar.

 

Prof Nuh, sebelum mempersilakan Ketua Umum PBNU untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban, mengulas secara reflektif gambar-gambar dan berita media terkait muktamar, yang diambil saat pleno pertama. Ternyata hasilnya efektif, muhasabah untuk terus memperbaiki diri.

 

Salah satu kunci kelancaran muktamar ke-34 NU adalah panitia penyelenggaran yang berdedikasi. Panitia pelaksana memberikan support yang luar biasa, dan imparsial. Panitia pengarah yang kompak dan saling menguatkan, di dalam dan di luar persidangan.

 

Prof Nuh dan Kiai Niam merupakan dua sosok yang sangat dedikatif untuk sukses muktamar, netral, dan imparsial. Kombinasi tokoh senior yang matang dalam mengendalikan emosi peserta, dan tokoh muda yang cerdik membaca dinamika forum dengan rumusan-rumusan alternatif. 

 

Ditambah stamina yang luar biasa. Saya yang mendampingi keduanya dibuat “terkapar” di waktu penghitungan akhir, saat keduanya masih setia mengawal hingga akhir.

 

Kekompakan dan saling isi antara keduanya berlanjut hingga akhir sidang pleno, yaitu penetapan Ketua Umum PBNU dan penetapan mide formatur yang merupakan sidang pleno terakhir sebelum dilaksanakan Penutupan.

 

Semoga dicatat sebagai amal jariyah, bagian dari khidmah jamiyyah dan mengantarkan muktamar benar-benar sebagai forum musyawarah, dengan penuh ukhuwwahWallahu 'alam bisshawab

 

Abdullah Muhdi, Koordinator Tim Asistensi Steering Committe Muktamar ke-34 NU


Opini Terbaru