• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Rabu, 15 Mei 2024

Opini

Ringinagung, Habib Luthfi, dan Tipologi Kiai

Ringinagung, Habib Luthfi, dan Tipologi Kiai
Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan (kiri). (Foto: Dok M Hanifuddin)
Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan (kiri). (Foto: Dok M Hanifuddin)

Ringinangung adalah pesantren tua di daerah Pare, Kediri. Sekitar 7 KM ke arah timur dari Kampung Inggris. Didirikan oleh keluarga Keraton Solo. Tepatnya adalah Raden Sepukuh yang lebih dikenal dengan Syaikh Imam Nawawi. Di pesantren yang berdiri di kisaran 1870 ini, santri mendapatkan pembelajaran ragam kitab kuning. Berjenjang dan mendalam. Mulai dari fan ilmu tauhid, nahwu, sharaf, i'lal, fiqih, ushul fiqih, tafsir, balaghah, hadits, ilmu hadits, manthiq, falak, hisab, tajwid, akhlak, tarikh, hingga tasawuf. 


Alhamdulillah, di rentang waktu 2001-2009, kami berkesempatan nyantri di Ringinangung. Menimba ilmu dari kelas 4 Ibtidaiyah hingga lulus kelas 3 Aliyah. Satu hal yang hingga kini melekat adalah kesempatan mengaji langsung dengan beragam kiai dan gawagis Ringinangung. Terdapat puluhan kiai dan gus yang memiliki kekhasan masing-masing. Mulai dari pola mengajar santri, cara membaca dan menerangkan kitab, cara mendidik santri mencintai kebersihan lingkungan, laku hidup sederhana, adab berinteraksi dengan masyarakat, hingga cara dakwah berhubungan dengan politik dan pemerintahan.


Terkait hal ini, kami menjadi mafhum lagi ketika Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan menjelaskan 5 tipologi kiai. Pertama, kiai tandur. Adalah kiai yang fokus "nandur" kader unggul di masa mendatang. Yakni dengan mengajar dan mendidik santri di pesantren. Waktu dan pikirannya dicurahkan untuk santri. Menempa santri dari beragam keilmuan dan keterampilan. Termasuk di dalamnya adalah melatih istiqamah riyadhah dan beribadah. Karenanya, jarang sekali keluar pesantren. 


Kedua, kiai catur. Adalah  kiai yang ikut terjun langsung ke dalam urusan politik dan pemerintahan. Ikut mengawal dan merumuskan program-program demi kemashlatan masyarakat. Aktif berorganisasi dan menjadi pelopor. Mampu berkomunikasi dan bersinergi dengan berbagai kalangan. Ketiga, kiai tutur. Adalah kiai yang memiliki kelebihan dalam memberikan nasihat, ceramah, dan mauidhah di atas mimbar atau podium. Uraian dan susunan bahasanya runtut. Mudah dipahami dan membekas di hati. 


Keempat, kiai sembur. Adalah kiai yang menjadi rujukan untuk mendapatkan barakah doa. Baik untuk pengobatan, lancar usaha, mudah jodoh, hingga masalah mengusir jin, dan lain sebagainya. Tidak jarang, banyak pejabat yang berdatangan untuk meminta doa dan amalan untuk hajat tertentu. Kelima, kiai wuwur. Adalah kiai yang menjadi rujukan kiai-kiai lain dalam memecahkan masalah yang belum jelas hukumnya. Kiai wuwur memiliki keluasan ilmu dalam berbagai fan. Karena itu, permasalahan yang pelik dapat dijelaskan hukumnya secara detail dan mendalam. Selain itu, kiai wuwur juga dermawan. Mudah membantu kesulitan finansial banyak orang. Menggratiskan dan menanggung biaya pendidikan dan biaya hidup para santri.


Dari kelima tipologi kiai di atas, selama mondok di Ringinangung, kami mendapatkan contoh nyata. Masing-masing kiai berbagi peran. Saling melengkapi satu sama lain. Meskipun terkadang oleh sebagian santri, keragaman ini disalah arti. Perbedaan dianggap sebagai pertentangan. Padahal tidak. Perbedaan dan keragamaan adalah niscaya. Semoga kita bijak menyikapinya.


Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangsel dan Dosen Darus-Sunnah Jakarta


Opini Terbaru