Keislaman

Berikut Niat Puasa Sunnah Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram)

Senin, 15 Juli 2024 | 10:34 WIB

Berikut Niat Puasa Sunnah Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram)

Ilustrasi Muharram. (Foto: NUO)

NIAT merupakan salah satu rukun puasa dan ibadah lain pada umumnya. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yang menyatakan bahwa segala sesuatu itu bergantung pada niat. Saat niat di dalam hati seseorang menyatakan maksudnya, dalam hal ini berpuasa (qashad). 
 
Di samping qashad, seseorang juga menyebutkan hukum wajib atau sunnah perihal ibadah yang akan dilakukan. Hal ini disebut ta’arrudh. Sedangkan hal lain yang mesti diingat saat niat adalah penyebutan nama ibadahnya (ta’yin). 
 
Dilansir NU Online, dalam konteks puasa sunnah Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), ulama berbeda pendapat perihal ta‘yin. Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat puasa sunnah Asyura saat niat di dalam batinnya. Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa tidak wajib ta’yin. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut.
 
 وْلُهُ نَعَمْ بَحَثَ إلَخْ ) عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ وَالْأَسْنَى فَإِنْ قِيلَ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ هَكَذَا أَطْلَقَهُ الْأَصْحَابُ وَيَنْبَغِي اشْتِرَاطُ التَّعْيِينِ فِي الصَّوْمِ الرَّاتِبِ كَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَأَيَّامِ الْبِيضِ وَسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ كَرَوَاتِبِ الصَّلَاةِ أُجِيبُ بِأَنَّ الصَّوْمَ فِي الْأَيَّامِ الْمَذْكُورَةِ مُنْصَرِفٌ إلَيْهَا بَلْ لَوْ نَوَى بِهِ غَيْرَهَا حَصَلَ أَيْضًا كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ وُجُودُ صَوْمٍ فِيهَا ا هـ زَادَ شَيْخُنَا وَبِهَذَا فَارَقَتْ رَوَاتِبَ الصَّلَوَاتِ ا ه 
 
Artinya: “Perkataan ‘Tetapi mencari…’ merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihayah, dan Asna. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di Al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriah), dan puasa enam hari Syawwal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya. Tetapi kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan sembahyang tahiyyatul masjid. Karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apa pun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib.” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj) 
 
Untuk memantapkan hati, ulama menganjurkan seseorang untuk melafalkan niatnya. Berikut ini contoh lafal niat puasa Tasua.
 
 نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى 
 
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ. 
 
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Tasua esok hari karena Allah swt.” 
 
Sedangkan contoh lafal niat puasa sunnah Asyura sebagai berikut.
 
 نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى 
 
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ. 
 
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah swt.” 
 
Orang yang mendadak di pagi hari ingin mengamalkan sunnah puasa Tasua atau Asyura diperbolehkan berniat sejak ia berkehendak puasa sunnah. Karena kewajiban niat di malam hari hanya berlaku untuk puasa wajib (menurut Mazhab Syafi’i). Untuk puasa sunnah, niat boleh dilakukan di siang hari sebelum Dhuhur sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak Subuh. Ia juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Tasua atau Asyura di siang hari. 
 
Berikut ini lafalnya.
 
 نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء أو عَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى 
 
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â awil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ 
 
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Tasua atau Asyura hari ini karena Allah SWT.” Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

ADVERTISEMENT BY ANYMIND