Nasional

Berikut Hasil Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Munas 2025

Ahad, 9 Februari 2025 | 23:38 WIB

Berikut Hasil Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Munas 2025

Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Munas Alim Ulama NU 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). (Foto: NUO/Suwitno)

Jakarta, NU Online Banten

Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU 2025 merumuskan landasan teoritis sejumlah tema. Kemudian ditetapkan melalui Sidang Pleno di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). Berikut lima tema rasionalisasi hukum Islam yang telah ditetapkan.


1. Murur dan Tanazul

Dalam Munas kali ini ditetapkan hukum dibolehkannya murur dari Muzdalifah dan tanazul dari Mina. Keduanya merupakan pengganti dari pelaksanaan mabit. Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah KH Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan, bolehnya murur dan tanazul setidaknya disebabkan dua aspek. Pertama yakni udzur syar'i yang melekat pada diri mukallaf menyangkut risiko tinggi (risti), lansia, difabel, serta pendamping.



Kedua yakni lokasi mabit yang tak sebanding dengan jumlah jamaah haji. Kedua aspek ini jika diabaikan berpotensi mengganggu kekhusyukan dan kenyamanan ibadah haji. "Karena itu tidak dimungkinkan untuk diselenggarakan sepenuhnya mabit di Muzdalifah dan mabit di Mina," terangnya, dilansir NU Online.



2. Negara Boleh Memungut Pajak

Putusan kedua menyangkut problematika pajak. Dalam konteks negara bangsa seperti Indonesia, pajak diperbolehkan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, pembolehan negara memungut pajak harus didasarkan pada kebutuhan yang besar (hajah). Kedua, manfaat pajak harus berakhir pada kesejahteraan rakyat. "Tetapi pajak yang dipungut dari warga negara itu penggunaannya harus untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat, harus dikembalikan peruntukannya kepada rakyat," tegas kiai yang juga katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Oleh karena tak semua rakyat memiliki potensi untuk membayar pajak, maka forum Munas Alim Ulama NU 2025 mengusulkan agar pemerintah menghitung penghasilan sumber daya alam sebagai acuan untuk membagi tarif pungutan pajak.



3. Alasan dan Tujuan Zakat

Munas juga mengesahkan persoalan terkait illat (alasan) dan maqashid (tujuan) zakat. Pada komisi yang sama, illat zakat ditentukan oleh kekayaan seseorang (madhinnatul ghina), selain objek pajak. Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Munas NU 2025 merumuskan bahwa kadar kaya (al-ghina) adalah kepemilikan harta yang mencapai satu nishab sekaligus bertahan dalam kurun setahun (haul). Perumusan ulang kausa hukum (illat) ini dilatarbelakangi adanya pertambahan objek zakat, berikut konteksnya.



4. Kontrak Politik Serupa Baiat

Forum terbesar kedua setelah muktamar ini menetapkan rasionalisasi hukum kontrak politik atau sumpah jabatan. Perjanjian antara pemimpin dan rakyat dalam konteks negara bangsa diserupakan dengan baiat. Alasannya, kontrak politik atau sumpah jabatan berisi kesetiaan rakyat kepada pemimpin sekaligus komitmen pemimpin untuk melayani rakyat. Hal ini sebagaimana konsep baiat di masa Nabi Muhammad. Namun, kepatuhan rakyat mesti berdiri dalam kebenaran, bukan kemaksiatan. "Jadi komitmen antara ra'i (pemimpin) dan ra'iyah (warga negara) ini komitmen untuk menjalankan kewajiban masing-masing," tuturnya.



5. Status Muslim di Negara Mayoritas Non-Muslim

Soal status Muslim di negara mayoritas Non-Muslim juga ditetapkan dalam forum Munas NU 2025 melalui Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah. Kiai Moqsith menyatakan bahwa status Muslim semacam ini adalah warga negara (muwathin). Konsekuensinya, memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Umat Islam wajib mematuhi regulasi di negara yang didiami, selama regulasi tersebut tidak menabrak prinsip-prinsip agama Islam dan mengandung kemaslahatan. "Negara (saat) ini dibentuk bukan berdasarkan kesamaan agama tetapi berdasarkan status warga negara," terangnya.



Sekadar diketahui, Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2025 adalah rangkaian kegiatan dalam rangka Hari Lahir (Harlah) Ke-102 NU. Kegiatan yang dibuka Rabu (5/2/2025) siang itu ditutup secara resmi oleh Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Achyar di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (6/2/2025) malam. (Achmad Risky Arwani Maulidi)