• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 2 Juli 2024

Nasional

Digitalisasi Manuskrip sebagai Solusi Dekolonisasi

Digitalisasi Manuskrip sebagai Solusi Dekolonisasi
Joint Lecture FAH UIN Jakarta dengan Universitas Leiden Belanda di UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (28/6/2024). (Foto: NUOB/ Abdulloh Tsalis Zaadin Ni'am)
Joint Lecture FAH UIN Jakarta dengan Universitas Leiden Belanda di UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (28/6/2024). (Foto: NUOB/ Abdulloh Tsalis Zaadin Ni'am)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Oman Fathurrahman, filolog Indonesia, mengatakan, dekolonisasi tidak hanya berlaku dalam konteks politik, tetapi juga dalam dunia akademik dan literatur. Oleh karena itu, proses pengembalian manuskrip ke Indonesia suatu hal yang penting. ’’Mengembalikan manuskrip ke Indonesia bukan berarti harus membawa fisik manuskrip tersebut ke Tanah Air. Bagi saya yang tahu tentang permanuskripan, mending manuskrip dan naskahnya dititipkan dulu di sana (Leiden). Kalau manuskrip dibawa ke Perpustakaan Nasional itu malah rusak," ujarnya saat Joint Lecture Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Universitas Leiden Belanda di Ruang Teater Abdul Ghani, Lantai 5 FAH UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (28/6/2024).



Dosen UIN Jakarta itu mengakui bahwa fasilitas di Universitas Leiden, tempat banyak manuskrip Indonesia disimpan, sangat memadai. "Di Universitas Leiden itu luar biasa. Kalau mau baca manuskrip itu nyaman pakai bantal. Kita saja mahasiswa tidur tidak pakai bantal," tambahnya memberikan ilustrasi.


Pada kesempatan itu, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat, itu juga menekankan pentingnya digitalisasi manuskrip sebagai solusi untuk dekolonisasi. "Leiden harus lebih proaktif dalam kerja sama digitalisasi di Indonesia, karena manuskrip Indonesia paling banyak di sana," tegasnya.


Selama ini, dia menilai bahwa Berlin dan British Library melalui English Public Libraries (EPL) lebih rajin dalam digitalisasi dibandingkan dengan Leiden. "Mungkin Leiden melakukan itu, tapi belum sebanding dengan mereka. Harapan saya, akses ke semua manuskrip bisa diberikan kesempatan kepada kami untuk berkerja sama melakukan digitalisasi. Intinya adalah untuk mengembalikan manuskrip, tapi secara fisik kami titipkan untuk dirawat," tuturnya.


Sedangkan bagi Verena Meyer, asisten Profesor Islam di Asia Selatan dan Tenggara Universitas Leiden, perspektif sejarah yang penting dalam konteks ini. "Setelah penaklukan Jogja, hampir semua manuskrip dibawa ke Inggris. Setengahnya dibawa ke British Library dan setengahnya dari British Library dikembalikan ke Jogja pada 2019," jelasnya yang menyayangkan banyak manuskrip yang tidak bisa diakses sama sekali di Indonesia karena serangan siber.


Meyer menambahkan, mendigitalisasi manuskrip sangat penting sebagai upaya untuk menciptakan narasi yang mengakui kekerasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh kolonialisme. Termasuk pencurian dan perampasan manuskrip. "Kita boleh saja bersikap kritis terhadap digitalisasi karena itu penting. Tetapi jangan juga menolak digitalisasi dan membiarkan manuskrip tidak diurus," tuturnya. Dia juga mengakui respons masyarakat Indonesia terhadap manuskrip juga bervariasi. Hal ini harus diperhitungkan dalam upaya pelestarian dan akses manuskrip. (Abdulloh Tsalis Zaadin Ni'am)


Nasional Terbaru