Nasional

Mengenang Teladan Gus Dur di Mata Putri Sulungnya

Senin, 18 November 2024 | 14:50 WIB

Mengenang Teladan Gus Dur di Mata Putri Sulungnya

Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid (kanan), Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shadaqoh (dua dari kiri), dan Husein Ja'far Al-Hadar (tiga dari kiri), pendakwah, pada Peringatan Haul Ke-15 Gus Dur di Laboratorium Agama Masjid Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta, Jumat (15/11/2024) malam. (Foto: Dok Gusdurian)

Jogjakarta, NU Online Banten

Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengatakan, Gus Dur--sapaan KH Abdurrahman Wahid--, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1984–2000 dan presiden RI keempat, adalah tokoh yang paling berbela rasa, yang mengembalikan jati diri nama Papua. “Masyarakat Papua menjadi saksi bagaimana Gus Dur melihat semua manusia bisa berbeda tetapi tetap setara. Kita dengan saudara kita di Papua, berbeda warna kulit, latar belakang, agama, dan berbeda keadaan tapi kita setara, sama-sama warga Indonesia dan sama-sama manusia. Merekalah yang menjadi saksi bahwa beda dan setara itu adalah sebuah prinsip luhur,” jelas Alissa saat memberikan tausiah pada Peringatan Haul Ke-15 Gus Dur di Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, Jumat (15/11/2024).



Selama 15 tahun merawat perjuangan Gus Dur ini, Alissa semakin sadar bahwa menjaga prinsip dan nilai luhur itu bukanlah hal mudah. Sebab, semua itu membutuhkan jiwa yang ikhlas untuk bisa menegakkan nilai kesetaraan dan pembebasan dari setiap penindasan. “Gus Dur membuktikannya dengan mendampingi kelompok masyarakat dan mendampingi mereka yang terpinggirkan dan terlemahkan seperti mereka masyarakat Papua. Dibutuhkan hati yang tulus dan terbuka untuk mau bersaudara dengan semua manusia. Apa pun latar belakangnya tanpa takut kalah, tanpa takut kehilangan kekuasaan tanpa perlu mengotak-atik konstitusi. Gus Dur sudah membuktikannya dengan berdiri bersama kelompok minoritas agama dengan suka dan duka, bukan hanya pada saat dibutuhkan dukungannya,” tuturnya.



Alissa menyampaikan, Gus Dur telah membuktikan tidak ada jabatan yang diperjuangkan mati-matian demi untuk kepentingan pribadi ataupun keluarga. “Tidak silau oleh gelimang harta, silaunya panggung pemujaan, apalagi silau pada kekuasaan. Gus Dur membuktikan dengan meninggalkan puncak kekuasaan politik, tidak mewariskan jabatan pada keluarga, tetap sederhana sampai akhir hayatnya. Beliau sampaikan ke saya tidak ada satu jabatan pun yang layak dipertahankan dengan pertumpahan darah rakyat,” ungkapnya.


Alissa pun menceritakan kearifan seorang Gus Dur ketika menjadi presiden yang memahami keselamatan umatnya dibanding dirinya. “Waktu itu Gus Dur mendengar santri-santri sudah menuju Jakarta untuk membela Gus Dur dari lawan politiknya, dan pada saat itu Gus Dur meninggalkan Istana Presiden. Bukan karena kalah, takut, tapi karena tahu, kalau beliau memutuskan untuk bertahan yang akan dikorbankan adalah anak muda yang dulu nekat membela Gus Dur,” tuturnya.


Lebih lanjut, Alissa mengatakan bahwa Gus Dur selalu menjadikan Tuhan sebagai sumber bagi kehidupan, menghadirkan imaji Tuhan dalam pembelaan kepada yang lemah saat terjadi penindasan dan ketidakadilan atas nama agama. Dari perjuangan Gus Dur ini, Alissa berharap bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk ikut memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan sesama manusia.


“Atas nama KH Abdurrahman Wahid, terima kasih, semoga teman-teman tidak lelah untuk berjuang. Kalau Gus Dur saja di usia segitu masih harus mengalami kekalahan, kegagalan sudah di atas 60 tahun, terus kenapa kita takut gagal? Jangan pernah menyerah. Semoga kita bisa mengambil inspirasi dari Gus Dur dan semoga inspirasi itu membantu kita untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik untuk umat dan bangsa Indonesia,” pungkas putri sulung Gus Dur itu.



Sedangkan Husein Ja'far Al-Hadar, pendakwah muda, menyebut bahwa para penggerak Gusdurian merupakan anak ideologis bagi Gus Dur. Menurutnya, menjadi anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan landasan ideologis selama bertahun-tahun merupakan amal jariyah atau amal yang berkelanjutan.



"Selama ideologi yang kita perjuangkan dan kemudian kita wariskan ke anak ideologis lalu perjuangan dilanjutkan, maka kita akan tetap mendapat karunia (amal jariyah) meski kita telah wafat," ujarnya di tempat yang sama.


Menurutnya, para penggerak Gusdurian adalah bagian dari amal jariyah Gus Dur karena mengamalkan 9 Nilai Utama Gus Dur (NUGD). Begitupun, ketika penggerak Gusdurian yang menularkan ke penerusnya. "Ide-ide yang cemerlang seperti ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, keksatriaan, dan kearifan tradisi, jika dilanjutkan maka juga (akan jadi) amal (jariyah)," terangnya.



Adapun Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidullah Shadaqoh mengingatkan Gusdurian untuk terus memegang teguh dan memperjuangkan teladan serta warisan Gus Dur.


Ia menyadur sebuah peribahasa yakni wafat satu tumbuh seribu. Sebab, menurut Kiai Ubaid-- KH Ubaidullah Shadaqoh--, bangsa Indonesia tidak mungkin bisa lagi mendapatkan sosok sekaliber Gus Dur secara utuh. "Ada yang pegang toleransi, advokasi korban, permasalahan gender kalau itu dijalankan bersama-sama, maka akan lahir Gus Dur-Gus Dur yang lahir pada saat-saat selanjutnya. Itu yang diharapkan," katanya di lokasi yang sama.



Kiai Ubaid mengingatkan bahwa Gus Dur jangan hanya dilihat sebagai putra Menteri Agama pertama KH Wahid Hasyim atau cucu dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU. Menurut Kiai Ubaid, siapa pun anak kiai yang tidak sungguh-sungguh belajar, maka hanya akan membuat keadaan semakin sulit.


"Gus Dur punya pemikiran yang cerdas. Jangan sangka, ta'liqat kitabnya melebihi orang yang muthala'ah setiap malam, belum lagi soal bahasa macam-macam," terangnya.



Seperti diketahui, Jaringan Gusdurian menggelar peringatan Haul Ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta, Jumat (15/11/2024) malam. Peringatan Haul Ke-15 Gus Dur di Jogjakarta ini menjadi bagian dari rangkaian Festival Beda Setara (Best Fest) yang digelar selama satu pekan, pada 10-6 November 2024. (Nuriel Shiami Indiraphasa)