• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 29 April 2024

Opini

Gus Dur dan Pemikiran Manajemen Dakwahnya

Gus Dur dan Pemikiran Manajemen Dakwahnya
KH Abdurrahman Wahid. (Foto: NUO)
KH Abdurrahman Wahid. (Foto: NUO)

GUS Dur dengan nama lengkap KH Abdurrahman Wahid lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia. Gus Dur merupakan seorang ulama, intelektual Indonesia yang menonjol dan sangat disegani. Dia putra dari KH Wahid Hasyim atau cucu dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia dan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Kiai Wahid adalah seorang ulama terkenal dan juga pernah menjabat sebagai menteri agama Indonesia. Ibunda Gus Dur Ny Hj Sholihah merupakan putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang, KH Bisri Syansuri.



Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009. Banyak yang mengenangnya sebagai tokoh yang unik dan memiliki peran penting dalam memperjuangkan demokrasi dan toleransi di Indonesia. Gus Dur adalah figur yang kompleks dengan pemikiran yang kreatif dan sering kali kontroversial. Meskipun memiliki kebijakan dan langkah-langkah yang dianggap kontroversial, presiden keempat Indonesia itu memberikan dampak yang signifikan dalam perjalanan sejarah politik dan agama Indonesia.


 

Pemikiran Manajemen Dakwah Gus Dur

Pemikiran Gus Dur dalam hubungan antara Islam dan negara adalah memandang Islam sebagai penggerak serta sebagai sumber inspirasi bagi urusan kehidupan bernegara. Oleh karenanya, dalam keinginan sekelompok orang yang menginginkan berdirinya Indonesia sebagai negara Islam, maka perndapat Gus Dur mengenai pemikiran tersebut bahwasannya nilai-nilai Islam dapat terwujudkan di Indonesia tanpa menggunakan sistem negara Islam.



Gus Dur berpendapat pluralisme adalah agama semestinya menduduki peran dalam demokrasi yang diwujudkan. Artinya salah satu upaya untuk membangun demokrasi yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak yang sama di depan hukum, sehingga tidak ada warga yang merasa tidak diutamakan. Sedangkan gagasan mengenai pribumisasinya adalah bukan berarti menghilangkan nilai-nilai Islam dalam Masyarakat, tetapi bagaimana nilai- nila itu sejalan dengan kultur lokal yang artinya bukan sebagai simbolik saja.


Terkait pemikiran Gus Dur mengenai pondok pesantren, sebagai bentuk lembaga pendidikan Islam tradisional, tercermin dalam pandangannya terhadap pluralisme, toleransi, dan pendidikan. Gus Dur dikenal sebagai pemimpin yang mempromosikan pluarlisme dan toleransi antarumat beragama.

 


Pemikirannya tentang pondok pesantren mencerminkan pandangan inklusifnya terhadap Islam. Gus Dur berpendapat bahwa pondok pesantren seharusnya bukan hanya tempat pemebentukan ulama yang mengutamakan pemahaman agama, tetapi juga tempat yang membuka diri terhadap keragaman dan toleran terhadap perbedaan. Pendidikan yang holistic Gus Dur meyakini bahwa pendidikan di pondok pesantren tidak hanya seharusnya terbatas pada aspek agama, tetapi juga mencakup ilmu pengetahuan umum. Ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 1984-1999 itu mendukung pendekatan holistik yang mencakup pengembangan spiritualitas, moralitas, dan kecerdasaan intelektual.

 


Gus Dur dikenal sebagai pemimpin yang menghargai keberagaman budaya dan agama. Pesantren mempromosikan toleransi antarumat beragama dan budaya serta menghormati keberagaman dalam masyarakat. Gus Dur juga dikenal sebagai pemimpin yang mepromosikan Islam yang moderat dan insklusif. Tradisi pesantren ini mencerminkan pemikiran toleran, humanis, dan antiradikalisme.


Meskipun Gus Dur telah meninggal, generasi penerusnya diharapkan dapat meneruskan warisan intelektual dan spiritual Gus Dur. Pesantren memiliki peran yang penting dalam perkembangan Islam di Indonesia dan membawa dampak positif dalam mempromosikan toleransi, pendidikan, dan pemikiran moderat di tengah masyarakat.

Tak hanya itu. Gus Dur adalah sosok yang sudah dikenal di seluruh dunia. Sepak terjang dan gagasan-gagasannya, termasuk yang kotroversial menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja yang memperbincangkannya. Ibarat telaga yang tak pernah kering untuk ditimba. Selain dikenal sebagai aktivis prodemokrasi, perjuangan dan pembelaannya kepada kaum minoritas benar-benar mendapat apresiasi yang positif dari banyak kalangan, termasuk dunia internasional meskipun sebenarnya juga tidak sedikit yang tidak suka.



Lebih dari itu, ketokohan dan kepemimpinan Gus Dur dalam mempelopori dialog antarumat beragama, mendapat respons dan apresiasi yang luar biasa dari masyarakat internasional. Ini terbukti dengan diterimanya penghargaan Global Tolerance Award oleh Gus Dur dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional pada 10 Desember 2003 di Markas PBB, New York.



Gus Dur juga tak bisa dipisahkan dengan Nahdatul Ulama (NU).  Di bawah nakhoda Gus Dur, NU menjadi sebuah organisasi Islam yang aktif dan dinamis. NU dikenalkan oleh Gus Dur ke dunia internasional. Keberhasilan Gus Dur merupakan pencapaian dalam memperkuat Nahdatul Ulama sebagai organisasi sosial yang memiliki kemampuan untuk menjadi alat dakwah bagi masyarakat.


Pentingnya pemikiran Gus Dur dapat dilihat dari pencapaian NU yang mampu mengubah pemikiran sehingga pada akhirnya NU dapat terbuka terhadap berbagai macam kemungkinan peradaban yang memerlukan perubahan dan NU dapat memberikan kontribusi yang meyakinkan untuk pembangunan dalam bidang sosial dan intelektual. NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Gus Dur adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah NU.


Pemikiran politik Gus Dur dalam manajemen dakwah mencerminkan komitmen pada nilai-nilai demokratis, pluarlisme, toleransi, dan moderasi Islam. Gus Dur berupaya membangun jembatan antara Islam dan masyarakat Indonesia yang beragam, dalam menjaga harmoni dan stabilitas di tingkat nasional. Pemikiran politik Gus Dur dalam manajemen dakwah juga mencakup dalam konsep demokrasi, pemikiran Islam Nusantara, perwujudan kultur Islam, pribumisasi Islam sebagai misi pembebasan budaya, Islam dan masalah sosial budaya, perspektif baru agama, kultur budaya, dan hak asasi manusia.


 

Apdil AbdilahMahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah


Opini Terbaru