• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 9 Mei 2024

Nasional

Menguatkan Persatuan, Warisan Mbah Hasyim hingga Gus Dur

Menguatkan Persatuan, Warisan Mbah Hasyim hingga Gus Dur
Kolase Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari (kiri) dan cucunya, KH Abdurrahman Wahid. (dok ist)
Kolase Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari (kiri) dan cucunya, KH Abdurrahman Wahid. (dok ist)

Banten, NU Online Banten

KH Abdul Hakim Mahfudh mengatakan, KH Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur mewarisi perjuangan kakeknya, Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari. Perjuangan itu adalah membangun dan menguatkan ukhuwah dan persatuan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menjadi bagian terbesar dari kiprah Gus Dur sehingga namanya tidak pernah hilang ditelan waktu. 

 


"Beliau mewarisi keilmuan dari ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim, dari kakeknya, mewarisi kesalehan dari ayahnya, dari kakeknya," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur itu  pada Haul Ke-14 Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Sabtu (6/1/2024) malam.



Cara Mbah Hasyim—sapaaan karib Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari--membangun persatuan umat Islam, khususnya dimulai dari pemenuhan terhadap hal-hal yang sangat mendasar. Gus Kikin—sapaan KH Abdul Hakim Mahfudh menyebut, Mbah Hasyim sepulang dari Makkah pada 1899 istikamah mendampingi masyarakat dengan meningkatkan perekonomiannya dan menguatkan aspek pendidikannya terlebih dahulu.



Dua hal ini yang menjadi prioritas utama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu sebelum akhirnya membangun dan menguatkan persatuan atau ukhuwah.  "Semangat untuk menyatukan umat Islam, khususnya di Indonesia ini dimulai dari hal-hal yang mendasar. Dimulai dari peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan pendidikan masyarakat, sampai kemudian masyarakat hampir seluruh tanah Jawa itu tersentuh dengan apa yang dilakukan Hadratussyekh. Akhirnya satu kekuatan bisa dibangun karena memang ekonominya, kemudian pendidikannya makin meningkat," urainya dilansir NU Online.


Butuh perjuangan yang konsisten untuk memastikan umat Islam bisa sampai pada tahap pemahaman bahwa ukhuwah adalah hal yang sangat penting untuk dibangun. Apalagi saat itu Indonesia masih dikuasai Belanda. Gus Kikin menuturkan, tidak henti-hentinya Mbah Hasyim setiap hari Selasa istikamah mendampingi masyarakat. "Beliau mendampingi meningkatkan ekonomi, beliau mendampingi untuk mengajarkan ilmu agama, pendidikan agama. Ini pendampingan dilakukan dengan tekun, mulai beliau mendirikan pondok ini sampai beliau wafat," terangnya.



Ikhtiar tersebut, menurut Gus Kikin, pada akhirnya berhasil. Misi persatuan betul-betul dapat terbangun. Bahkan, mengutip buku yang ditulis Asad Syihab, Gus Kikin menerangkan bahwa Mbah Hasyim dengan kawan-kawannya bisa mendirikan satu federasi Majelis Islam A'la Indonesia atau MIAI yang menaungi 13 organisasi Islam di Indonesia.  "Hampir semua organisasi Islam berada di bawah naungan MIAI dan NU bergabung setahun kemudian. Semangat itulah dengan bersatunya umat Islam, pemerintah Belanda mulai berpikir bahwa ini (MIAI) merupakan kekuatan," lanjut dia.



Spirit yang sama kemudian dilanjutkan oleh Gus Dur, tentu dalam situasi yang berbeda. Gus Dur berjuang setelah Indonesia merdeka di saat integrasi bangsa mulai terancam. "Pada perkembangannya apa yang dilakukan oleh Gus Dur adalah hal yang sama (dengan Hadratussyekh). Gus Dur selalu dalam semangat untuk menyatukan umat di Indonesia ini," tuturnya.

 


Upaya Gus Dur untuk kembali menguatkan persatuan terlihat begitu dominan saat menjadi presiden. Meski masa kekuasaannya tidak sampai selesai, banyak warisan dan pelajaran penting yang bisa dijadikan pedoman hingga sekarang. Dalam satu aspek misalnya, Gus Dur mencintai siapa saja, tanpa melihat latar belakang dan agama. Bahkan terhadap pemenuhan hak-hak kaum minoritas sekalipun dia perjuangan.



"Gus Dur tidak hanya terbatas untuk umat Islam. Gus Dur sangat dekat dengan semua masyarakat agama apa pun yang dianut. Pada etnis Tionghoa dekat, dengan umat Kristiani juga dekat. Kedekatan ini sampai kemudian dari etnis Tionghoa, banyak orang Cina itu yang sangat mencintai Gus Dur," ucapnya.



Gus Kikin kemudian bercerita, tentang peristiwa pada 2023 di area makam Gus Dur. Kala itu, rombongan dari etnis Tionghoa mendatangi makam Gus Dur untuk memperingati Hari Raya Ceng Beng. Mereka berziarah ke makam Gus Dur.   "Saking sayangnya dengan Gus Dur datang rombongan dari Kelenteng membawa peralatan bunyi-bunyian ikut berziarah ke makam Gus Dur," katanya.

 


Seperti biasa, makam Gus Dur selalu ramai dengan peziarah dari berbagai daerah. Mereka yang mayoritas dari kalangan Muslim membacakan tahlil dan doa. Yang menarik adalah setibanya rombongan etnis Tionghoa ke makam Gus Dur tidak satu pun peziarah yang datang sebelumnya merasa terganggu dengan tradisi yang dilakukan etnis Tionghoa. 



"Rombongan satu sedang tahlil, yang lain sedang wiridan. Datang rombongan dari kelenteng membawa alat bunyi-bunyian. Itulah plural yang diciptakan Gus Dur. Dan itu tidak menimbulkan masalah di sini. Semuanya diterima. Yang sedang tahlilan paling ya hanya nengok saja. Yang lain juga memberi jalan. Dan itu merupakan gambaran apa yang diajarkan olah Gus Dur kepada kita," terangnya.



Gus Kikin mengajak kepada masyarakat agar legasi yang ditinggalkan oleh Gus dapat dilanjutkan. "Kita jadikan ibrah, kita jadikan pelajaran untuk kita teladani, bagaimana bertoleransi kepada orang lain. Hal yang sama dilakukan oleh KH Hasyim Asy'ari dan dilanjutkan oleh Gus Dur. Ini bagi saya khususnya di Tebuireng menjadi sebuah pemikiran," pungkasnya. (A Syamsul Arifin)


Nasional Terbaru