Menjadi Manusia Beruntung
Dalam kehidupan daily basis kita, keberuntungan sulit dicari dan tak mudah datang begitu saja. Namun, Al-Qur’an memberikan keywords dalam mencari keberuntungan. Manusia yang beruntung akan terhindar dari kerugian.
Dalam Surat Al-‘Asr Ayat 2-3 dijelaskan dengan gamblang yang sari patinya adalah bahwa semua manusia akan merugi kecuali, pertama, orang-orang yang beriman. Iman adalah laku batin dari seorang Mukmin. Dia percaya adanya Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul dan nabi, hari akhir serta qadha dan qadar. Jika keimanan terhadap keenam rukun iman tersebut terpatri dengan kuat pada dada setiap Mukmin, maka sangat dia tidak akan merugi.
Satu ilustrasi, jika seorang Mukmin benar-benar menyadari bahwa Allah Maha Melihat, maka segala bentuk transaksi yang dia lakukan akan dilandasi dengan kejujuran bukan kecurangan. Dari transaksi yang penuh responsibilitas, akuntabilitas, dan transparansi inilah, kemudian akan mendatangkan keuntungan dan keberuntungan. Kedua, beramal saleh. Buah dari keimanan adalah refleksi perbuatan baik karena bagaimana mungkin seseorang percaya akan Hari Akhir, sedangkan dia tidak berusaha untuk menambah pundi-pundi amal baik, untuk kemudian dapat diunduh dan menjadi pemberat neraca kebaikannya kelak di Hari Kiamat.
Bagi mereka yang berpikir kritis analitis pasti akan terus merajut dan menyemai perbuatan baik setiap saat, karena hanya dengan hal tersebut, maka akan menjadi perisai dari api neraka. Hari-harinya akan disibukkan dan dihiasi dengan jenis kebaikan apa yang hendak dilakukan dan bagaimana cara merealisasikan perbuatan baik tersebut. Pendek kata, inventarisasi dan investasi kebaikan. Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran. Nasihat konstruktif yang bermuara pada kebaikan sangat diperlukan dalam interaksi sosial. Nasihat adalah input, kritik yang membangun atas sebuah persoalan. Bukan nyinyiran!
Seorang Mukmin bisa saja tergelincir dan masuk dalam jebakan musuh abadinya, yakni setan, jika tidak diingatkan dalam bentuk nasihat dari saudara Mukminnya. Nasihat yang tulus akan dapat dengan mudah diterima dalam sanubari. Berbeda dari ungkapan yang terkesan nasihat, tetapi pada esensinya adalah nyinyiran seperti yang sering kali berseliweran di media sosial dewasa ini. Keempat, saling bernasihat atas kesabaran. Tidak ada manusia yang tidak dicoba oleh Allah. Salah satu cara penguatan kesabaran atas sebuah cobaan atau musibah adalah keterlibatan orang lain dalam bentuk nasihat. Orang yang sedang terpuruk dengan musibah yang menimpa sering kali galau dan membutuhkan support dan asistensi dari orang lain untuk membesarkan jiwanya dengan nasihat akan kesabaran dalam menghadapi problematika kehidupan.
Kesabaran adalah tolok ukur emosi seseorang. Maka tidaklah mengherankan jika Allah memilih para rasul-Nya yang terdiri atas Nabi Muhammad, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Isa, dan Nabi Musa, serta menggelari mereka dengan predikat bergengsi Ulul Azmi (rasul dengan ketabahan dan kesabaran yang luar biasa). Masa pasca pandemi Covid-19 di mana side effect yang ditimbulkannya begitu dahsyat dan belum juga sirna dari memori masyarakat dunia, maka saling menasehati tentang kesabaran merupakan penambah imun emosional karena dunia masih dilanda ketakutan, ketidakpastian, dan problem kehidupan yang masih menganga. Dengan mengimplentasikan keempat solusi jitu dari Surat Surat Al-‘Asr Ayat 2-3 niscaya kita akan menjadi hamba Allah yang beruntung.
Insyaallah
Wallahu a’lamu bisshawab
K Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang NU Bayah; Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot & Sabilillah dan Madrasah Aliyah Nahdlatul Muslimin Kudus; serta Universitas Diponegoro Semarang