• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Sejarah

Catatan Sejarah Keistimewaan Negeri Banten

Catatan Sejarah Keistimewaan Negeri Banten
Banten menjadi bagian penting penyebaran Islam di Nusantara ini. Tampak Hamdan Suhaemi berlatar bangunan lampau di Banten. (dok pribadi)
Banten menjadi bagian penting penyebaran Islam di Nusantara ini. Tampak Hamdan Suhaemi berlatar bangunan lampau di Banten. (dok pribadi)

PADA Babad Banten terdapat catatan mengenai dua orang ulama yang berasal dari Maroko atau dulu dikenal dengan Magribi, dua orang ulama ini bernama Maulana Baghdad dan Maulana Bahrum. Dikisahkan telah bertemu Rasulullah SAW dalam mimpi. Di dalam mimpi tersebut Kanjeng Rasul mengatakan bahwa yang akan menyelamatkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin itu adalah seorang pemuda yang berada di negeri sebrang, negeri yang elok, alamnya indah.

 


Seorang penguasa muda yang memimpin 300 orang menyerang Malaka dan merebutnya dari Portugis pada 1527 M, keterangan penaklukan Kanjeng Maulana Hasanuddin Banten dikuatkan oleh sumber dokumen Portugis yang ditulis oleh Fransisco De Sa, dan Dokumen Emperium Malaka (kurang lebih tebal 900 halaman).

 


Diceritakan dalam Babad Banten bahwa ketika dua Maulana itu bermimpi, Kanjeng Rasul menyebut nama Hasanudin yang tengah berkuasa di negeri sebrang yang kemudian dimaksud adalah negeri Banten Girang. Negeri ini sebelum menjadi kesultanan pernah disinggahi dua tokoh ulama sufi, satu dari Champa (Vietnam) satunya lagi Malabar India, ketika keduanya hendak melawat ke Nusa Jawa.

 


Pada halaman 30-35 di Babad Banten dikisahkan bahwa dua orang ulama sufi itu adalah Sayyid Ali Rahmatullah dari Champa yang diminta datang oleh bibinya yakni Ratu Dewi Dewarawati, istri Raja Brawijaya V asal negeri Champa, namun kapal laut yang ditumpanginya itu terdampar di Pelabuhan Ratu Bojonegara (kini masuk Kabupaten Serang). Dalam waktu bersamaan di dalam kapal tersebut yang memuat sekitar 800 penumpang terdapat ulama sufi yang tidak menampilkan keulamaanya, ia yang bersama awak kapal lainnya posisi di bawah sebagai juru kemudi.

 


Saat semua dalam kehausan, sang sufi yang kemudian dikenal sebagai Syekh Syarifudin itu mengambil air laut, lalu dengan karamahnya air laut tersebut berubah menjadi air tawar dan menyejukkan. Ternyata peristiwa tersebut terdengar oleh Sayyid Ali Rahmatullah dan meminta sang sufi tersebut mau dijadikan gurunya. Saat kapal berlabuh, Sayid Ali Rahmatullah yang sejatinya melakukan perjalanan menuju Majapahit, untuk sementara waktu menemani Syekh Syarifudin, sosok seorang sufi yang berkeinginan melakukan dakwah di Banten.

 


Lalu, bagaimana dua Maulana itu yang berdasarkan mimpinya ditemui Rasulullah SAW dan mengatakan bahwa Hasanudin yang membawa Islam di negeri sebrang dan ia yang akan menguatkannya. Karena pasca ambruknya Daulah Abbasiyah abad 13 Masehi oleh serangan Mongol pimpinan Hulagu Khan, dan berkecamuknya Perang Salib yang memakan waktu puluhan tahun, kondisi umat Islam tengah mengalami ketidakpastian nasib dan eksistensinya. Runtuhnya peradaban Abbasiyah yang berpusat di Baghdad justru berisiko atas ketidakpastian keajegan Islam sebagai agama yang diprinsipi ilmu dan nilai-nilai kemanusiaan, yang sebelumnya 5 abad lamanya Islam jadi mercusuar peradaban dunia.

 


Senjakala Daulah Abbasiyah pada 1258, lalu diteruskan oleh Usman Ghazi, seorang tokoh sejarah yang mendirikan Daulah Utsmaniyah di Turki yang merupakan putra dari pembesar kabilah Orghuz dan cucu dari Sulaimah Syah yang keberadaannya di Barat Laut Anatolia, kabilah yang kemudian menetap di Anatolia dan Akhlath itulah yang kelak menjadi bangsa Turky Usmani. Ayahnya Usman Ghazi yakni Ertugrul yang memulai membangun kekuasaan pasca runtuhnya Abbasiyah meski di bawah kekuasaan Kesultanan Seljuk (lihat Buku Dinasti Utsmaniyah, hlm. 10-12).

 


Tetapi kemudian Daulah Utsmaniyah dalam perjalanan selanjutnya tidak condong pada penguatan agama Islam, akan tetapi fokusnya lebih kepada kekuasaan atas teritorial negeri-negeri di mana umat Islam berada. Tidak pada penguatan agama Islam dengan penekanan membangun peradaban ilmu pengetahuan seperti halnya pada masa Daulah Abbasiyah.

 


Mungkin situasi dunia Islam yang tidak menentu inilah, timbul harapan atas penyebaran Islam di Nusantara yang bisa konsisten atas eksistensi Islam sebagai agama yang harus didakwakan dan disebarluaskan sebagai pengejawantahan agama yang rahmatan lil alamin.

 

Mimpi kedua Maulana itu menjadi penanda bahwa Islam yang disebarkan oleh para Wali Songo khususnya menjadi kuat ketika ditopang oleh kekuasaan, dan naiknya Maulana Hasanuddin yang memimpin Kesultanan Banten sama artinya punya peran menguatkan Islam, terutama Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (madzhab dalam Islam yang dianut seluruh muslim Nusantara).

 


Hamdan Suhaemi, Ketua MDS Rijalul Ansor Banten dan Wakil Ketua PW GP Ansor Banten


Sejarah Terbaru