• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 26 April 2024

Ubudiyyah

Puasa sebagai bentuk ibadah Ruhani dan Sosial

Puasa sebagai bentuk ibadah Ruhani dan Sosial
Tujuan dari disyariatkannya puasa bukan hanya sekedar menahan haus dan lapar, melainkan membantu kita untuk memecah keinginan nafsu dan mengganti dari mengikuti nafsu ammarah beralih mengikuti nafsu mutmainnah. Ilustrasi (Foto: NU Online)
Tujuan dari disyariatkannya puasa bukan hanya sekedar menahan haus dan lapar, melainkan membantu kita untuk memecah keinginan nafsu dan mengganti dari mengikuti nafsu ammarah beralih mengikuti nafsu mutmainnah. Ilustrasi (Foto: NU Online)

Seperti yang kita ketahui bahwa puasa merupakan salah satu ibadah yang termasuk dalam rukun Islam. Dan pelaksanaannya pun begitu spesial karena balasan yang kita peroleh dari ibadah puasa akan langsung diserahkan kepada Allah swt. 

 

Hal tersebut tertulis sangat jelas sebagaimana potongan Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda:

 

 كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ…

 

Artinya: “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah swt. berfirman, “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya…..”

 

Maka dalam hal ini, sudah jadi rahasia umum bahwa puasa merupakan salah satu momen terbaik dimana terbentuk dan menguatnya hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Inilah yang kita katakan sebagai ibadah ruhani, yaitu kondisi ibadah hamba terhadap Tuhannya. Namun hal ini tidak serta merta dapat terjadi, terdapat proses yang harus dijalankan didalamnya.

 

Lalu bagaimana kita dapat mengetahui proses tersebut? Tentu saja para ulama terdahulu sudah menuntun kita melalui banyak mahakaryanya. Sebut saja dalam hal ini kita dapat merujuk pada salah satunya yaitu kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali, disana dijelaskan berbagai adab maupun amalan orang yang berpuasa, yang tentu saja penulis tidak dapat menuliskannya disini.

 

Imam Baidhowi juga mengatakan tujuan dari disyariatkannya puasa bukan hanya sekedar menahan haus dan lapar, melainkan membantu kita untuk memecah keinginan nafsu dan mengganti dari mengikuti nafsu ammarah beralih mengikuti nafsu mutmainnah

 

Memang ada perbedaan pendapat mengenai apa itu nafsu mutmainnah, dan penulis tidak akan membahasnya disini. Namun, apabila kita tarik kesimpulan umum, maka akan kita dapatkan bahwa nafsu mutmainnah adalah nafsu yang mendorong kita pada kepatuhan serta kebajikan.

 

Karena penjelasan mengenai bahwa puasa merupakan salah satu bentuk kepatuhan seorang hamba dengan Tuhannya sudah diketahui secara umum, maka yang akan kita diskusikan selanjutnya adalah mengenai tujuan puasa yang mendorong kita pada melakukan kebajikan.

 

Hal ini juga bersifat umum, maka bisa kita katakan bahwa mendorong kita untuk melakukan amal-amal kebajikan berlaku juga terhadap sesama umat manusia. Maka inilah poin yang akan ditekankan mengenai puasa sebagai salah satu bentuk dari ibadah sosial.

 

Kecuali orang yang mempunyai uzur syar’i, tidak diragukan lagi bahwa puasa dilakukan oleh seluruh umat manusia yang beragama Islam baik kaya maupun miskin, tua maupun kecil, siapapun dan dengan kondisi apapun. Kondisi inilah yang membawa kita pada penyamarataan kondisi sosial atas kewajiban berpuasa, tidak peduli darimana dia berasal, dari golongan apa, tetaplah wajib baginya untuk berpuasa.

 

Saat melakukan puasa dan merasakan lapar dan haus juga diharapkan dapat memberikan rasa yang sama atas apa yang diderita oleh orang yang kekurangan. Dan juga dapat mengetuk pintu hati orang yang mempunyai kelebihan sehingga dapat berbagi terhadap apa yang dipunyainya.

 

Terlebih lagi bila kita berkaca pada situasi sekarang, disaat seluruh dunia terkena dampak dari merebaknya wabah covid-19 berupa kemiskinan, kelaparan, terputusnya dari pekerjaan, dan dampak negatif lainnya.
Selain itu, terdapat potongan perkataan Nabi saw dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menarik untuk kita selami makna dan kandungannya, bunyi Hadisnya adalah

 

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ….

 

Artinya: "Puasa itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh…”

 

Tentu saja untuk memahami lebih lanjut Hadis di atas kita akan menukil penjelasan dari Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Barinya. Beliau menjelaskan bahwa puasa itu merupakan benteng terhadap neraka dengan cara salah satunya adalah menahan hawa nafsu.

 

Perkataan “Jangan berbuat kotor” dan “Jangan berbuat bodoh” disini yang akan kita titik beratkan menganai hubungannya dengan ibadah sosial seseorang. 

 

Imam Ibnu Hajar menuliskan bahwa makna kalimat “فَلَا يَرْفُثْ” adalah perkataan yang buruk, dan umumnya adalah segala perbuatan yang buruk. Maka dalam berpuasa kita dilarang melakukan hal tersebut yang akan berpengaruh terhadap rasa sosial kita terhadap orang lain.

 

Begitu juga dengan makna kalimat “لَا يَجْهَلْ” yang mempunyai makna tidak jauh dari kalimat sebelumnya. Namun, Imam Ibnu Hajar memberikan penjelasan lebih yaitu tidak bolehnya melakukan hal yang orang bodoh lakukan yaitu berbuat kegaduhan dan melakukan kejelekan budi yang lain. (Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani, Fathul Bari, Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1960, jilid 4, halaman 104).

 

Bayangkan apabila setiap orang yang berpuasa mengamalkan apa yang terdapat dalam Hadis tersebut, tentu akan sangat meminimalisir perilaku-perilaku buruk yang terjadi di masyarakat dan akan terciptanya kondisi sosial yang aman, damai, serta kondusif. 

 

Hal inilah yang membuat puasa memiliki dua manfaat ibadah sekaligus, yakni ibadah ruhani atau ibadah yang kita lakukan pada Allah swt dan ibadah sosial atau ibadah yang mempengaruhi hubungan kita terhadap sesama manusia.

 

Namun tentu saja, perilaku di atas juga harus tetap kita lakukan meskipun tidak berpuasa demi tetap terciptanya kondisi sosial yang aman, nyaman, dan kondusif. Semoga kita diberikan kekuatan sehingga dapat mengamalkan apa yang terkandung dalam Hadis di atas. Aamiinn (Faidhu Rohman)


Editor:

Ubudiyyah Terbaru