• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 19 April 2024

Ubudiyyah

Apa Itu Yakin? (1)

Apa Itu Yakin? (1)
Ilustrasi Doa : NU Online
Ilustrasi Doa : NU Online

Terbilang yaqin, yakin atau percaya, dengan syarat keyakinan itu tidak mengandung sedikit pun keraguan. Namun, ketika masih ada sedikit keraguan, maka disebut zhann (dugaan). Jika masih setengah-setengah, disebut syakk (50-50). Sementara, jika lebih banyak ragunya, disebut wahm.

 

Sebagaimana hal ini disebutkan dalam Kitab al-Qamus al-Muhith: Yakin yaitu hilangnya keraguan.” Dan dalam Kitab at-Ta’rifat oleh Imam al-Jurjani:  “Yakin yaitu benar-benar percaya kepada hal-hal yang ghaib dengan dihilangkannya sikap ragu-ragu.” 

 

Yakin merupakan kata serapan dari bahasa Al-Qur’an yaitu yaqîn. Bahasa Indonesia menyerapnya dan diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan percaya (tahu dan mengerti) sungguh-sungguh. Yakin juga terkadang dimaknai sebagai sebuah kepastian. Sementara yakin secara bahasa dalam Maqâyîs al-Lughah mempunyai arti asal: hilangnya keraguan. Dan memang yakin merupakan antonym dari ragu. 

 

Berbicara mengenai term yakin, Al-Qur’an setidaknya membicarakan kata yakin dan yang seakar dengannya sebanyak 28 kali. 14 kali dalam bentuk kata kerja (verb). Sisanya berbentuk kata benda (noun). 

 

Selanjutnya kata yakin dalam Al-Qur’an mempunyai lima ragam makna. Sejatinya semua maknanya berdekatan. Hanya, penekanan dan arti yang dinilai tepat ada lima. Lima makna itu sebagai berikut:

 

Pertama, berarti benar. Makna ini bisa didapati dalam QS al-Naml [27]: 22



طٰسۤ ۚ تِلْكَ اٰيٰتُ الْقُرْاٰنِ وَكِتَابٍ مُّبِيْنٍ ۙ ١


 

"Dan aku mendatangimu dari Negeri Saba’ membawa kabar yang benar". (QS al-Naml [27]: 22) 

 

Kedua, bermakna mempercayai. Percaya juga mengandung makna pembenaran. Sehingga seseorang yang mempercayai pastilah membenarkan apa yang ia percayai. Arti ini banyak didapati ketika yakin berbentuk kata kerja yakni:


 

وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ ٤


 

"Dan mereka sangat mempercayai (keberadaan) akhirat". (QS al Baqarah [2]: 4).

 


وَقَالَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللّٰهُ اَوْ تَأْتِيْنَآ اٰيَةٌ ۗ كَذٰلِكَ قَالَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِّثْلَ قَوْلِهِمْ ۗ تَشَابَهَتْ قُلُوْبُهُمْ ۗ قَدْ بَيَّنَّا الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ١١٨


 

"Bagi kaum yang percaya". (QS al-Baqarah [2]; 118)


 

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ ٥٠


 

QS al-Maidah [5]: 50


وَفِيْ خَلْقِكُمْ وَمَا يَبُثُّ مِنْ دَاۤبَّةٍ اٰيٰتٌ لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَۙ ٤



هٰذَا بَصَاۤىِٕرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ٢٠

 

QS al-Jatsiyah [45] 4 & 20) 

 

Ketiga, berarti mati. Al-Qur’an menyebut mati dengan redaksi yakin sebab kematian merupakan sesuatu yang pasti. Mengingat kata yakin dengan kata pasti masih satu arti. Sehingga kematian merupakan kepastian yang harus diyakini kebenarannya. Term yakin yang berarti dalam Al-Qur’an ada di dua tempat yakni QS al-Hijr [15]: 99 dan QS al-Mudatsir [74]: 47. 


 


وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ ࣖࣖ ٩٩


 

"Dan beribadahlah kepada Tuhanmu hingga kematian mendatangimu". (QS al-Hijr [15]: 99) 


 

حَتّٰىٓ اَتٰىنَا الْيَقِيْنُۗ ٤٧

 


"Hingga kematian mendatangi kami". (QS al-Mudatsir [74]: 47)


 

Keempat, bermakna nyata. Sesuatu yang nyata pastilah akan mengundang yakin. Arti nyata ini bisa didapati dalam QS al Takatsur [102]: 5. 



كَلَّا لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِۗ ٥


 

"Jikalau kalian mengetahuinya secara nyata". (QS al-Takatsur [102]: 5) 


 

Kelima, berarti mengetahui atau mengerti (ilmu/pengetahuan). Pastilah suatu keyakinan didasari oleh pengetahuan. Seseorang tidak akan yakin jika dia tidak benar-benar mengerti. Arti ini bisa dibaca dalam QS al-Nisa’ [4]: 157. 


 

وَّقَوْلِهِمْ اِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللّٰهِۚ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۗوَاِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِيْهِ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ ۗمَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًاۢ ۙ ١٥٧


 

"Tidaklah mereka membunuhnya atas dasar pengetahuan." (QS al Nisa’ [4]: 157). 


 

Di dalam tasawuf, istilah yakin mengacu kepada ketetapan hati kepada Allah berdasar ilmu yang tidak berubah, tidak bisa dibolak-balik, dan tidak lenyap ketika ada goncangan dan keraguan. Keyakinan ini tercermin, misalnya, dari pribadi Ali bin Abi Thalib yang pernah menyatakan, “Bahkan jika selubung antara yang tampak dan yang tidak tampak diangkat, keyakinanku tak akan bertambah”. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seseorang mempunyai keyakinan yang kuat, ia pasti dapat berjalan di atas air” 

 

Tanda-Tanda Yaqin 

Tanda-tanda bahwa ada keyakinan dalam hati seseorang, setidaknya ada tiga: 
Pertama, tidak menggantungkan harapan kepada makhluk. Kedua, tidak mengharap pujian ketika memberi. Ketiga, tidak mencaci atau menggerutu ketika ditolak.  

Salah seorang pembesar Tabiin, Imam Hasan Al Bashri, memberikan nasihat, “Wahai anak Adam, salah satu tanda kelemahan imanmu adalah engkau lebih percaya pada sesuatu yang ada di tanganmu daripada yang ada dalam genggaman kekuasaan Allah Azza wa Jalla.”

 

Kedudukan Yaqin 

Yakin merupakan maqam spritual yang dicapai dan dialami oleh orang-orang yang melewati jalan ma’rifah atau mengenal Allah. Sebagaimana Al-Qur’an menyatakan dalam Surat al-Hijr.

 

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ ࣖࣖ ٩٩


 

"Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu." (QS. Al-Hijr: 99) 

 

Untuk mendapatkan atau sampai pada tahapan keyakinan, seorang yang meniti jalan Allah (salik) di awal perjalanannya mesti berusaha melakukan sesuatu yang diperlukan untuk mencapainya, baik melalui sumber pengetahuan, observasi maupun meditasi.
 
Namun demikian, hasil akhir dari semua ini adalah murni merupakan berkah dan karunia Allah. Dengan kata lain, manusia tidak mendatangi keyakinan melainkan keyakinan-lah yang mendatangi manusia. Manusia secara aktif mencari Allah, tetapi secara pasif menerima apapun yang Allah berikan. 
 

Meskipun demikian, seseorang tidak mungkin mencapai derajat yakin tanpa memiliki pengetahuan tentang Allah. Pengetahuan tentang Allah dapat diperoleh melalui pandangan yang benar tentang hal-hal dan peristiwa-peristiwa, kapasitas pemikiran yang benar dan seimbang, kemurnian niat, memikirkan tanda-tanda dari eksistensi dan keesaan Allah, merenungi perbuatan-Nya dan manifestasi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. 


 

Penulis: Singgih Aji Purnomo


Ubudiyyah Terbaru