• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 29 Maret 2024

Ubudiyyah

Untuk apakah kita hidup?

Untuk apakah kita hidup?
Ilustrasi (Foto: NU Online)
Ilustrasi (Foto: NU Online)

Perkembangan zaman yang semakin maju ini tentu saja memberikan umat manusia pada berbagai kemudahan dalam setiap pekerjaannya. Berbagai kemudahan yang didapatkan tentu saja terdapat hampir di semua lini kehidupan.

 

Seperti aktifitas kirim mengirim uang yang dahulu harus melalu proses yang panjang, namun saat ini hanya dengan gerakan jari sudah dapat berkirim uang, bahkan kegiatan ini dapat menembus batas antar negara.

 

Memang dalam kemajuan zaman yang tidak terkontrol ini terdapat banyak sekali kemudahan serta manfaat yang kita dapat, namun entah disadari atau tidak, ternyata terdapat banyak dampak buruk yang muncul seiring dengan perkembangan zaman ini.

 

Dewasa ini, banyak umat manusia yang lupa akan peringatan dari Allah Swt yang terdapat di surat Al-Hadid ayat 20 yang berbunyi:

 

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

 

Artinya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

 

Dalam ayat tersebut terdapat peringatan dan ancaman sekaligus yang diberikan Allah swt kepada kita hambaNya yang seiring berjalannya zaman menjadi bersikap seperti peribahasa yang berbunyi kacang yang lupa akan kulitnya, yakni kita lupa untuk apa kita diciptakan.

 

Allah swt menegaskan dalam ayat ini bahwa dunia adalah hanya tempat sementara yang berisi kesenangan-kesenangan yang menipu. Bahkan pada zaman ini, like dan comment dalam social media seakan-akan menjadi takaran seberapa bahagia seseorang hidup di dunia ini, dan melupakan bahwa itu semua hanya kesia-siaan belaka.

 

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menakwilkan maksud dari ayat tersebut adalah sesungguhnya bagi ahli dunia (orang yang mementingkan dunia) akan berbuat yang demikian, yakni digunakan untuk bermegah-megahan, berbanyak-banyak dalam harta, anak, dan keturunan. 

 

Allah swt membuat permisalan dunia bahwa itu hanyalah seperti  tumbuhan yang terairi oleh air hujan setelah keputusasaan yang berkepanjangan dan kemudian tumbuhan tersebut mati, maka hal itu maupun kehidupan dunia adalah sebuah keindahan yang hanya merupakan fatamorgana dan kenikmatan yang akan hilang.

 

Akhirat itu hanya ada dua pilihan, azab yang keras atau ampunan dari Allah swt. Dan tentu saja tujuan kita harus mengharapkan ampunan dari Allah swt. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Arab Saudi: Dar Tiba, 1999, juz VIII, halaman 24).

 

Berkaitan dengan peringatan Allah swt dalam ayat tersebut, Rasulullah saw pernah menunjukan tentang bagaimana kita hendaknya berkehidupan di dunia. Terdapat sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya. Nabi Muhammad saw bersabda:

 

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. رواه البخاري

 

Artinya: “Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara." (HR. al-Bukhari).

 

Dalam Hadis ini, Rasulullah Saw mengingatkan kepada kita bahwa hidup di dunia ini haruslah menjadi seperti orang yang sedang berada di tempat asing ataupun sebagai musafir. Lebih dalamnya.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitabnya Fath al-Bari tentang Hadis ini yaitu bahwa kita hidup di dunia ini diserupakan sebagai musafir yang hanya menjadikan kehidupan dunia sebagai tempat istirahat atau mengambil bekal untuk menyampaikan kita pada tujuan akhir yaitu akhirat, dan bukanlah dunia itu sendiri yang menjadi tujuan akhirnya.

 

Kita diperintahkan untuk zuhud dan qonaah di kehidupan dunia sebagaimana seorang musafir yang sedang mengambil bekal ala kadarnya, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak untuk mempermudah sampai ke tujuan yang dimaksud.

 

Wallahu a'lam bish-shawwab

 

Muhammad Faidhur Rahman, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Jakarta dan Aktifis PMII FDI


Editor:

Ubudiyyah Terbaru