• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 20 April 2024

Fragmen

Adab Imam Syafi’i Ziarah Makam Imam Abu Hanifah

Adab Imam Syafi’i Ziarah Makam Imam Abu Hanifah
Suasana peziarah makam Imam Abu Hanifah. (Foto : Istimewa)
Suasana peziarah makam Imam Abu Hanifah. (Foto : Istimewa)

 

Catatan Singkat Ngaji Sorogan Kitab al-Tibyan

Ziarah ke makam para ulama adalah laku baik yang sudah dicontohkan oleh ulama salaf. Dalam banyak literatur, semisal kitab al-Tibyan karya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari (1871-1947), termaktub kisah ziarah Imam Syafi’i (150-204 H) ke makam Imam Abu Hanifah (80-150 H). 

 

Perjalanan ziarah yang penuh suri teladan. Menggoreskan spirit pelajaran yang sangat berarti. Imam Abu Hanifah, selaku pendiri madzhab Hanafiyah, dimakamkan di samping masjid Abu Hanifah di kota Baghdad Iraq. Sedangkan Imam Syafi’i, di sisa usianya, menetap di Kairo Mesir. Dalam kitab Tarikh Baghdad, Imam Khatib al-Baghdadi (392-463 H) mencatat, dua kali imam Syafi’i mengunjungi Baghdad.

 

Setidaknya ada 3 hal yang dilakukan Imam Syafi’i saat ziarah ke makam Imam Abu Hanifah. Pertama, menginap selama 7 hari. Tidak tanggung-tanggung, ziarah tidak hanya cukup satu dua jam saja, tetapi berhari-hari. Bagi Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah adalah tokoh penting dalam perkembangan ilmu keislaman. 

 

Corak penggunaan rasio dalam memahami al-Qur’an dan hadis ala Imam Abu Hanifah, sedikit banyak mempengaruhi ijtihad Imam Syafi’i. Melengkapi corak ijtihad ahli hadis yang diserap Imam Syafi’i dari Imam Malik (93-174 H). Karena itu, meskipun tidak sempat bertemu langsung, Imam Syafi’i menaruh rasa hormat kepada Imam Abu Hanifah. Ziarah adalah salah satu bentuknya.

 

Hal kedua yang dilakukan Imam Syafi’i adalah membaca al-Qur’an. Setiap kali khatam, Imam Syafi’i berdoa dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada Imam Abu Hanifah. Membaca al-Qur’an adalah salah satu aktivitas yang banyak dilakukan Imam Syafi’i selama 7 hari di makam Imam Abu Hanifah. Di samping mengimami sholat jamaah dan mengadakan majlis ilmu di tempat yang sama. Di saat itu, masih banyak dijumpai murid-murid Imam Abu Hanifah. Mereka tidak segan berdiskusi dan bertukar pendapat dengan Imam Syafi’i. Membandingkan metodologi ijtihad Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. 

 

Ketiga, satu hal yang menjadi pelajaran dari ziarahnya Imam Syafi’i di atas adalah setiap sholat Shubuh di masjid Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i tidak membaca doa Qunut. Karena penasaran, sebagian murid Imam Syafi’i yang menyertainya bertanya. Mengapa selama 7 hari terakhir, sholat Shubuh tidak disertakan bacaan Qunut. Padahal Imam Syafi’i berpendapat bahwa membaca Qunut adalah sunnah. Mendengar pertanyaan ini, dengan bijak Imam Syafi’i menjawab; “Sungguh, Imam Abu Hanifah tidak berpendapat kesunahan Qunut di setiap sholat Shubuh. Karena itu, aku tidak membacanya sebagai bentuk tata krama dan hormat kepada beliau.” 

 

Jika ulama dahulu sudah mencontohkan pentingnya saling hormat dan menghargai perbedaan pendapat sedemikian hingga, lantas bagaimana dengan kita saat ini? Sudahkah?

 

 

Muhammad Hanifuddin, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PCNU Tangerang Selatan, Pengajar Ma’had Darus-Sunnah Ciputat


Fragmen Terbaru