• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 26 April 2024

Ubudiyyah

Nasihat Imam Ghozali Tentang Menuntut Ilmu

Nasihat Imam Ghozali Tentang Menuntut Ilmu
Ilustrasi (Foto: NU Online)
Ilustrasi (Foto: NU Online)

Dalam perjalanan hidup manusia, pasti tidak lekang dari suatu kegiatan yang dikatakan sebagai “menuntut ilmu”. Kegiatan ini pada hakikatnya juga merupakan sebuah keharusan bagi manusia karena kebutuhannya akan suatu informasi baru yang terus berdatangan selama manusia hidup.

 

Kemudian dalam perjalanannya menuntut ilmu, ternyata hal itu tidak didasari oleh keinginan mencari informasi baru belaka, melainkan ada beberapa pendorong atau alasan lain yang menjadikan kegiatan menuntut ilmu menjadi sebuah keharusan.

 

Alasan itu dapat berupa apa saja, entah didasari oleh keinginan dunia ataupun keinginan akhirat.

 

Berkenaan dengan alasan di atas, penulis teringat akan suatu nasihat yang diberikan oleh Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghozali dalam muqoddimah kitabnya yang berjudul Bidayatul Hidayah. Beliau dengan indah menuturkan beberapa nasihat teruntuk penuntut ilmu dengan untaian kalimat sebagai berikut:

 

فاعلم أيها الحريص المقبل على اقتباس العلم، المظهر من نفسه صدق الرغبة، وفرط التعطش إليه.. أنك إن كنت تقصد بالعلم المنافسة، والمباهاة، والتقدم على الأقران، واستمالة وجوه الناس إليك، وجمع حطام الدنيا؛ فأنت ساع في هدم دينك، وإهلاك نفسك، وبيع آخرتك بدنياك؛

 

فصفقتك خاسرة، وتجارتك بائرة، ومعلمك معين لك على عصيانك، وشريك لك في خسرانك، وهو كبائع سيف لقاطع طريق، كما قال صلى الله عليه وسلم: (من أعان على معصية ولو بشطر كلمة كان شريكا فيها)

 

Terjemah bebas:

 

Ketahuilah wahai manusia yang berusaha mendapat ilmu pengetahuan, yang tampak dari padanya usaha dan sangat haus kepadanya. Bahwa jika engkau menuntut ilmu untuk bersaing, berbangga diri, mengalahkan teman sebaya, mencari simpati atas orang lain, dan mengharap harta dunia. Maka sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhirat dengan dunia.

 

Dengan demikian, engkau mengalami kegagalan, perdaganganmu merugi. Dan gurumu menjadi orang yang telah membantumu dalam berbuat maksiat serta menjadi sekutumu dalam kerugian tersebut. Gurumu itu seperti orang yang menjual pedang bagi pembegal jalanan, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang membantu terwujudnya perbuatan maksiat walaupun hanya dengan sepatah kata, ia sudah menjadi sekutu baginya dalam perbuatan tersebut."

 

وإن كانت نيتك وقصدك، بينك وبين الله تعالى، من طلب العلم: الهداية دون مجرد الرواية؛ فأبشر؛ فإن الملائكة تبسط لك أجنحتها إذا مشيت، وحيتان البحر تستغفر لك إذا سعيت.
ولكن ينبغي لك أن تعلم، قبل كل شيء، أن الهداية التي هي ثمرة العلم لها بداية ونهاية، وظاهر وباطن، ولا وصول إلى نهايتها إلا بعد إحكام بدايتها، ولا عثور على باطنها إلا بعد الوقوف على ظاهرها.

 

Terjemah bebas:

 

Dan apabila niat dan maksudmu, antara dirimu dan Allah swt. dalam menuntut ilmu untuk mendapat hidayah, bukan sekadar mengetahui atau mendapat riwayat, maka bergembiralah.

 

Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya untukmu saat engkau berjalan dan ikan-ikan di laut memintakan ampunan bagimu manakala engkau berusaha menuntut ilmu.

 

Akan tetapi hendaknya dirimu ​​​​memepelajari sebelum mengetahui hal-hal lainnya, bahwa Hidayah merupakan buah dari ilmu pengetahuan, Hidayah memiliki permulaan dan akhir serta mempunyai aspek lahir dan batin. Dan tidak akan sampai pada akhirnya, kecuali setelah mengetahui permulaannya. Serta tidak akan sampai pada batinnya, kecuali setelah mengetahui aspek lahirnya.

 

Kita, dalam redaksi di atas, diperingatkan oleh Imam Ghazali untuk berhati-hati dalam memutuskan niat apa yang melandasi kita untuk menuntut ilmu. Karena niat merupakan inti dari segala ibadah, dan suatu amalan akan terhitung sebagai ibadah atau bukan itu sesuai dengan apa yang kita niatkan sebagaimana Hadis yang sudah masyhur kita dengar.

 

Sebagaimana yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali, kita diperintah agar dalam menuntut ilmu tidak disandarkan atas niat yang salah, seperti berbangga diri, ingin dipuji, mencari harta kekayaan belaka, ataupun mencari simpati dari orang lain. Bahkan guru yang mengajarkan kita ilmu tersebut juga ikut tersangkut atas kesalahan kita karena landasan niat yang salah.

 

Dan hendaknya bagi kita dalam proses menuntut ilmu, ditujukan hanya semata-mata mengharap ridha Allah swt. sedangkan hal-hal yang lain hanyalah penghias belaka. Hal ini juga harus kita sesuaikan dengan proses yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali bahwa kita harus belajar melalui tahap permulaan sebelum sampai pada penutup atau akhir yang di tuju.

 

Syekh Nawawi Al-Jawi, salah satu ulama kebanggaan Indonesia memberikan penjelasan terhadap redaksi di atas dengan menuliskan di salah satu kitabnya bahwa apa yang dimaksud dengan mengetahui permulaan adalah mengetahui ilmu syariat dan thariqah agar sampainya pada akhir yang di tuju yakni haqiqah. (Syekh Nawawi Al-Jawi, Muroqil Ubudiyah, Indonesia: Alharomain, 2015, halaman 4).

 

Nasihat di atas ditekankan bagi kita, agar ketika dalam proses menuntut ilmu kita tidak salah dalam menentukan niat, sehingga kita tidak termasuk golongan orang merugi seperti yang telah disebutkan oleh Imam Al-Ghazali di atas. Dan juga, dalam menuntut ilmu, ada tahap-tahap yang harus dilewati agar tercapainya maksud yang di tuju.

 

Semoga dalam perjalanan kita menuntut ilmu, kita dapat mengikuti salah satu nasihat yang diberikan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali yaitu benar dalam menentukan niat dan menempuh jalan sesuai dengan proses mencari ilmu yang disebutkan di atas. Aamiinn yaa Rabbal ​​​​​​Aalamiin
 

 

Wallahu a'lam bish-shawwab

 

Muhammad Faidhur Rahman, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Aktifis PMII Komfakdish Ciputat 


Editor:

Ubudiyyah Terbaru