• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 19 Mei 2024

Keislaman

Hukum Makan dalam Masjid yang Lazimnya Menimbulkan Kotor

Hukum Makan dalam Masjid yang Lazimnya Menimbulkan Kotor
Ilustrasi masjid. (NUO)
Ilustrasi masjid. (NUO)

MASYARAKAT menyebut masjid adalah rumah Allah swt yang difungsikan untuk menunaikan shalat. Selain itu, biasanya masjid juga dimanfaatkan untuk proses belajar dan mengajar keagamaan atau ngaji. Namun demikian, banyak hal yang bisa direalisasikan melalui masjid untuk tujuan kemaslahatan umat secara luas.

 

Hal tersebut menunjukkan bahwa selain dapat menegakkan agama Allah, masjid juga dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketertiban sosial melalui dakwah-dakwah keagamaan. Jika di Indonesia terdiri atas masyarakat yang majemuk, maka masjid hendaklah mendakwahkan kesejukan dalam praktik kehidupan sehari-hari.

 


Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim. Tetapi, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah semata. Oleh karena itu, Al-Qur’an Surat Al-Jin ayat 18, misalnya, menegaskan bahwa:

 

 

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

 


’’Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena janganlah menyembah selain Allah sesuatu pun.” (QS al-Jin: 18)

 

 

Lalu, bagaimanakah hukumnya makan dalam masjid yang lazimnya menimbulkan kotor? Jika haram, apakah disebabkan karena menimbulkan kotor saja atau juga karena makan? Jika haramnya karena menimbulkan kotor, apakah wajib dihilangi seketika bila ada kotor, atau tidak?

 


Muktamar Nahdlatul Ulama ke-6 di Cirebon, Jawa Barat, yang dilaksanakan 12 Rabius Tsani 1350/27 Agustus 1931, seperti dikutip dari Juz Awal Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Mu’tamirat Nahdlatil Ulama, Kumpulan Masalah Diniyah dalam Muktamar Nahdlatul Ulama PBNU, Penerbit CV Toha Putra Semarang, menjawab sebagai berikut:

 


Apabila berkeyakinan atau mempunyai pengiraan akan mengotori masjid dengan barang najis, maka makan di dalam masjid itu hukumnya haram. Apabila tidak yakin, dan hanya membikin kotor dengan sesuatu yang tidak najis, maka hukumnya kurang baik (khilaful aula). Hukum haram dan khilaful aula disebabkan karena membuat kotor masjid itu yang mengakibatkan kewajiban untuk menghilangkan seketika itu, juga barang najis tersebut. Adapun soal makannya di dalam masjid itu boleh.

Rujukan: Kitab I’anatut Thalibin, Kitab Fatawi al-‘Allamah Husein Ibrahim al-Muqri.

 


ان الاكل فى المسجد ان تيقن او ظن تلويثه بمستقذر فيحرم. والا فان كان تلويثه بغير مستقذر فخلاف الاولى .ثم ان حرمته وخلاف اولويته من حيث التلويث وتجب ازالة المستقذر فى الحال. واما نفس الاكل فى المسجد فجائز . قال فى اعانة الطالبين فى باب الاعتكاف ما نصه: ويؤخذ من ذلك اى عدم جواز الخروج للوضوء استقلالا. ان الوضوء فى المسجد وان تقاطر فيه ماؤه لانه غير مقصودة فلا يحرم ولا يكره. ولا يشكل بطرح الماء المستعمل فيه فانه قيل بحرمته وقيل بكراهته وهو المعتمد حيث لاتقذير لان طرح ذلك مقصود بخلاف المتقاطر من اعضاء الوضوء وفى فتاوى العلامة الشيخ حسين ابراهيم المقرى فى فصل احكام المسجد . مانصها: والتضيف فى مسجد البادية يكون باطعام الطعام الناشف كالتمر لاان كان مقذرا كالطبح والبطيح والا حرم الا بنحو سفرة تجعل تحت الاناء بحيث يغلب على الظن غذم التقدير  فالظاهر انه يقوم مقام الناشف اه.

 


Wallahu a’lam bis shawab


Keislaman Terbaru