Nasional

Dari Mudzakarah Perhajian, Hasil Investasi Boleh Biayai Jamaah Lain, Dam Bisa Disembelih di Tanah Air

Senin, 11 November 2024 | 10:19 WIB

Dari Mudzakarah Perhajian, Hasil Investasi Boleh Biayai Jamaah Lain, Dam Bisa Disembelih di Tanah Air

Ilustrasi orang tawaf. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online Banten

Mudzakarah Perhajian Indonesia berakhir dengan menghasilkan sejumlah keputusan hukum terkait penyelenggaraan ibadah haji. Keputusan ini dibacakan oleh KH Aris Ni’matullah dari Pesantren Buntet, Cirebon, pada penutupan Mudzakarah Perhajian Indonesia yang berlangsung di Bandung, 7-9 November 2024.



Mudzakarah Perhajian Indonesia diikuti sejumlah ahli fiqih dari sejumlah ormas, akademisi, dan praktisi haji. Giat ini juga diikuti oleh para kepala Kanwil Kemenag dan kepala Bidang pada Kanwil Kemenag Provinsi.  Ada tiga isu utama yang dibahas, yaitu: hukum menggunakan nilai manfaat hasil investasi dana setoran awal (biaya penyelenggaraan ibadah haji) untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah lain, skema tanazul (meninggalkan) mabit di tenda Mina, serta hukum menyembelih dan mendistribusikan hewan dam di luar tanah haram.




“Hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal BPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah lain adalah mubah,” ujar KH Aris Ni’matullah di Bandung, Sabtu (9/11/2024), dalam rilisnya.


Menurut KH Aris Ni’matullah, penentuan persentase besaran pemanfaatan Hasil investasi setoran awal BPIH itu, harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan baik bagi jamaah haji masa tunggu (waiting list) maupun jamaah haji yang berangkat pada tahun berjalan. “Presentasi pemanfaatan juga harus memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jamaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan,” tegasnya.



Pemerintah (BPKH), lanjutnya, memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syariah, skalaprioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur.


Terkait tanazul di Mina, Mudzakarah Perhajian Indonesia memutuskan bahwa untuk mengurangi kepadatan di area Mina serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi jamaah sakit, lansia, risiko tinggi, disabilitas, pendamping serta para petugas yang mengurus jamaah diberikan keringanan meninggalkan (tanazul) mabit di Mina dan kembali ke hotel tempat tinggalnya di Makkah.’’Ketika meninggalkan (tanazul) mabit di Mina, hajinya sah dan tidak dikenakan dam,” sebut Kiai Aris.


Berkenaan dam, Mudzakarah Perhajian Indonesia menyebutkan bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air, hukumnya boleh dan sah. Mudzakarah merekomendasikan pemerintah membuat pedoman tata kelola dam jamaah haji dan memasukkan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air. “Pemerintah menyosialisasikan hasil putusan ini kepada jamaah haji melalui berbagai forum pertemuan/sosialisasi dan bimbingan manasik haji baik yang dilakukan Pemerintah maupun KBIHU. Jemaah/petugas haji dapat mempedomani ketentuan Penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air,” tandasnya, dilansir NU Online. (*)