• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 29 April 2024

Nasional

Dialog Ormas Kepemudaan, Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Sampaikan Tiga Tantangan Saat Ini

Dialog Ormas Kepemudaan, Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Sampaikan Tiga Tantangan Saat Ini
Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag RI Prof Kamarudin Amin dalam acara Dialog Ormas Kepemudaan Islam dengan tajuk 'Moderasi Beragama Untuk Kerukunan Bangsa dan Negara'. (NUOB/Arfan)
Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag RI Prof Kamarudin Amin dalam acara Dialog Ormas Kepemudaan Islam dengan tajuk 'Moderasi Beragama Untuk Kerukunan Bangsa dan Negara'. (NUOB/Arfan)

Jakarta, NU Online Banten
Indonesia ini merupakan negara bangsa yang sangat besar. Karena negara ini memiliki penduduk terbesar keempat. Selain itu negara demokrasi terbesar ketiga. Juga negara muslim terbesar di dunia. Ditambah negara ini memiliki lembaga pendidikan Islam di dunia dengan memiliki ormas keislaman terbanyak di dunia. 

 

"Jadi karakteristik future of Indonesian Islam harus kita jaga, kita rawat bersama-sama," kata Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag RI Prof Kamarudin Amin dalam acara Dialog Ormas Kepemudaan Islam dengan tajuk 'Moderasi Beragama Untuk Kerukunan Bangsa dan Negara' di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Rabu (14/6/2023) malam.

 

Ia mengamati, terdapat tiga tantangan global pemuda Islam saat ini. Khususnya kepada pemuda Islam di Indonesia. Menghadapi hal itu, pemuda dan pemudi harus bisa mengambil peran penting di dalamnya. Pertama, tantangan keterbelakangan. Menurutnya Indonesia saat ini harus diakui masih memiliki ketertinggalan dari negara-negara maju dan barat. Terutama pada sektor partisipasi pendidikan.

 

“Kita harus mengakui, bahwa kita masih tertinggal jauh oleh negara-negara maju, negara barat. Bahkan di Asia Tenggara dalam banyak hal kita masih tertinggal, misalnya dari sisi pendidikan, angka partisipasi pasar nasional kita di lembaga pendidikan tingkat dasar, menengah kita masih kalah jauh dari Thailand, dari Philipina, Malaysia, dan Singapura,” terangnya. 

 

Kamarudin menjelaskan, pada angka partisipasi pasar tingkat perguruan tinggi juga sama. Artinya, perguruan tinggi di Indonesia masih pada tahap angka 34-35 persen. Akses itu masih ada sekitar 60 persen untuk anak-anak Indonesia yang tidak bisa mengakses perguruan tinggi. Dan masih kalah atas negara di kawasan Asia Tenggara.

 

“Kita masih bagus dari Laos dan Papua Nugini, tantangan kita masih banyak. Timur Tengah yang negaranya mayoritas penduduknya beragama Islam, pendidikan masih tertinggal jauh,” tegas Kamarudin.

 

Tak hanya itu, Kamarudin juga menilai kondisi ekonomi saat ini masih tertinggal jauh. Angka kemiskinan dinilai masih tinggi. Tantangan tersebut dirasa perlu untuk dijawab. Karena Indonesia memiliki tantangan peradaban.

 

“Ekonomi kita masih tertinggal jauh. Angka kemiskinan masih tinggi, ini tantangan kita yang pertama, kita punya tantangan peradaban sebenarnya, sesunguhnya agama identik dengan peradaban, agama tidak hanyak berbicara tentang beribadah,” ujarnya.

 

Tantangan yang kedua, kata Kamaludin, ialah ekstremisme dan radikalisme. Dua hal tersebut masih dinilai oleh negara barat yang identik dengan Islam. Pada masyarakat global, masih menilai Islam pada sumber radikalisme dan ekstremisme. Sebagian lagi memandang Islam tidak sesuai dengan modernitas dan demokrasi. Dan juga, ada yang menilai Islam sebagai agama yang anti terhadap peradaban.

 

“Kita harus mengakui, oleh masyarakat global the most misunderstood region, ada 41 persen orang Amerika memandang Islam itu sumber ektremisime radikalisme, 4 persen memandang islam tidak sesuai dengan demokrasi dengan modernitas, tidak sesuai dengan kemajuan. Bahkan sebagian besar mengatakan bahwa islam itu adalah yang anti peradaban, ini tantangan kita,” ungkapnya. 

 

Lebih lanjut, Kamarudin menyampaikan tantangan yang ketiga, yaitu sektarianisme. Ia mengungkapkan, perpecahan Sunni-Syiah membuat Islam terbelah. Peperangan yang terjadi di Timur Tengah juga diakibatkan oleh persoalan sektarianisme. Oleh karena itu tidak boleh terjadi di Indonesia.

 

Ia mengajak kepada pemuda dan pemudi Islam mengambil langkah untuk mengatasi persoalan agama yang sering disalah artikan, dikapitalisasi, serta di eksploitasi untuk tujuan tertentu.

 

“Ketiga tantangan ini harus kita respon, Kita harus mengambil porsi, mengambil bagian, berkontribusi, mengantisipasi menangani persoalan ini,” pungkasnya.

 


Pewarta: Arfan Effendi


Nasional Terbaru