Nasional

Elite Harus Evaluasi Diri, Kembali Prioritaskan Rakyat

Sabtu, 6 September 2025 | 09:19 WIB

Elite Harus Evaluasi Diri, Kembali Prioritaskan Rakyat

Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali S. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Banten

Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali S mengatakan, situasi sistemik di Indonesia semakin memprihatinkan akibat korupsi yang mengakar dan kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat kecil. Irham menyerukan agar para elite politik dan pengambil kebijakan segera melakukan evaluasi diri serta kembali memprioritaskan kepentingan rakyat.

“Kalau kita bicara jujur, hari ini Indonesia sedang berada dalam kondisi sistemik yang semakin mengkhawatirkan. Bukan karena rakyatnya malas atau tidak mau bekerja keras, tapi karena sistem yang korup dan kebijakan yang cenderung memihak kepada kepentingan segelintir elite. Elite harus kembali ke rakyat,” ujarnya usai konferensi pers bersama Koalisi Serikat Buruh Merah Putih di Markaz II Konfederasi Sarbumusi, Jalan Erlangga I Nomor 10, Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025).



Irham menilai bahwa kesenjangan sosial, upah buruh yang stagnan, serta harga kebutuhan pokok yang terus meroket adalah tanda-tanda kegagalan sistemik yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. “Jangan-jangan mereka sudah lupa siapa yang mereka wakili. Mereka terpilih oleh rakyat, tapi bertindak seperti raja. Ini pengkhianatan terhadap amanat rakyat,” tegasnya, dilansir NU Online.


Dia menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap korupsi yang justru semakin menunjukkan bahwa elit tidak tersentuh dan tidak punya rasa malu. Dia juga menyampaikan seruan moral kepada para elite agar kembali ke jalan yang benar dengan menyusun ulang arah kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat bawah.



Sarbumusi, lanjut Irham, mendorong pemerintah untuk mereformasi kebijakan ketenagakerjaan, memperkuat perlindungan sosial, serta menindak tegas praktik korupsi di semua lini tanpa pandang bulu. “Kalau sistem ini dibiarkan rusak terus, kita bukan hanya menghadapi krisis ekonomi, tapi juga krisis kepercayaan. Dan ketika rakyat sudah tidak percaya pada negaranya, itu lebih berbahaya dari sekadar angka inflasi,” terangnya.


Lebih jauh, Irham menekankan pentingnya keberanian moral di tengah situasi politik yang cenderung transaksional. Kekuasaan yang tidak dijaga dengan integritas hanya akan mempercepat kehancuran bangsa. “Yang kita butuhkan hari ini bukan pemimpin yang lihai bicara, tapi yang berani mengambil risiko demi kebenaran dan keadilan,” ucapnya.


Masyarakat sipil, lanjutnya, termasuk serikat buruh, mahasiswa, dan organisasi keagamaan, tidak tinggal diam. “Kita tidak boleh terus berharap pada elit yang tak kunjung berubah. Saatnya rakyat bergerak, menuntut dan mengawal arah perubahan secara nyata,” tutupnya.


Terpisah, Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) 
Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Wulan Sari Aliyatus Sholikhah menegaskan komitmen organisasi untuk melindungi seluruh kader dari tindakan represif aparat. Di Kediri, seorang aktivis bernama Saiful Amin, yang juga mantan Ketua Cabang PMII Kediri, ditangkap aparat pada dini hari. Penangkapan ini menimbulkan tanda tanya besar karena Saiful dikenal sebagai sosok konsisten dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. "Penangkapan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat," kata Wulan kepada NU Online, melalui keterangan tertulis, pada Kamis (4/9/2025).


Peristiwa serupa terjadi di Seram Bagian Timur, Maluku. Empat kader PMII mengalami luka bakar saat menggelar aksi di depan gedung DPRD. Api dari ban bekas yang dibakar tiba-tiba menyambar massa, menyebabkan dua kader mengalami luka bakar berat dan dua lainnya luka ringan. Mereka kini menjalani perawatan di RSUD Bula.


Wulan menyebut kejadian ini sebagai peringatan serius tentang minimnya jaminan keselamatan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi di ruang publik. Dari Jakarta, kabar memilukan juga datang. Diego Zidan, kader PMII Universitas Jakarta (Unija), menjadi korban penembakan saat aksi di sekitar Mako Brimob Kwitang. Hingga kini, ia masih menjalani perawatan intensif di RSCM. "Insiden ini semakin menambah panjang daftar kekerasan terhadap kader PMII yang tengah memperjuangkan hak konstitusional mereka," tegas Wulan.


Dia juga menerima laporan adanya ancaman dan upaya diskriminasi terhadap aktivis. Beberapa kader mengaku diikuti oknum aparat setelah aksi, sehingga menimbulkan rasa tidak aman. "Kondisi ini jelas mengganggu kebebasan berpendapat dan menuntut negara memberikan perlindungan penuh," katanya.


Atas rentetan insiden tersebut, Kopri PB PMII menyampaikan duka mendalam dan mengecam segala bentuk kekerasan, diskriminasi, serta kriminalisasi terhadap kader PMII.


Wulan menegaskan bahwa kekerasan terhadap kader aktivis adalah ancaman nyata bagi keberlangsungan demokrasi dan kebebasan sipil. Dia mengajak seluruh kader dan alumni PMII di Indonesia untuk memperkuat solidaritas, menjaga kader di daerah masing-masing, serta memastikan tidak ada satu pun korban yang menghadapi diskriminasi maupun ancaman sendirian. “Bagi Kopri, perlawanan terhadap represi dan pembungkaman suara mahasiswa adalah bagian dari ikhtiar menjaga demokrasi tetap hidup di negeri ini,” pungkasnya.
(Haekal Attar)