• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 9 Mei 2024

Nasional

Ini Harapan Rais ‘Aam PBNU dari Halaqah Fiqih Peradaban

Ini Harapan Rais ‘Aam PBNU dari Halaqah Fiqih Peradaban
Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dalam suatu kesempatan. (Foto: NU Online/Suwitno)
Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dalam suatu kesempatan. (Foto: NU Online/Suwitno)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Halaqah Fiqih Peradaban dapat menghasilkan kader terbaik bagi Perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU). Demikian harapan Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar saat membuka Halaqah Fiqih Peradaban di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Kamis (28/12/2023).



“Mudah-mudahan acara ini sukses dan sampai selesai sehingga bisa menghasilkan kader-kader yang terbaik, kader yang benar-benar kader, bukan kader yang kadir (mahakuasa), apalagi kader yang keder (bingung). Jadi, benar-benar kader,” tegas Kiai Miftah dalam acara yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Pondok Lirboyo tersebut.



 

Kiai Miftah juga menyampaikan, kader-kader NU perlu untuk memenuhi parlemen, khususnya kader yang telah mengikuti Halaqah Fiqih Perdaban karena dianggap telah memiliki kemampuan yang mumpuni. “Saya berharap kader-kader kita bisa memenuhi kursi-kursi parlemen, yakni kader yang punya komitmen yang kuat. Kader yang setelah mengikuti Halaqah Fiqih Peradaban karena mereka yang mengikuti halaqah ini insyaallah termasuk kader yang mumpuni dan bisa apa yang kita harapkan,” harap Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya itu.



Ditambahkan, melakukan amar ma’ruf tidak boleh sembarang, apalagi sampai mendatangkan kemunkaran. Sebab, hal itu bisa merusak tujuan awal, bahkan bisa berubah menjadi suatu kemunkaran. “Kita maunya amar ma’ruf nahi munkar, tapi justru mendatangkan munkar yang lebih besar, maka ini menjadi munkar juga. Ma’rufnya berubah menjadi munkar,” ucapnya dilansir dari NU Online.



Dia kemudian memberikan contoh sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang oleh Imam Syafi’i disebut sebagai khalifah kelima dari Khulafaur Rasyidin. “Khalifah al-Khamis, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah dituntut oleh putranya yang keras dan tegas untuk segera mengembalikan suasana seperti zaman Khulafaur Rasyidin. Yang bidah harus diberantas, yang munkar harus diberantas, kembali seperti zaman Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyin,” kata Kiai Miftah bercerita.



Apa jawab dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz? ’’Jarak saya menjadi khalifah dengan Khulafaur Rasyidin tidak kurang dari 60 tahun. Jadi setelah Sayyidina Hasan menyerahkan kedaulatan kepada Muawiyah rentang waktu 60 tahun, baru Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu menjadi khalifah,” lanjutnya.


Khalifah Umar bin Abdul Aziz, lanjutnya, menyatakan bahwa jarak 60 tahun itu penuh dengan bidah. Jika dipaksa untuk menerapkan seperti zaman Khulafaur Rasyidin, maka bisa memunculkan kemunkaran yang dilakukannya. “Kalau saya dipaksa segera mengembalikan seperti zaman Khulafaur Rasyidin, justru upaya perjuangan saya menjadi munkar karena perjuangan saya akan dihadang oleh kekuasaan yang besar yang selama 60 tahun itu menguasai dunia,” beber Kiai Miftah mengakhiri kisah.


Sekadar dikeathui, Halaqah Fiqih Peradaban di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri itu dihadiri sejumlah tokoh. Di antaranya Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH Anwar Manshur, Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar, Rais Syuriyah PBNU KH Abdullah Kafabihi Mahrus, Katib ‘Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Sekretaris Jenderal PBNU H Saifullah Yusuf. (Ahmad Hanan)


Nasional Terbaru