• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Nasional

Januari, Dua Rais 'Aam PBNU Ini Wafat

Januari, Dua Rais 'Aam PBNU Ini Wafat
Dari kiri, Rais ‘Aam PBNU 1984-1991 KH Achmad Shiddiq, Rais ‘Aam PBNU 1999-2010 KH MA Sahal Mahfudh, dan Ketua Umum PBNU 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid. (Foto: akun X @AlissaWahid)
Dari kiri, Rais ‘Aam PBNU 1984-1991 KH Achmad Shiddiq, Rais ‘Aam PBNU 1999-2010 KH MA Sahal Mahfudh, dan Ketua Umum PBNU 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid. (Foto: akun X @AlissaWahid)

Banten, NU Online Banten

Bulan di awal tahun selain ada momentum Hari Lahir Nahdlatul Ulama (NU), yakni 31 Januari, juga ada catatan lain. Dua Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) wafat. KH Achmad Shiddiq dan KH MA Sahal Mahfudh.


Nama pertama wafat di tanggal 23 Januari pada 33 tahun lalu. Dikutip dari Ensiklopedia NU, Kiai Achmad Siddiq adalah putra dari pasangan KH Muhammad Siddiq dan Nyai Maryam. Sosoknya lahir sepekan sebelum pendirian organisasi yang kelak dipimpinnya, yaitu pada 24 Januari 1926 M atau bertepatan dengan 10 Rajab 1344 H di Talangsari, Jember, Jawa Timur.

 


Kiai Achmad Siddiq wafat di usia menjelang 65 tahun, tepatnya pada 23 Januari 1991 setelah dirawat di Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur. Dimakamkan di Desa Mojo, Kediri, Jawa Timur. Hal itu dilakukan karena ia menerima tawaran yang diberikan KH Hamim Djazuli atau Gus Mik kepadanya agar dimakamkan di dekat kuburannya.



Kiai Achmad Siddiq memimpin PBNU di antara dua Kiai Ali. Terpilih menjadi Rais ’Aam PBNU melanjutkan kepemimpinan KH Ali Maksum dan dilanjutkan KH Ali Yafie. Kiai pencetus trilogi ukhuwah (islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah) itu terpilih pada Muktamar Ke-27 NU di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur pada 1984. Terpilih kembali sebagai Rais ‘Aam PBNU pada Muktamar Ke-28 NU di Pondok Pesantren Krapyak, Jogjakarta pada 1989. Keterpilihannya sebagai rais aam PBNU tentu karena sebelumnya telah memiliki sejumlah pengalaman penting, mulai dari tingkat daerah hingga nasional.

 


Intelektualitasnya juga tidak diragukan lagi mengingat sosoknya juga adalah salah satu kader dari KH Abdul Wahid Hasyim. Dia mondok di Pesantren Tebuireng bersama tokoh-tokoh NU lain, seperti KH Sullam Syamsun, KH Munasir Ali, dan KH Abdul Muchith Muzadi.

 


Sedangkan KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh merupakan ulama kelahiran Kajen, Pati, Jawa Tengah pada 17 Desember 1937. Wafat dalam usia 77 tahun, pada 24 Januari 2014 pukul 01.05 WIB di kediamannya, Kompleks Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah.


Almarhum dimakamkan di Kompleks Pemakaman Syekh Mutamakkin, Kajen, Pati, Jawa Tengah. Kiai Sahal tiga kali terpilih sebagai rais ‘aam PBNU melanjutkan kepemimpinan KH Ilyas Ruhiat dan dilanjutkan KH Ahmad Mustofa Bisri. Muktamar Ke-30 NU di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, pada 1999.  Muktamar Ke-31 NU di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, pada 2004. Muktamar Ke-32 NU di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2010.



Di dalam Ensiklopedia NU, dijelaskan bahwa Kiai Sahal memiliki segudang pengalaman dan kiprahnya sebelum diamanahi rais ‘aam PBNU.  Di antaranya, Kiai Sahal memiliki sejumlah sejumlah jabatan. Koordinator Ma'arif NU Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, pada akhir 1960-an; katib Syuriyah PCNU Pati pada periode 1967-1975; ketua LP Ma'arif PCNU Kabupaten Pati; wakil rais Syuriyah PCNU Kabupaten Pati (1975-1980); katib Syuriyah PWNU Jawa Tengah (1980-1982); dan rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (1982-1985) menggantikan posisi KH Ahmad Abdul Hamid Kendal.

 


Amanahnya itu dilatarbelakangi proses pendidikan yang panjang. Dia tidak mencukupkan diri belajar di kampungnya, tetapi berhijrah ke sejumlah pesantren dan mengaji ke  banyak kiai. Selepas menamatkan studinya di lingkungannya, Kiai Sahal mengembara memperdalam pengetahuannya. Mulai di Pondok Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur; Pondok Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah; hingga di Makkah al-Mukarramah di bawah bimbingan Syekh Yasin al-Fadani.

 


Mengutip NU Online, Pengasuh Pesantren Maslakul Huda KH Abdul Ghaffar Rozin menyampaikan nasihat Kiai Sahal yang biasa disampaikan almarhum ketika masih hidup kepada santri-santrinya. Pesan ini disampaikan dalam haul virtual yang digelar keluarga Kiai Sahal di Pati, Sabtu (31/10/2020).


Pesan Mbah Sahal—sapaan Kiai Sahal-- yang pertama, para santri baik yang masih mukim di pesantren atau pun yang sudah pulang, disarankan untuk tetap mendoakan guru-gurunya setiap saat.



"Hendaknya setiap santri mendoakan para gurunya. Kalau tidak setiap selesai shalat, ya setiap hari. Minimal do'a adalah dengan mengirimkan hadiah surat Al-Fatihah," kata Gus Rozin—sapaan KH Abdul Ghaffar Rozin.



Santri, lanjutnya, juga disarankan untuk bisa bermanfaat untuk sesama. Paling tidak, santri tidak sampai merugikan pihak lain. "Setiap santri diharapkan bisa membawa kemanfaatan untuk lingkungannya. Baik ketika masih mukim di pesantren ataupun ketika sudah pulang ke kampung halaman. Kemanfaatan itu tidak terbatas bentuknya. Bisa berupa kemanfaatan sosial maupun kemanfaatan yang lain. Seorang santri tidak harus menjadi kiai untuk memberikan kemanfaatan kepada lingkungan," imbuhnya. (M Syakir NF, A Mundzir)


Nasional Terbaru