• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 2 Mei 2024

NU-Preneur

Dulu Sempat Punya Tiga Toko, Bisa Beli Tanah yang Sekarang Ditempati

Dulu Sempat Punya Tiga Toko, Bisa Beli Tanah yang Sekarang Ditempati
Toko Jenggot milik Abah Akit yang menjual aneka makan ikan, burung, ayam, kucing, serta peralatan pancing. (Foto: NUOB/Ade Adiyansah)
Toko Jenggot milik Abah Akit yang menjual aneka makan ikan, burung, ayam, kucing, serta peralatan pancing. (Foto: NUOB/Ade Adiyansah)

MALAM kian merangkak. Jarum jam menunjukkan sekitar pukul 21.00 WIB saat NU Online Banten (NUOB) tiba di depan rumah berlantai dua yang posisinya agak menanjak dari jalan. Sebagian dari bagian bawah digunakan untuk toko. Di depan rumah, sekitar satu meteran dari tembok depan, tertempel spanduk bertulis dan lambang NU besar. Di bagian bawahnya, PRNU Ponjati.

Masih di depan rumahnya, bagian kanan ada semacam saung. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Sebagiannya dibiarkan terbuka. Di dalamnya ada meja dan kursi dan bangku yang mengitari meja. Lumayan rapi. Di atas meja ada vas plus bunga pajangan. Tidak membikin gerah. Enak buat ngobrol.

Persis di depannya ada plang warna hijau, khas bendera Nahdlatul Ulama (NU). Tertulis, Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama Pondok Jagung Timur. Sejajar dengan plang NU, arah  berlawanan, terpampang nama toko, terbuat dari kayu. Toko Jenggot. Begitu tulisannya.

’’Ayo silakan,’’ ujar Akit Sugiarto Karisma Hidayatullah, tuan rumah, yang sebelumnya terlihat asyik ngobrol dengan seseorang yang belakang diketahui bernama Nurkholik di saung, sembari beranjak keluar dan menyambut NUOB. Setelah memarkir kendaraan roda dua di halaman dan bersalaman, NUOB duduk manis. Terlihat ada hidangan; satu piring hidangan dibungkus daun pisang, sepiring lagi gorengan lengkap dengan cabainya. Teh tawar hangat sejurus kemudian disuguhkan di gelas sedang yang ada gagangnya.

Obrolan tambah asyik dan ramai, karena dua orang teman tuan rumah tak lama ikut bergabung. Seorang bernama Khoerul Anwar. Satu lagi kader yang beberapa waktu lalu ikut Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak (PKP) NU di Pondok Pesantren Assa’adah, Setu, Tangerang Selatan. ’’Mas Tri, sekretaris PRNU Ponjati, bareng ikut PKPNU sama Pak Akit,’’ sapa NUOB saat baru datang.

Jadilah berenam bercengkrama. Ngomong hal-hal kecil hingga soal yang bikin kening berkerut. Tentu juga terkait perjalanan pemilik toko, khususnya dalam merintis usaha. Dan yang pasti, banyak guyonan, khas Nahdliyin. Makin asyik saat kopi panas disuguhkan tuan rumah bersama dengan buah pepaya yang dipotong-potong memanjang. Obrolan sempat agak ’’tersendat’’ saat pesanan nasi goreng tiba, karena 6 orang yang sebagian besar sudah ikut PD PKPNU tersebut, sembari menikmatinya.

’’Ini perjalanan hidup,’’ kata Abah Akit--sapaan Akit Sugiarto Karisma Hidayatullah, pria asal Tegal, Jawa Tengah, yang merantau bersama istrinya dari Purwokerto, Jawa Tengah. ’’Kalau tidak begini, saya tidak kenal sama sampeyan semua,’’ imbuhnya sembari menghisap rokok kretek berbungkus kuning dengan cangklong andalannya.

Suami dari Darwasi itu bercerita, masa kecilnya dihabiskan di Tegal bersama kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya.’’Setelah SD, saya belajar di Madrasah Diniyah, dari tingkat ula, wustho, hingga ulya. Di Tegal,’’ ucap pria berusia 43 tahun yang menimba ilmu di Pesantren Hidayatul Mubtadiin dan Bahrul Ulum, Tegal, itu. ’’Itu sanad gurunya sampai Mbah Manaf, Lirboyo, serta Tebuireng dan Tambakberas, Jombang, Jawa Timur,’’ tambah bapak tiga anak, seorang di antaranya sudah meninggal, sembari beberapa kali ke toko untuk melayani pembeli.

Memakai blangkon loreng yang warnanya agak memudar dan kaus cenderung merah, dipadu sarung, pria yang mondok di Wonosobo dan Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, sembari berkelana dan puasa selama tujuh tahun itu ke seantero Jawa, memutuskan merantau setelah anak pertamanya meninggal pada usia 2 tahun. ’’Sempat terpukul, meski akhirnya bangkit,’’ kata pria yang mengaku melanggengkan wudlu itu di Jl Raya Pondok Jagung Timur No 111, RT 002/RW 002, Pondok Jagung Timur (Ponjati), Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (21/7/2023).

Ketua Pengurus Ranting (PR) NU Ponjati  sejak 2021 itu bercerita, setelah mondok, memutuskan buka pedepokan di Purwokerto hingga menikah pada 2005 dan punya anak pertama. ’’Setelah anak meninggal saya bersama istri ke Jakarta,’’ ujarnya yang memilih tidak membuka pesantren atas saran para gurunya meski jika mau sudah ditawarkan tanah sekian hektare saat di Purwokerto.

Sesampainya dirantau pada 2010, pria dari lima bersaudara itu bekerja sebagai karyawan. Rutinitas itu dijalaninya hingga 2012. ’’Ketika itu sedang ramai-ramainya pancing memancing dan burung. Saya sama istri masih ngontrak. Memberanikan diri menyewa kios untuk merintis usaha. Kecil-kecilan, pinjam sejuta rupiah untuk ambil barang kemudian dijual lagi. Uang pinjaman dikembalikan lagi. Begitu. Jadi tidak brek, pakai modal besar. Lama-lama uang ngumpul, karena laris manis. Ketika itu, saya masih sambal bekerja,’’ terang pria yang di tembok depan rumah ada juga ucapan selamat Idul Fitri 2021 yang sengaja tidak dilepas, untuk mengingatkan periodenya sebagai ketua PRNU, jangan sampai kelewat.

Saking larisnya, dia dan istri mampu membeli tanah yang sekarang ditempati untuk rumah dan kios. ’’Tempat yang pertama itu kan sewa. Terus terkena proyek tol, pindah, sewa lagi. Sampai punya tiga titik. Termasuk di sini,’’ ungkap pria yang sering memakai peci ukuran tinggi tersebut.

Dia sadar, usaha naik turun lumrah. Saat ini, lanjutnya, tinggal satu toko tersebut. Yang lainnya sudah tidak. ’’Dulu punya karyawan, karena ada beberapa toko. Sekarang tinggal satu, ya diurus gantian, dengan istri. Semenjak pindah awal ke sini, ketika itu, laris-larisnya, sekitar 2016, saya keluar dari tempat kerja. Fokus usaha ini. Hanya memang, perjalanan ya naik turun, wajar,’’ terang pria yang membiarkan jenggotnya memanjang itu.

Meski tanpa menjelaskan nama tokonya, Jenggot, yang berukuran sekitar 5x4 meter itu, barangkali itu tak lepas atau terinspirasi dengan jenggotnya tersebut. ’’Selain peralatan pancing, makanan ikan, ayam, dan burung. Ada juga makanan kucing. Perputaran uang mungkn dalam sebulan ada sekitar puluhan juta. Hanya, dibanding dulu, untungnya sedikit lagi,’’ ujar pria yang di depan tokonya ada beberapa burung dan ayam yang berada dalam sangkar atau kendang.

Akid yang saat ini berusia masuk kepala empat itu, tak punya keinginan muluk-muluk. Menjalani hidup saja bersama istri dan kedua anaknya. ’’Ngikuti skenario Allah saja. Apa yang saya dapat, sudah cukup,’’ pungkas pria yang masih berkeinganan puasa lagi dan suatu saat membuka padepokan seperti waktu di Purwokerto. Malam semakin larut. Suara musik di seberang jalan yang sebelumnya mengalun keras, sudah tak terdengar lagi. Pukul 00.25 WIB, NUOB pamit pulang.

Pewarta: M Izzul Mutho, Ade Adiyansah


NU-Preneur Terbaru