NU-Preneur Ruslani, Dua Puluh Tahun Istikamah dengan Usaha Kelapa Parut

Berkhidmat, Tetap Menguatkan Ekonomi supaya Tidak Mudah Diperdaya

Jumat, 20 September 2024 | 14:18 WIB

Berkhidmat, Tetap Menguatkan Ekonomi supaya Tidak Mudah Diperdaya

Ruslani di kiosnya, Jl Abadi, Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Ahad (15/9/2024). (Foto: NUOB/Dahno)

BAGI sebagian orang, merantau jadi tantangan tersendiri. Itu yang lakukan oleh Ruslani Abdul Ghani. Pria asal Pemalang, Jawa Tengah, yang akrab disapa Osang itu membulatkan tekad pergi dari kampungnya. ’’Merantau ke Jakarta sekitar 2004,’’ ujar suami Milkhatun itu ditemui NUOB  di kiosnya, Jl Abadi, Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Ahad (15/9/2024).



Anak ke-3 dari 8 bersaudara pasangan Muhammad Yahya dan Turah  itu menambahkan, kali pertama buka usaha kelapa parut di Pasar Citra, Cengkareng, Jakarta Barat. ’’Dengan modal awal Rp 20 juta. Itu dari utang. Buat membeli mesin dan alat-alat serta mengontrak lapak di pasar. Ketika itu, biaya awal kontrak Rp 4,5 juta per tahun. Ketika itu, jam buka lapak dari pukul 02.00 WIB hingga sekitar 14.00 WIB,’’ terang bapak satu anak kandung dan beberapa anak tersebut.
 


Di Cengkareng, lanjutnya, hanya sekitar setahun. Setelah itu pindah ke Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Dia memutuskan pindah, di antara alasannya harga kontrakan mengalami kenaikan. ’’Suatu ketika, saat kontrakan naik, harus mengencangkan ikat pinggang dengan serius,’’ imbuhnya.
 


Namanya usaha, lanjutnya, perjalanannya juga mengalami pasang surut. Namun, dengan keuletan, kesabaran, plus pengalamannya, riak-riak tantangan dapat dilalui dan dapat bertahan hingga saat ini. Dia menjalani rutinitas perkelapaan dengan sungguh-sungguh dan maksimal. Setiap hari ratusan kelapa diparut. Bahkan, saat momentum seperti Lebaran, sehari bisa menghabiskan 2.500 kelapa untuk diparut. ’’Untuk omzet belakangan ini per bulan Rp 75 juta,’’ tambah anak dari pasangan petani tambak dan penjahit tersebut.



Pilihan usahanya tersebut dibanding lainnya bukan tanpa alasan. Menurutnya, usaha kelapa parut dan santan baginya seperti pegawai negeri.’’Pemasukan sesuai jumlah pelanggan. Bisa nambah tapi tidak kurang. Dengan catatan tidak pernah libur apalagi saat Lebaran,’’ kata Osang yang mengaku bapaknya seorang aktivis Gerakan Pemuda Ansor setempat itu.


Dalam menjalankan usahanya, dia dibantu 2 orang. Masing-masing diberi honor bulanan. ’’Keuntungan antara Rp 12-15 juta per bulan. Ini termasuk penjualan virgin coconut oil (VCO) atau minyak yang diperoleh dari daging buah kelapa. Juga arang batok dan lainnya,’’ lanjutnya.


Dari usaha yang digelutinya, dia sudah merasakan banyak manfaat alias hasil. Sejauh ini dengan usaha itu, dia bisa kuliah hingga S2. ‘’Alhamdulillah, tujuh anak, termasuk anak asuh, sudah S1,’’ ucap pria yang kini sedang meniti S3 tersebut.


Di luar aktivitas usaha, dia mengabdi di Nahdlatul Ulama (NU). Saat ini masuk struktur di Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pondok Aren. ’’Jadi a'wan. Dulu di salah satu divisi di LP Maarif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2017-2022, dan anggota Sako Maarif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2018-2023,’’ ungkap pria kelahiran 1970 yang juga mengaku berkecimpung di Pengurus Ranting  Nahdlatul Ulama Pondok Karya itu.



Khidmat di NU, lanjutnya, sengaja terus dipertahankan. Baginya, hidup itu hendaknya dapat bermanfaat. Dan salah satu yang dilakukan adalah berkhidmat. Apalagi, dia masih ingat pesan gurunya waktu di kampung. ’’Berkhidmat di NU agar mendapatkan berkah karena bersama para ulama. Saya juga ingat pesan almarhum KH Hasyim Muzadi (ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 1999-2004 dan 2005-2009/2010, Red) saat mengisi acara di Banten suatu ketika. Disampaikan, yang mengurusi NU tidak bakalan miskin,’’ terangnya sembari buru-buru menambahkan, bukan lalu berdiam diri, tetapi harus tetap berusaha.



Oleh karena itu, dia berpesan kepada para kader muda NU agar lebih menguatkan ekonomi lewat jalur kewirausahaan. Sebab, ketika ekonomi kuat, tidak akan mudah diperdayakan orang lain. ’’Akan jauh lebih mandiri, berdaulat. Apalagi wirausaha adalah bagian dari sunah Nabi,’’ pungkas pria yang tinggal di RT 03/RW 04, Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, itu. (Dahno)