Singgih Aji Purnomo
Kolomnis
Fenomena #KaburAjaDulu telah menjadi perbincangan hangat di kalangan generasi muda Indonesia sejak Desember 2024. Tagar ini mencerminkan keresahan dan kekecewaan terhadap kondisi ekonomi, politik, dan sosial dalam negeri, serta keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Namun, di balik tren ini, terdapat berbagai fakta dan implikasi yang perlu kita cermati lebih dalam.
Latar Belakang Munculnya #KaburAjaDulu
Tagar #KaburAjaDulu pertama kali muncul di platform media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) pada Desember 2024.
Awalnya, tagar ini digunakan sebagai ruang diskusi konstruktif bagi generasi muda untuk berbagi informasi mengenai peluang kerja di luar negeri, beasiswa, serta tantangan adaptasi budaya di negara tujuan.
Namun, seiring berjalannya waktu, penggunaan tagar ini bergeser menjadi bentuk protes terhadap berbagai permasalahan domestik yang dirasakan semakin memberatkan.
Keresahan Terhadap Kondisi Dalam Negeri
Berbagai faktor memicu maraknya penggunaan tagar #KaburAjaDulu, antara lain pertama, lonjakan harga kebutuhan pokok: Kenaikan harga barang-barang esensial membuat biaya hidup semakin tinggi, sementara pendapatan tidak mengalami peningkatan yang seimbang.
Selanjutnya, tekanan pajak yang meningkat: Beban pajak yang dirasakan memberatkan, terutama bagi generasi muda yang baru memulai karier mereka.
Minimnya Lapangan Pekerjaan Layak: Tingkat pengangguran yang tinggi dan kurangnya kesempatan kerja yang sesuai dengan kualifikasi menjadi masalah serius.
Kasus Korupsi di Pemerintahan: Praktik korupsi yang masih marak menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintah.
Kualitas Pendidikan yang Rendah: Sistem pendidikan yang dianggap tidak mampu mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global.
Permasalahan Lingkungan: Kerusakan lingkungan yang semakin parah tanpa penanganan yang efektif.
Meningkatnya Angka Kriminalitas: Rasa aman yang berkurang akibat tingginya angka kejahatan.
Kombinasi dari berbagai faktor ini menimbulkan rasa frustasi dan kekecewaan yang mendalam, mendorong generasi muda untuk mencari alternatif kehidupan di luar negeri.
Kaitan dengan Fenomena Brain Drain
Tren #KaburAjaDulu memiliki keterkaitan erat dengan fenomena brain drain, di mana individu-individu terampil dan berpendidikan tinggi memilih untuk bekerja atau menetap di negara lain demi mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menunjukkan bahwa 7,47 juta penduduk usia produktif di Indonesia masih menganggur, dengan rata-rata gaji pekerja hanya sekitar Rp3,27 juta per bulan.
Angka ini dianggap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Situasi ini mendorong para profesional muda untuk mencari peluang yang lebih menjanjikan di luar negeri.
Jika fenomena ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi dari pemerintah, Indonesia berisiko kehilangan sumber daya manusia unggul yang seharusnya menjadi penggerak utama pembangunan nasional.
Dampaknya bisa berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan investasi, serta meningkatnya kesenjangan sosial dan pendidikan dibandingkan dengan negara lain.
Refleksi Kesenjangan Global
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Oki Rahadianto Sutopo, menyatakan bahwa kemunculan tagar #KaburAjaDulu merupakan refleksi atas kesenjangan global yang semakin disadari oleh generasi muda.
Kemajuan teknologi informasi memungkinkan mereka untuk membandingkan kualitas hidup di berbagai negara, sehingga muncul keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain. Hal ini bukan semata-mata bentuk pelarian, tetapi strategi untuk memperbaiki kualitas hidup.
Dampak Positif dan Negatif
Fenomena #KaburAjaDulu memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, migrasi tenaga kerja terampil ke luar negeri dapat menyebabkan kekurangan sumber daya manusia berkualitas di dalam negeri.
Namun, di sisi lain, jika dikelola dengan baik, diaspora Indonesia di luar negeri dapat menjadi aset berharga melalui transfer pengetahuan, teknologi, dan jaringan internasional yang mereka miliki.
Pemerintah perlu menciptakan ekosistem yang kondusif agar para profesional ini mau kembali dan berkontribusi bagi pembangunan tanah air.
Dampak Potensial bagi Indonesia
Jika tren ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi dari pemerintah, Indonesia berisiko mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) unggul.
Hal ini dapat berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan investasi, dan meningkatnya kesenjangan sosial serta pendidikan dibandingkan negara lain.
Namun, beberapa pengamat berpendapat bahwa fenomena brain drain yang dikelola dengan baik dapat membuka peluang transfer ilmu dan teknologi dari diaspora Indonesia di luar negeri, asalkan pemerintah mampu menciptakan ekosistem yang mendorong mereka untuk kembali dan berkontribusi di tanah air.
Langkah yang Perlu Diambil
Untuk mengatasi fenomena ini, beberapa langkah strategis yang dapat diambil antara lain pertama, peningkatan kualitas pendidikan: Reformasi sistem pendidikan agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja global.
Kedua, penciptaan lapangan kerja berkualitas: Mendorong investasi dan pengembangan sektor-sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja terampil.
Ketiga, perbaikan sistem kesejahteraan: Meningkatkan upah minimum dan menyediakan jaminan sosial yang memadai bagi pekerja.
Keempat, pemberantasan korupsi: Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Kelima, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan: Mengimplementasikan kebijakan lingkungan yang tegas untuk menjaga kelestarian alam.
Keenam, peningkatan keamanan publik: Memastikan penegakan hukum yang efektif untuk menekan angka kriminalitas.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan generasi muda Indonesia merasa lebih optimis dan memilih untuk berkontribusi dalam pembangunan negara, daripada mencari peluang di luar negeri sehingga ada rasa ingin tetap tinggal (tumbuh rasa cinta tanah air) sekaligus mengupgrade diri agar sukses di negeri sendiri.
Fenomena #KaburAjaDulu bukan sekadar tren di media sosial, melainkan cerminan nyata dari keresahan generasi muda terhadap kondisi Indonesia saat ini.
Untuk mencegah kehilangan talenta-talenta terbaiknya, pemerintah perlu mengambil langkah konkret dan komprehensif guna menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan generasi muda di tanah air.
Alih-alih #KaburAjaDulu lebih elok #StayAjaUpgradeDirimu!
Wallahu a’lam bis shawab.
Singgih Aji Purnomo, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Amanah Al-Gontory
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Meraih Emas setelah Pertengahan Ramadhan
2
Himpun 2 Miliar, UPZIS LAZISNU Ranting Ciater Sabet Penghargaan Terbaik Se-Tangsel
3
Lakukan Dua Hal Ini agar Hidup Tenang
4
Waktu Buka Puasa 18 Maret 2025 di Jakarta dan Banten
5
Waktu Buka Puasa 19 Maret 2025 di Jakarta dan Banten
6
Jadwal Maghrib untuk Jakarta dan Banten 17 Maret 2025
Terkini
Lihat Semua