• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 27 April 2024

Syariah

Bagaimana Hukum bagi Polisi Menembak Mati Terduga Teroris?

Bagaimana Hukum bagi Polisi Menembak Mati Terduga Teroris?
ilustrasi terorisme
ilustrasi terorisme

Jakarta, NU Online Banten

Dalam beberapa kasus penyergapan teroris di Tanah Air, sering kali terjadi baku tembak. Bahkan, tidak jarang berujung pada kematian baik dari pihak terduga teroris maupun dari apparat kepolisian. Padahal, pihak yang diserang, misalnya terduga teroris, statusnya masih sebatas terduga karena belum ada keputusan hukum bahwa pihak tersebut benar-benar sebagai seorang teroris.

 

Pertanyaannya, bagaimana hukum menembak mati terduga teroris? Hal ini menjadi poin pembahasan dalam Bahsul Masail yang digelar Lembaga Bahsul Masail (LBM) PCNU Jakarta Timur di Aula Kantor Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, belum lama ini.

 

Ada tiga sub soal yang dibahas. Pertama, perspektif fikih bagaimana hukum polisi menembak mati seseorang yang baru terduga sebagai kelompok teroris sebagai bentuk antisipasi? Kedua, bagaimana hukum menggunakan atau memasang suatu benda yang menjadi atribut kelompok teroris dan ormas terlarang?. Ketiga, bagaimana hukum mengikuti kajian terhadap ustaz atau tokoh agama yang mempunyai afiliasi terhadap teroris dan ormas terlarang?

 

Dengan merujuk kitab-kitab klasik dan kontemporer, diputuskan bahwa hukum menembak mati seseorang yang terduga sebagai kelompok teroris adalah boleh, bahkan wajib. Dengan catatan, orang tersebut melakukan penyerangan yang mengancam nyawa polisi.

 

Mantan polisi yang pernah menjadi jaringan teroris Al-Qaida Asia Tenggara, Ustaz Sofyan Tsauriyang hadir sebagai pembicara dalam forum tersebut juga menyampaikan bahwa polisi harus mengukur tingkat kedaruratan dalam penggunaan kekuatan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan. Selain itu, juga wajib memperhatikan UU Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

 

Pada kurun waktu 2006-2007, Sofyan mengaku mengikuti dan terpikat oleh cara dakwah Aman Abdurrahman, pentolan teroris Jamaah Ansharut Daullah (JAD) yang menjadi aktor intelektual dibalik peristiwa bom bunuh diri di Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat, beberapa tahun lalu. Pada 2010, Ustaz Sofyan Tsauri tertangkap dalam penyergapan oleh Densus 88. Dia mengaku nyawanya hampir melayang. Baku tembak hampir meletup. Pada detik-detik itu, dia akhirnya memilih untuk mengangkat tangan dan menyerah. Jari tangannya tidak kuasa meletupkan senjata yang sudah di tangan. Ia tersadarkan oleh suara tangisan anak dan istri yang berada dalam satu taksi saat disergap.

 

Sejak itu, dia bertaubat dan kooperatif dalam menjalani proses hukum. Hingga pada 6 Maret 2010, diadivonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Depok. Tepat pada 21 Oktober 2015, dia bebas dari Lembaga Permasyarakatan Cipinang setelah mendapat remisi.

 

Karena itu, ustaz Sofyan berpesan agar hendaknya kita berhati-hati dalam mencari seorang guru dan ustaz. Kita harus mencari ulama yang betul-betul ulama. Pastikan ustaz Anda adalah yang mencintai negeri ini. Carilah ustaz yang memiliki hikmah dan emosi yang stabil, tuturnya.

 

Pesan tersebut selalu dia sampaikan di banyak forum. Harapannya, pengalaman pahitnya tidak diulangi oleh orang lain. Pemaparan singkat ini menjadi bahan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PCNU Jakarta Timur untuk menggelar bahtsul masail. Kajian ilmiah yang dihadiri oleh pengurus struktural NU, baik dari perwakilan PBNU, PCNU Jakarta Timur, LBM PCNU Jabodetabek, ataupun perwakilan pesantren Jabodetabek.

 

LBM PCNU Tangsel mendelegasikan dua peserta dalam forum tersebut yakni Ustaz Saiful Anwar dan Ustaz Muhammad Hanifuddin. Bahtsul masail berlangsung hangat mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB.

 

Penulis: Muhammad Hanifuddin

 

 

 

 

 

 

 


Syariah Terbaru