Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023

Nasional

Sikap Moderat Tidak Menghalangi Berpikir Fanatis

Ngatawi Al-Zastrow (dua kanan) bersama jajaran dosen UIN SMH Banten. (Foto: Istimewa)

Kota Serang, NU Online Banten

Budayawan Ngatawi Al-Zastrow mengatakan, moderasi beragama bukan sekadar teori. Tetapi sikap yang harus dimiliki umat beragama. ’’Moderasi tidak cukup diukur dengan infrastruktur. Yang terpenting, pemahaman dan pengamalan dalam bentuk sikap beragama yang tasamuh (moderat), tawazun (berimbang), dan ta’adul (berkeadilan),’’ kata pria kelahiran 1966 dalam kegiatan pembinaan moderasi beragama bagi dosen dan karyawan Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten di Hotel Nunia Tamansari, Kota Serang, Banten, Jumat (26/5/2023).


Baca Juga:
Gelar Bedah Film ‘Doa Suto’, LESBUMI Tangsel Gaungkan Pentingnya Moderasi Beragama

Pria yang pernah menjadi asisten pribadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid itu menambahkan, jika masyarakat Banten menganggap telah moderat dengan alasan dan pembuktian keberadaan infrastruktur tempat peribadatan semua agama di Banten, maka yang lebih penting adalah sikap beragama yang moderat dari warga masyarakat Banten.


Baca Juga:
FTK UIN Banten Luncurkan Sekolah Moderasi Beragama

"Bahwa bersikap moderat tidak menghalangi seseorang berpikir fanatis. Fanatisme itu penting dan orang yang tidak berpikir fanatis justru akan dipertanyakan komitmennya,’’ ungkap pria asal Pati, Jawa Tengah, itu.


Baca Juga:
Moderasi dalam Isra' Mi'raj

Pria yang mengambil S1 di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta itu mengilustrasikan pasangan hidup.’’Sebagaimana fanatis berpikir bahwa pasangan hidup kita adalah terbaik buat kita, maka demikian pula kita berpikir fanatik terhadap agama kita,’’ tambah Zastrow yang sudah menyandang doktor itu.


Baca Juga:
Kemenag RI : Empat Indikator Moderasi Beragama di Dalam Masyarakat

Menurut pria yang jadi aktifis saat duduk di bangku kuliah di Jogja itu, jika memahami fanatisme dalam pengertian bahwa kebenaran adalah apa yang agama dianutnya dengan menunjukkan sikap mendiskreditkan agama lain itu salah besar.

"Kesalahannya adalah jika kita memahami fanatik dalam pengertian bahwa hanya agama kita yang paling benar dengan menjelek-jelekkan agama lain. Ini fanatik yang salah kaprah," pungkas pria yang mengenakan penutup kepala khas itu di hadapan peserta kegiatan yang bertujuan mendesiminasikan nilai-nilai moderasi kepada seluruh civitas akademika.

Pewarta: Muhammad Uqel Assathir, Rahman Wahid

Editor: Izzul Mutho

Artikel Terkait