• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 3 Mei 2024

Keislaman

Beramal dengan Riya, Tobat, Apa Masih Dapat Pahala?

Beramal dengan Riya, Tobat, Apa Masih Dapat Pahala?
Ilustrasi. (NUOJB)
Ilustrasi. (NUOJB)

RIYA termasuk sesuatu yang tidak baik. Riya berati mengerjakan perbuatan lantaran mengharap pujian dan sanjungan orang lain, bukan didasarkan keikhlasan.

 


Sifat ini tentu tidak lah elok dan bertentangan dengan Islam yang mengajarkan keikhlasan. Apalagi jika riya itu terbawa dalam urusan ibadah. Amalan yang dilakukan tidak akan ada nilainya di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala jika dikerjakan atas dasar ingin memperoleh pujian dan sanjungan manusia.

 


Menurut Izzuddin bin Abdus Salam, ketika riya menghantui orang yang mau atau tengah beribadah, ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan supaya amalannya tetap bernilai di mata Tuhan. Ketiga hal ini disebutkan dalam bukunya Maqashidur Ri‘ayah li Huquqillah.


لخطرة الرياء ثلاثة أحوال إحداهن أن يخطر قبل الشروع في العمل لاينوي بعمله إلا الرياء فعليه أن يترك العمل إلى أن يستحضر الإخلاص، الثانية أن يخطر رياء الشرك فيترك ولايقدم على العمل حتى يمحض الإخلاص، الثالثة أن يخطر في أثناء العمل الخالص فليدفعها ويستمر في العمل فإن دامت الخطرة ولم يجب نفسه إلى الرياء صح عمله استصحابا لنيته الأولى

 


’’Terdapat tiga bentuk riya: pertama, orang yang terbesit riya sebelum mengerjakan amalan dan dia mengerjakan amalan tersebut hanya semata karena riya. Agar selamat, orang semacam ini harus menunda amalannya sampai timbul rasa ikhlas. Kedua, orang yang timbul di dalam hatinya riya syirik (mengerjakan ibadah karena ingin mengharap pujian manusia serta ridha Allah). Orang seperti ini juga dianjurkan menunda amalan hingga benar-benar ikhlas. Ketiga, riya yang muncul di saat melakukan aktivitas/amalan. Orang yang dihadang riya di tengah jalan seperti ini, dianjurkan untuk menghalau gangguan itu sambil meneruskan amalannya. Kalau godaaan riya terus hadir, ia tidak perlu menggubrisnya. Insyaallah amalannya diterima karena tetap berpijak pada niatnya semula.’’

 


Ada pertanyaan, apakah orang beramal dengan maksud pamer (riya), kemudian bertobat, itu masih mendapat pahala?

 


Muktamar Nahdlatul Ulama ke-4 di Semarang, Jawa Tengah, yang dilaksanakan 14 Rabius Tsani 1348/19 September 1929, seperti dikutip dari Juz Awal Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Mu’tamirat Nahdlatil Ulama, Kumpulan Masalah Diniyah dalam Muktamar Nahdlatul Ulama PBNU, Penerbit CV Toha Putra Semarang, menjawab sebagai berikut:

 


Apabila tobatnya setelah selesai beramal, maka ia tidak mendapat pahala. Tetapi bila tobatnya di tengah-tengah melaksanakan amal, maka ia masih mendapatkan pahala.

Rujukan: Kitab Is’adur Rafiq ‘ala Sullamit Taufiq

 


ان تاب بعد فراغ العمل فلا ثواب ولا اجر له ذلك. وان تاب اثناء العمل حصل له الثواب والاجر قال فى اسعادالرفيق على سلم التوفيق فى معاصى القلب (ويخبط ثوابها) ان ختمها وهو مستصحب له فان رجع عنه اثناءها حصل له الثواب ان تاب وندم اه.

 


Wallahu a’lam bis shawab


Keislaman Terbaru