• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 30 April 2024

Keislaman

Mengamalkan Hadits Daif ala Imam Al-Nawawi

Mengamalkan Hadits Daif ala Imam Al-Nawawi
Kitab Arbain Nawawiyah. (Foto: NU Online)
Kitab Arbain Nawawiyah. (Foto: NU Online)

Hadits daif (lemah) tidak serta merta tertolak. Tidak dapat diamalkan. Hal ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan ahli hadits dan fiqih. Imam al-Nawawi (631-676 H) misalnya, di bagian awal Kitab al-Adzkar menyebutnya sebagai ijma (konsensus). Dalam ranah memperbanyak fadilah beramal, hadits daif bisa diamalkan. Tentu dengan syarat. Semisal ada dalil lain yang shahih atau lebih kuat yang juga menjelaskan hal yang sama.


Dalam pengantar Kitab al-Arba'in al-Nawawiyah, ada contoh sederhana bagaimana hadits daif diamalkan. Setidaknya ada 3 hal penting yang dipaparkan oleh Imam al-Nawawi di bagian tersebut. 


Pertama, Imam al-Nawawi menyebut hadits terkait keutamaan menghafal atau mengumpulkan 40 hadits. Nabi Muhammad menegaskan barang siapa yang menghafal 40 hadits, maka kelak di akhirat akan dibangkitkan bersama orang-orang faqih. Hadits ini memiliki banyak jalur periwayatan. Di antaranya adalah dari jalur Ali bin Abi Thalib (40 H), Abdullah bin Mas'ud (32 H), Muadz bin Jabal (18 H), Abu Darda' (37 H), Ibnu Umar (73 H), Ibnu Abbas (68 H), Anas bin Malik (93 H), dan Abu Hurairah (59 H). Namun demikian, ahli hadis sepakat bahwa hadits ini daif. Pun pula tidak dapat naik ke derajat hasan lighoirihi.


Kedua, meskipun disepakati daif, realitanya, banyak sekali ulama mengamalkannya. Baik ulama salaf maupun mutaakhirin. Imam al-Nawawi lantas detail menyebutkannya. Di antaranya adalah Abdullah bin al-Mubarok (118-181 H), Muhammad bin Aslam (242 H), Hasan bin Sufyan (303 H), al-Daruquthni (385 H), al-Hakim (405 H), Abu Nu'aim al-Ashbihani (430 H), Abu Bakar al-Asfihani (466 H), dan masih banyak lagi. Masing-masing menulis 40 hadits dalam satu buku. Data ini menjadi bukti penting.


Dalam perkembangannya, masih menurut Imam al-Nawawi, para ulama terus mengarang kitab arbain dengan spesifikasi masing-masing. Ada yang fokus mengumpulkan 40 hadits terkait i'tiqad, fiqih, jihad, zuhud, adab, khitab, dan lain sebagainya. Dalam menyusun Arba'innya, Imam al-Nawawi memilih untuk fokus mengumpulkan 40 hadits yang menjadi prinsip atau pokok agama Islam.


Ketiga, di bagian akhir, Imam al-Nawawi menyebutkan 2 hadits shahih yang menjadi sandaran dari keabsahan mengamalkan hadits daif di atas. Pertama, hadits tentang perintah Nabi menyampaikan hadits dari beliau. Orang yang hadir dan mendengar di majelis sebaiknya  menyampaikan kepada sahabat lain yang tidak ikut hadir. Kedua, hadits shahih terkait keutamaan orang yang mau mendengar, menghafal, dan meriwatkan hadits kepada orang lain. Kata Baginda Nabi, orang ini akan banyak mendapatkan rahmat seraya berseri-seri wajahnya.


Dari paparan singkat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa di kalangan ulama, hadits daif tidak serta merta tertolak. Dapat diamalkan dengan tetap mempertimbangkan prasyarat yang berlaku. Semoga kita dimudahkan memahaminya. 


Waallahu a'lam bisshawab


Muhammad Hanifuddin, Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Cabang NU Tangsel dan Dosen Darus-Sunnah Jakarta


Keislaman Terbaru