• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 30 April 2024

Keislaman

Punya Utang Puasa Ramadhan, Apa Boleh Berpuasa Sunnah Syawal?

Punya Utang Puasa Ramadhan, Apa Boleh Berpuasa Sunnah Syawal?
Ilustrasi Syawal. (Foto: NUO)
Ilustrasi Syawal. (Foto: NUO)
PUASA Ramadhan memang hukumnya wajib. Meski demikian, ada keringanan bagi orang-orang dalam kondisi tertentu, sehingga diperbolehkan tidak berpuasa, namun harus mengqadha atau mengganti di luar Bulan Ramadhan sesuai jumlah puasa yang ditinggalkannya. Dalam kasus orang yang masih punya tanggungan mengganti puasa Ramadhan itu, apakah diperbolehkan berpuasa sunnah Syawal? 
 
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU Ustadz Alhafiz Kurniawan dalam tulisannya di NU Online menjelaskan, bahwa orang yang masih memiliki tanggung jawab mengqadha puasa Ramadhan, hendaknya menyegerakan puasa qadha-nya. Setelahnya, baru melaksanakan puasa sunnah Syawal.
 
Dia mendasarkan pendapatnya dari keterangan dalam Kitab Mughnil Muhtaj karya Imam al- Khathib asy-Syirbini. Di kitab tersebut dijelaskan bahwa, orang yang memiliki utang puasa Ramadhan lalu menggantinya di Bulan Syawal, secara lahir ia tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal, tapi tentu bukan pahala seperti yang dijanjikan dalam hadits Nabi karena ia masih punya tanggungan puasa Ramadhan. 
 
"Karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di Bulan Dzul Qa’dah sebagai qadha puasa Syawal," demikian keterangan dalam Mughnil Muhtaj yang dikutip Alhafiz. 
 
Dalam pandangan fiqih, orang yang masih mempunyai utang puasa Ramadhan dimakruhkan mengamalkan puasa sunnah Syawal. Namun perlu dicatat, hukum makruh ini berlaku bagi orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena memang ada udzur. Adapun mereka yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa uzur diharamkan untuk mengamalkan puasa sunah Syawal. Mereka wajib mengqadha segera utang puasanya.  
 
Dia mengutip dari Kitab Nihayatul Muhtaj karya Syamsuddin Ar-Ramli, berikut ini:
 
 وَقَضِيَّةُ كَلَامِ التَّنْبِيهِ وَكَثِيرِينَ أَنَّ مَنْ لَمْ يَصُمْ رَمَضَانَ لِعُذْرٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ صِبًا أَوْ جُنُونٍ أَوْ كُفْرٍ لَا يُسَنُّ لَهُ صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ . قَالَ أَبُو زُرْعَةَ : وَلَيْسَ كَذَلِكَ : أَيْ بَلْ يُحَصِّلُ أَصْلَ سُنَّةِ الصَّوْمِ وَإِنْ لَمْ يُحَصِّلْ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ لِتَرَتُّبِهِ فِي الْخَبَرِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ . وَإِنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ تَعَدِّيًا حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا. وَقَضِيَّةُ قَوْلِ الْمَحَامِلِيِّ تَبَعًا لِشَيْخِهِ الْجُرْجَانِيِّ ( يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِالصَّوْمِ كَرَاهَةُ صَوْمِهَا لِمَنْ أَفْطَرَهُ بِعُذْرٍ 

 
Artinya: “Masalah di Tanbih dan banyak ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, perjalanan, masih anak-anak, masih kufur, tidak dianjurkan puasa sunnah enam hari di Bulan Syawal. Abu Zur‘ah berkata, tidak begitu juga. Ia tetap dapat pahala sunnah puasa Syawal meski tidak mendapatkan pahala yang dimaksud karena efeknya setelah Ramadhan sebagaimana tersebut di hadits. Tetapi jika ia sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, maka haram baginya puasa sunnah. Masalah yang disebutkan Al-Mahamili mengikuti pandangan gurunya, Al-Jurjani. (Orang utang puasa Ramadhan makruh berpuasa sunnah, kemakruhan puasa sunnah bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur).” (A Syamsul Arifin)


Keislaman Terbaru