Nusantara

Saat Ini Ada Sekitar 35 Persen Istri yang Bekerja

Selasa, 15 Oktober 2024 | 01:21 WIB

Saat Ini Ada Sekitar 35 Persen Istri yang Bekerja

Bedah buku Dari Aborsi sampai Childfree: Bagaimana Mubadalah Berbicara? di Ruang Pre Funtion Hall Lantai 5 UNU Jogjakarta, Jumat (11/10/2024). (Foto: Dok/Ist)

Jogjakarta, NU Online Banten

Akademisi UIN Sunan Kalijaga Ema Marhumah mengatakan, data menunjukkan adanya peningkatan pekerja istri di Indonesia. Saat ini ada sekitar 30-35 persen istri yang bekerja. Angka ini bisa dibaca dari dua sisi. Positifnya, ada banyak perempuan yang berdaya.


Namun di sisi lain, jika pemahaman masyarakat masih menganggap pencari nafkah harus suami, hal ini bisa menyebabkan banyaknya kasus perceraian. Apalagi ada banyak suami yang tidak berpenghasilan dengan berbagai alasan. “Untuk itu mari kita sosialisasikan mubadalah ke lebih banyak orang,” ajak Ema saat menjadi narasumber pada bedah buku Dari Aborsi sampai Childfree: Bagaimana Mubadalah Berbicara? di Ruang Pre Funtion Hall Lantai 5 Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Jogjakarta, Jumat (11/10/2024).


Baginya, perspektif mubadalah adalah jawaban dari fenomena sosial yang membuka ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk berbagi peran publik dan domestik.


Selain Ema, kegiatan yang digelar Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (Pusdeka) UNU Jogjakarta, Muslimat NU Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ), dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Jogjakarta itu menghadirkan Faqihuddin Abdul Kodir, penulis buku, dan Ahmad Ghozi Ahmad Nurul Islam dari LKKNU Jogjakarta.




Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (Pusdeka) UNU Jogjakarta Rindang Farihah mengatakan, isu yang diangkat dalam buku yang dibedah kali ini sangat penting untuk didiskusikan dan disosialisasikan.


“Selama ini banyak isu-isu terkait perempuan seperti aborsi dan childfree hanya dilihat dari kacamata halal dan haram. Sementara situasi di lapangan tidak sesederhana itu. Kang Faqih memberikan perspektif baru pada banyak isu yang dituliskan dalam buku ini,” ucapnya, dilansir NU Online.

 


Buku tersebut, lanjutnya, juga membahas berbagai tema yang banyak dibicarakan oleh masyarakat kontemporer. Di antaranya makna aurat, relasi perkawinan, adopsi anak, pernikahan tanpa wali dan saksi, membuka aib keluarga, istri sebagai kanca wingking, dan dilema memilih ibu atau istri.


Menurutnya, Faqih memperkuat argumen pada tema-tema tersebut menggunakan teks-teks keagamaan yang otoritatif.  Salah satu yang disoroti dalam diskusi ini adalah mengenai pembagian pekerjaan dalam rumah tangga yang kerap menimbulkan polemik.


Sedangkan Faqih menuturkan, pekerjaan semestinya tidak selalu dilihat dari penghasilan berupa gaji. Sebab, mengurus rumah pun merupakan aktivitas yang harus diapresiasi sebagai sebuah pekerjaan. “Mubadalah tidak mempermasalahkan siapa yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan ekonomi. Yang penting pasangan tersebut saling memahami dan mengerti,” ucapnya di hadapan 90 peserta dari berbagai elemen seperti dosen, mahasiswa, dan organisasi keagamaan itu.


Dia mencontohkan, ada banyak keluarga yang tulang punggung ekonominya adalah istri. Jika hal tersebut memang merupakan kesepakatan pasangan suami istri, maka hal tersebut tidak menjadi masalah. Adapun Ahmad Ghozi menambahkan, di LKKNU, konsep mubadalah menjadi fondasi bangunan gerakan. (*)



Editor: Izzul Mutho